Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Sabtu, 31 Desember 2011

Kearifan Dibalik Temaram Pasar Tradisional

Pakdhe U, Jember-Indonesia. Jam masih menunjukkan angka 03:30 wib, dinihari. Sebagian besar penduduk Desa Menampu, dan juga Desa lainnya di Jember, masih terbuai dalam kehangatan selimut. Namun, pasar Gladak Merah, dekat dengan rumah penulis, sebuah pasar tradisional yang masih sedikit berjaya, sudah menampakkan aktifitasnya.

Pedagang-pedagang ikan, sayuran dan beberapa pembeli, membaur menyatu dalam aktifitas tersebut, ditingkah temaram cahaya lilin. Lilin? Iya, hanya lilin yang menerangi kegiatan mereka, meskipun sebenarnya listrik PLN sudah ada di sini sejak lama.

Pada dasarnya, Pasar Gladak Merah tersebut merupakan pasar pagi. Sehingga, semua aktifitas jual beli dimulai sejak pagi dinihari.

Sebagai sebuah pasar desa yang tidak terlalu luas, Pasar Gladak Merah bisa dikatakan cukup ramai, karena pasar tersebut juga merupakan pasar rujukan bagi Tukang Sayur keliling (istilah modern: Retailer). Jumlahnya bisa mencapai pulihan orang dan berasal dari berbagai Desa disekitarnya.

Meskipun begitu, antara penjual, pembeli dan para “retailer” tersebut sudah terjalin sebuah ikatan kekeluargaan yang kuat. Mereka sudah saling mengenal satu sama lain, tanpa ada satupun yang terlewat. Sehingga jika ada satu warga baru, mereka pasti akan langsung mengetahuinya. Bisa diibaratkan, itulah Facebook tradisional ala pasar tradisional!

Sebagai sebuah komunitas, bukan berarti tidak terdapat persaingan di sana. Sudah jamak dan umum, dalam setiap perdagangan (pasar) pasti ada persaingan dagang dan sebagainya. Namun, semua persaingan tersebut masih sebatas persaingan sehat dan kompetitif. Itulah kearifan pasar tradisional.

Namun sayang, semenjak kehadiran pasar modern (Mart) sampai ke pelosok Kecamatan, kearifan dibalik temaram pasar tradisional tersebut terancam sirna. Keberadaan pasar tradisional-pun juga terancam musnah atau mati suri.

Padahal, kearifan yang sama tidak akan pernah kita temukan dalam sebuah pasar modern. Antara penjual, tepatnya karyawan dengan pemilik Mart, jarang sekali terjalin komunikasi secara langsung. Yang ada hanya sebatas dengan atasannya satu tingkat. Bagaimana mungkin seorang karyawan konter bisa bertemu dengan pemilik Mart yang notabene merupakan warga London?

Hubungan antara sesama pembeli-pun juga tidak bisa dikatakan wajar. Mereka umumnya berinteraksi satu sama lain hanya dalam koridor status sosial. Mereka membelanjakan uang mereka dengan tujuan dan motivasi berbeda. Bukan lagi sebagai sebuah kebutuhan, sebagaimana jika berbelanja dalam pasar Tradisional, melainkan karena prestise.

Prestise jika mampu membeli ini dan itu di swalayan terkenal, padahal barang tersebut tidak begitu diperlukan. Pada akhirnya hanya akan membentuk karakter-karakter konsumtif, pemboros dan materialistis.

Apapaun yang terjadi, Pasar Gladak Merah, tetaplah sebuah pasar Tradisional yang layak untuk berjaya dan terus hidup. Karena, kearifan yang tersimpan di balik temaram lilin, setiap dinihari, merupakan sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Sebuah pelajaran yang bisa kita  jadikan bekal untuk membangun bangsa dan negara menjadi harmonis dan hemat.

Salam untuk warga paguyuban pasar tradisional dan teriring do’a selalu untuk kesejahteraan anda-anda semuanya. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa pada artikel selanjutnya…

**Hentikan Perang, saat ini juga! Stop War, right now!**

Sumber :

  • Pengalaman Pribadi
  • Gagasan Pribadi

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Copyright@161211/2102 |

Blog Client : Windows Live Writer 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar