Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Minggu, 29 Januari 2012

Meninggalkan Budaya Instan

Pakdhe U®, Jember-IDN. Di jaman serba cepat sekarang ini, dituntut segala sesuatunya juga serba cepat. Instan, adalah istilah yang tepat untuk menerjemahkan bahasa tersebut. Instan, yang memiliki makna siap dalam sekejap, siap tanpa perlu banyak tenaga atau siap tanpa banyak persiapan, memang memberikan kesan praktis.

Praktis, karena memang kita tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan sesuatu atau apapun yang kita inginkan. Jika dulu, sebelum ada mie instan, kita masih harus membuat adonan mie dan  meracik bumbunya sedemikian rupa; maka sekarang kita hanya tinggal menyeduhnya saja dengan air mendidih.

Kenapa? Karena di era yang serba instan ini, semua yang kita butuhkan untuk membuat semangkuk mie sudah disiapkan dalam satu bungkus mie tersebut. Kita tinggal meracik dan menyeduhnya dengan air mendidih. Sangat praktis!

Tidak hanya mie saja yang instan. Menurut pendapat penulis pribadi, saat ini instan sudah menjadi budaya yang bahkan sudah sangat mengakar dan menyentuh semua aspek kehidupan di masyarakat. Mulai dari aspek makanan, sebagaimana dicontohkan, sampai aspek pendidikan.

Instan, jika diterapkan dengan benar memang akan menciptakan sebuah kepraktisan dan kecepatan kinerja yang luar biasa. Namun, jangan salah; sikap instan yang salah justru akan menjadikan kita menjadi bangsa yang terpuruk.

Bayangkan jika ada diantara kita yang menghendaki mendapatkan gelar S-2 demi untuk meraih gaji yang tinggi atau menduduki jabatan tertentu dengan syarat S-2, tapi mereka memilih jalur instan? Dalam arti, mereka tidak perlu bersusah payah kuliah S-2, mengerjakan tesis, disertasi dan sebagainya namun cukup menyediakan dana sekian puluh juta, sudah mendapat gelar S-2.

Kita tidak perlu menutup mata rapat-rapat. Kita juga tidak perlu menutup telinga rapat-rapat. Sudah menjadi rahasia umum di tempat tinggal penulis, ada banyak lembaga pendidikan yang menawarkan program pasca sarjana dengan cara instan. Mereka terang-terangan menawarkan gelar S-2 dengan lama studi tidak sampai satu tahun, dari yang normal bisa sampai dua tahun. Tentu dengan kompensasi biaya yang tidak sedikit.

Sikap instan yang salah bisa juga disebut upaya menghalalkan segala cara untuk meraih segala keinginan kita. Kalimat “ menghalalkan segala cara “, memiliki konotasi yang sangat buruk. Karena, dengan menggunakan dalil tersebut, siapapun bisa menjadi apapun demi meraih apa yang diharapkan. Bahkan, seorang ulama pun bisa menjadi pembunuh. Sangat mengerikan.

Saat ini tanpa kita sadari, kita sudah tergiring menuju era serba instan. Era dimana kita tidak lagi menggunakan akal sehat kita untuk beraktifitas. Kita hanya dituntun untuk menggunakan ego, ambisi dan kekuasaan kita untuk bertindak. Sehingga, kita tak ubahnya seperti sebuah robot yang bisa dengan mudah diprogram untuk apapun.

Budaya instan, bertolak belakang dengan budaya mandiri. Nenek moyang kita sejak dulu terkenal dengan budaya mandiri. Budaya yang sebenarnya sangat baik dan mampu mencetak generasi yang kreatif. Namun, sayangnya budaya mandiri tersebut harus tergerus oleh kemajuan jaman dan berubah menjadi budaya instan.

Mulai detik ini, ayo kita coba bangun kembali sisa-sisa budaya mandiri dari nenek moyang kita. Kita tinggalkan budaya instan dan kita raih kemajuan dengan kemampuan kita bukan engan cara instan. Indonesia, akan menjadi sebuah raksasa jika dibangun dengan sikap kemandirian dan kekreatifan. Dan sebaliknya, akan menjadi liliput jika dibangun dengan sikap instan.

Sekian saja artikel singkat penulis dan sampai jumpa pada artikel-artikel selanjutnya.

^^ Di balik kepraktisan yang ditawarkan oleh sesuatu yang instan, pasti terselip satu poin yang kelak akan menjadikan kita lemah ^^ {Pakdhe U}

>>> Hentikan peperangan sekarang juga !!!

Sumber : Gagasan pribadi dan diolah dari berbagai sumber.

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Blog Client : Windows Live Writer 2011 | Copyrights © 290112/1718 www.pakdheu.blogspot.com

Kamis, 26 Januari 2012

Haruskah Menggunakan Buku LKS?

Pakdhe U®, Jember-IDN. Di Indonesia, dalam menyampaikan materi pelajaran sudah dipastikan selalu disertai sebuah buku LKS (Lembar Kerja Siswa) untuk setiap mata pelajaran. Pertanyaannya adalah, haruskah kita menggunakan LKS?

Siswa Aktif

LKS, adalah sebuah buku yang berisi tentang latihan-latihan soal yang adakalanya dilengkapi dengan materi pelajaran. Tujuan awal dicetaknya LKS, mungkin agar terbentuk siswa yang aktif belajar dan selalu mengerjakan latihan-latihan soal yang ada.

Tujuannya memang sangat baik. Tapi, sudahkah dipertimbangkan hal-hal negatif yang mungkin ada? Seperti misalnya; apakah materi yang disajikan mudah dimengerti oleh siswa, apakah siswa benar-benar sudah memahami setiap latihan soal yang disajikan atau, apakah siswa benar-benar memiliki LKS sendiri?

Umum ditemukan, dalam setiap LKS selalu disertakan materi pelajaran secara singkat. Ulasan yang sangat singkat tersebut, adakalanya hanya membahas tentang pokok-pokok bahasannya saja. Sedangkan sub pokok bahasannya, kebanyakan malah diabaikan.

Karakter siswa di Indonesia tidaklah sama, antara satu wilayah dengan wilayah lain. Bahkan untuk setiap individu dalam satu wilayah saja, juga masih banyak perbedaannya. Jika kebetulan karakter siswa adalah cerdas dan mudah menangkap setiap materi, tentu tidak menjadi permasalahan pada saat mendapatkan LKS dengan ulasan materi yang cuma berisi garis besarnya saja.

Yang menjadi permasalahan dan tentu harus segera dicarikan pemecahannya adalah khusus bagi siswa yang memiliki karakter lambat atau biasa-biasa saja. Karakter ini tidak bisa disebut bodoh, karena mereka sebenarnya bisa dan mampu; tapi sedikit membutuhkan ulasan yang lebih panjang dan detil untuk bisa memahaminya. Tentu siswa dengan karakter seperti ini akan sangat kesulitan dalam menterjemahkan materi dalam LKS.

Siswa Memperagakan Menjadi Guru

Lain halnya dengan karakter siswa yang sejak awal memang bodoh. Karakter yang demikian,meskipun diberi materi yang sangat panjang, detil dan terperinci, tetap saja tidak akan mampu menangkap setiap materi yang disampaikan. Khusus untuk siswa dengan karakter bodoh ini, yang diperlukan hanyalah ketelatenan dan kesabaran guru untuk menghadapinya.

Penulis masih mengingat masa-masa sekolah dulu; saat itu setiap siswa mendapat sebuah buku paket lengkap dari pemerintah. Buku paket tersebut harus dikembalikan pada saat kita sudah naik kelas atau lulus. Yang lebih menyenangkan lagi, buku paket tersebut gratis karena hanya dipinjamkan. Meskipun begitu, jika ada kerusakan tetap wajib diganti.

Hubungannya dengan LKS apa? Intinya sama saja, namun pada saat itu kandungan latihan soal dan ulasan materi sangat berimbang. Materi sekitar 60% sedangkan latihan soalnya sekitar 40%. Bandingkan dengan sebagian (besar) LKS yang beredar saat ini; Ulasan materi mungkin tidak sampai 30% sedangkan sisanya adalah latihan soal.

Permasalahan lain yang terkait dengan penerapan LKS, dan justru lebih sering diabaikan adalah terbukanya peluang usaha bagi guru untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dalam pendistribusian LKS. Tidak untuk semua guru, meski tidak bisa kita menutup mata akan adanya hal tersebut.

Dalam hal pendistribusian LKS, guru seolah berperan sebagai distributor, sub distributor, agen ataupun sub agen dari setiap penerbit LKS. Dengan banyaknya penerbit dan ditambah lagi dengan kebebasan menentukan pilihan LKS, menjadikan para penerbit berlomba-lomba menawarkan produk mereka dengan harga paling kompetitif.

Para guru, selain dihadapkan pada pilihan untuk mengambil LKS tertentu, mereka juga harus menilai kemampuan siswa dalam membeli LKS tersebut. Ujung-ujungnya adalah, kemungkinan terbesar yang diambil adalah LKS dengan harga yang paling terjangkau. Masalah kualitas? itu adalah masalah nomer sekian.

Ada alternatif lain untuk menyiasati permasalahan tersebut, yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh seorang sahabat penulis yang siswa-siswinya menjadi tokoh dalam foto ilustrasi blog ini. Demi mementingkan kualitas pendidikan bagi siswanya, dia hanya mengambil separuh LKS dari jatah yang seharusnya diambil.

Siswa Masuk Sekolah

Karena LKS yang dipilih berkualitas, yang artinya juga mahal, maka LKS tersebut ditanggung berdua. Dalam arti, setiap dua siswa memiliki satu LKS saja. Memang lebih ekonomis, namun kelemahan yang kemudian muncul adalah; siswa menjadi tidak maksimal belajarnya. Akhirnya kita tidak mengetahui kemampuan sebenarnya dari siswa tersebut. Sebenarnya bisa difotocopy, namun hal tersebut merupakan pelanggaran hak cipta.

Saat ini, pemerintah sudah mengusahakan buku gratis bagi semua siswa di seluruh wilayah Indonesia. Namun sayangnya, buku yang penulis maksud hak ciptanya sudah dibeli oleh pemerintah dan hanya tersedia di internet berupa soft copy yang membutuhkan waktu tersendiri untuk didownload dan kemudian dicetak. Masalah biaya download dan cetak? semua ditanggung masing-masing pengakses.

BSE, atau buku sekolah eletronik memang alternatif terbaik untuk mendapatkan materi tambahan selain LKS. Namun, bagaimana dengan proses selanjutnya? Mencetak buku setebal sekian puluh halaman, tentu saja sangat memberatkan bagi siswa. Apalagi jika untuk mendapatkannya, masih harus terhubung dengan internet. Untuk sekedar diketahui, di Indonesia, belum seluruh wilayahnya terjangkau internet. Juga, belum seluruh masyarakat kita yang melek teknologi.

Jadi, alternatif lain yang bisa diambil adalah; kembali ke metode jaman dulu, dimana setiap buku paket materi pelajaran dicetak oleh negara, ditentukan oleh negara dan didistribusikan secara gratis ke seluruh wilayah negara Indonesia, tanpa terkecuali.

LKS, memang perlu untuk mengasah kemampuan siswa mengatasi setiap permasalahan materi pelajaran. LKS juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan siswa menyerap materi pelajaran dan kemudian menerapkannya. Namun, yang tidak kalah penting adalah; buku materi yang berkualitas, mudah mendapatkannya, lengkap dan terutama gratis untuk seluruh lapisan masyarakat.

Semoga apa yang penulis sajikan dalam artikel ini, dapat bermanfaat bagi semua pihak dan kita semua dapat memetik manfaat tersebut. Sampai jumpa pada artikel selanjutnya.

Sumber : Diolah dari berbagai sumber, Inspirasi Pribadi, Sahabat.

^^ Berpikir untuk mendapatkan yang lebih baik, meski harus sedikit meluangkan waktu lebih lama, adalah tindakan cerdas ^^ (Pakdhe U)

>> Ayo kita hentikan perang di muka bumi! <<

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Blog Client : Windows Live Writer 2011 | Copyrights © 260112/0909 www.pakdheu.blogspot.com

Selasa, 17 Januari 2012

Puisi Cinta Untuk Jagat Raya

Pakdhe U®, Jember-IDN. Bila memungkinkan waktu bersimpuh di hadapan setiap kaki-kaki mungil, bila diniscayakan setiap petikan-petikan gitar sang penembang balada menggetarkan dinding-dinding hati dan sukma kelana; angin, ombak, daun-daun, rerumputan dan debu-debu padang pasir akan bersorak sorai dalam gemuruh yang membahana.

Jagat raya; tertunduk lesu di pangkuan semesta. Hanya menangis dan mengobral air mata. Semesta terdiam. Semesta terpaku dalam bibir kelu.

Bukan. Bukan rindu yang menusuk sudut jagat raya; sehingga air mata tumpah. Cinta, yang lama hilang ditelan angkara durjana. Cinta, yang lama terkoyak dicabik cakar-cakar angkara. Cinta, yang meluluhkan jagat raya dalam lesu.

Tahukah kalian wahai anak-anak bintang? Jagat raya sejak lama memendam cinta untukmu; meski bukan untuk sebuah rindu. Rindu, hanyalah sakit yang tabu.

Dalam sebuah gemuruh panjang; dari debu-debu peperangan memperebutkan tanah tanpa nama, jagat raya meninggalkan sepenggal asa di celah tersempitnya. Mengharap damai dan kasih cinta.

Janganlah kau murka; aku menyimpan cinta untukmu, jagat raya. Cinta yang hanya sepenggal dan aku buktikan dengan asap-asap mesiu dari senapan-senapan mesin perang. Cinta yang takkan kau mengerti; bahkan sampai debu-debu peperangan menghilang ditelan sunyi.

Jagat raya; tak mengharapkan cinta dalam sebuah episode pertumpahan darah. Mungkin aku keliru, tapi itulah cinta manusia renta semacam aku. Cinta dengan sepikul peluru dan segenggam mesiu.

Kembali sang kelana mengepak setiap bungkusan kehidupan; bersiap melanjutkan petualangan. Bergumam; jagat raya, aku ingin menjadikanmu tempat terindah dalam hidupku. Tempat yang penuh damai, tanpa asap mesiu. Namun aku tak mampu dengan cintaku padamu. Cintaku hanyalah tabu.

Semesta mengangkat jagat raya dengan tangannya yang lembut; mengusap bulir air mata dan mengelusnya dengan kata-kata.

Jika perang di hatimu tak kunjung redam, pulanglah kau ke tempat asalmu. Yang abu, kembali menjadi abu. Yang tiada, kembali menjadi tiada.

Sang kelana; aku mencintaimu meski aku harus lebur menjadi abu…

^^ Hentikan perang yang tiada guna, saat ini juga ^^

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Blog Client : Windows Live Writer 2011 | Copyrights © 170112/0703 www.pakdheu.blogspot.com

Sabtu, 14 Januari 2012

Bentuk Soal Pilihan Ganda Berpotensi Mencetak Generasi Pasif?

Pakdhe U, Jember-IDN. Sejak beberapa tahun yang lalu, Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Pendidikan, merubah bentuk soal ujian dari yang semula seluruhnya berupa uraian, menjadi sebagian besar bentuk pilihan ganda dengan hanya sedikit soal uraian.

Jika ditinjau lebih lanjut, kebijakan ini boleh dikatakan sangat kontra-produktif terhadap realita hasil yang dicapai. Menurut penulis, bentuk soal pilihan ganda dalam setiap ujian, tidak bisa merepresentasikan daya saing siswa secara nyata.

Secara kebetulan, ada kerabat dari istri penulis yang menjadi guru sekolah menengah dan kedua orang tua penulis adalah pensiunan guru. Mereka semua sempat membagikan pengalamannya saat mengajar, terutama terkait dengan bentuk soal pilihan ganda.

Mereka sependapat, jika hasil yang diperoleh dari ujian dengan soal bentuk pilihan ganda memang tidak mencerminkan kecerdasan yang sesungguhnya dari setiap siswa. Karena, kebanyakan dari mereka yang nilainya bagus, hanya karena kebetulan saja.

Mungkin pembaca sekalian yang budiman pernah mendengar istilah Hitung Kancing? Nah, metode hitung kancing inilah yang sering dijadikan senjata pamungkas dalam menyelesaikan soal-soal pilihan ganda, jika kebetulan soal yang dihadapi ternyata cukup sulit.

Karena keberuntungan sedang berpihak, maka bukan sebuah keniscayaan jika kancing yang dihitung akan membawa menuju jawaban yang benar. Ya, hanya faktor kebetulan saja, serta selebihnya hanyalah keberuntungan. Jangan heran, karena penulis sendiri pernah mengalami masa seperti itu. Masa dimana kita dihadapkan pada pilihan sulit yang kita tidak tahu jawabannya. Dan satu-satunya cara hanyalah “menebak” melalui hitung kancing.

Sejatinya, tujuan diterapkannya bentuk soal pilihan ganda adalah selain cakupan materi yang disajikan bisa lebih banyak, karena jumlah soal yang disajikan bisa jauh lebih banyak, juga bertujuan untuk mempermudah siswa dalam mengerjakan soal, karena jawaban sudah disediakan.

Tujuan yang cukup baik. Namun, tidakkah dipikirkan dampak-dampak negatif yang kemungkinan muncul dikemudian hari? Seperti misalnya;hitung kancing, perjokian jawaban (karena cukup mudah, hanya tinggal menuliskan A, B,C, D atau E, sesuai jawaban yang diharapkan), bahkan bisa melalui pesan singkat sms.

Jika ada sebuah sekolah yang kelulusannya 100%, janganlah kita bangga dulu. Kita lihat nilai yang ada, bukan tidak mungkin seorang siswa yang menonjol prestasi hariannya ternyata masih dibawah nilai siswa yang lebih menonjol kemalasannya. Ya mungkin, siswa yang lebih malas tadi lebih beruntung karena metode hitung kancing.

Sekarang, coba kita mundur jauh ke belakang. Ke masa-masa jaman kolonial atau setelah kemerdekaan. Menurut para guru, sesepuh dan orang tua penulis, pada masa itu ujian sekolah, apalagi ujian negara hanya terdiri dari paling banyak 5 soal. Itupun dalam bentuk uraian, logika dan penjabaran yang cukup sulit. Sekalinya tidak bisa, ya tidak lulus.

Tapi coba lihat hasilnya? Kebanyakan dari mereka-mereka pada masa itu menjadi orang-orang yang hebat. Orang-orang yang cerdas dan aktif. Bandingkan dengan anak-anak sekarang, yang (meskipun hanya sebagian) cenderung pasif dalam menerima pelajaran.

Kenapa mereka pasif? Karena yang ada dalam benak mereka hanyalah pendapat bahwa pada saat ujian bentuk soal adalah pilihan ganda. Jawaban sudah ada dan tinggal pilih. Kalau tidak bisa, ya tinggal menebak dengan metode hitung kancing. Bahkan yang lebih parah lagi, mereka berpendapat tidak mungkin tidak lulus, toh akan ada sms atau joki jawaban dari guru mereka.

Benar tidaknya, penulis tidak mengetahuinya untuk di daerah lain. Tapi, untuk daerah di sekitar penulis tinggal, kenyataan itu ada. Kenyataan yang sangat nampak namun kebanyakan ditutup-tutupi atau sengaja dibuat tidak nampak. Ini penulis ketahui bukan hanya dari guru-guru yang penulis kenal, melainkan juga dari siswa-siswa yang sudah lulus dari sekolah. Menyedihkan.

Coba jika bentuk soalnya adalah uraian, penjabaran logika dan bukan pilihan ganda, siswa pasti akan lebih menguasai materi dan terdorong lebih keras belajar karena jawaban tidak disediakan. Mereka harus keras berusaha untuk menguasai materi jika ingin lulus ujian. Tidak perlu terlalu banyak, karena jika terlalu banyak tapi penguasaan materi tidak ada, sama juga dengan bohong.

Ingin mencetak generasi cerdas dan bukan generasi hitung kancing? Terapkan kembali bentuk soal uraian, penjabaran logika dan praktik dalam setiap ujian sekolah. Tingkatkan pendalaman materi dengan latihan-latihan soal bentuk uraian dan tanamkan kedisiplinan dalam diri siswa untuk bertanggung jawab mengemban tugas belajar.

Bayangkan saja; bagaimana jadinya jika pada suatu saat nanti negara kita yang tercinta dipimpin oleh seseorang yang dalam menentukan kebijakannya hanya menggunakan kancing baju? Atau lebih parah, oleh seorang yang hanya menebak saja?

“ Kita terapkan kebijakan ini saja…”

“ Eh, ternyata salah. Kalau begitu, coba yang itu saja…”

“ Masih belum tepat pragramnya. Ah, coba hitung kancing dulu; yang ini, yang itu, yang ini…… Nah, yang itu saja kita putuskan! “

Pembaca yang budiman sudah bisa menebak hasilnya kan? Jika negara ini dibangun dengan konsep coba-coba, trial and error, bongkar pasang dan tebak-tebak konsep melalui hitung kancing, Mau dibawa kemana negara ini ???

Sampai jumpa pada artikel-artikel yang lain…


^^ Ayo kita ciptakan bumi kita lebih damai. Hentikan peperangan sekarang juga ^^

Sumber : Diolah dari berbagai sumber yang terkait dengan materi artikel.

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Blog Client : Windows Live Writer 2011 | Copyright © 140112/2124 www.pakdheu.blogspot.com

Senin, 09 Januari 2012

Senandung Kaki Cakrawala

Pakdhe U, Jember-IDN. Senyap, merajai setiap lorong-lorong kampung yang bertaburkan gubug bambu. Remang dalam temaram yang tersaput kabut tipis, ditengah malam teriris sunyi. Semua terlelap. Terlelap dalam ninabobok tembang-tembang asa.

Gelap, menjadi satu-satunya lembaran  kusut di sudut kampung. Bintang dan kunang-kunang, telah lama bersekutu meninggalkan laga. Hitam. Hitam yang kemudian menjelma menjadi sebuah titik tanpa tepian. Angin yang sedang bersedih, seolah turut menambah duka.

Perlahan, angin menghentikan tangisnya yang menyayat. Dan sejenak berlalu membawa semua syair yang tertulis dalam gamang, menuju jalan setapak sempit yang terpaku di sudut kampung. Tepat di samping rumah terakhir berdinding bambu.

Dari sebuah tumpukan kayu-kayu kering, tersembul irama yang dimainkan oleh rayap-rayap lapar, mengiring semua syair dalam senandung kaki cakrawala. Celoteh jangkrik-jangkrik dan binatang-binatang malam lainnya, silih berganti, bersahutan seolah turut bersenandung.

Ketika perjalanan telah sampai di penghentian terakhir, ujung yang lain dari jalan setapak sempit, semua yang bersuara, semua yang bersenandung dan semua yang mengiringi setiap langkah, mendadak membisu. Diam, bahkan semua tubuhnya terpaku kaku.

Dari atas, tempat langit memayungkan ribuan bintang dan ribuan warna-warna misteri, yang semua telah lama meninggalkan laga, muncul sebisik kata yang penuh resah. Kata yang sanggup meluruhkan semua hiruk-pikuk jagad ternoda nista. Kata yang hanya bisa didengar oleh jiwa-jiwa yang terpenjara.

“ Bersabarlah engkau dalam periuk-periuk perak yang terbalik, menutupi tubuhmu dari cipratan-cipratan darah yang tercipta oleh serpihan-serpihan tubuh saudara-saudaramu. Tetaplah engkau di tempatmu dan janganlah meninggalkan periuk-periuk perak pelindungmu, sampai angkara murka terpuaskan melahap seluruh jiwa saudara-saudaramu.”

Semua tertunduk dan mata yang sembab mencoba menembus kedalaman bumi yang ternoda oleh darah yang sia-sia. Tertunduk dengan penuh sesal dan takut, seolah tiada lagi harapan tersisa untuk mereka. Seolah, mereka akan mati seiring senandung cakrawala yang tercabik sunyi.

Kampung yang semua rumahnya berdinding bambu, perlahan-lahan memudar, lenyap tersapu kabut. Dan ketika kabut benar-benar menelan semua kenangan di setiap jengkal kehidupan kampung, ada tanya yang kembali terdengar dari celah-celah langit yang tersibak kelam.

“ Tidakkah kalian bosan menumpahkan darah dari tubuh saudara-saudaramu yang lemah dan menukar tubuh-tubuh tak berharga mereka dengan setahun, dua tahun, sewindu atau… hanya sekejap kekuasaan. Apa yang kalian inginkan dari tangis, jerit nestapa dan penderitaan mereka? “

Manusia-manusia busuk di ujung dunia, hanya menjawab pertanyaan tersebut dengan desing peluru dan jerit nestapa dari mulut-mulut korban mereka.

Manusia-manusia bijak di sisi dunia yang lain, hanya menjawab dengan mengelus dada, teriring gumam do’a-do’a penuh penyesalan dari mulut-mulut mereka yang tergetar.

Sedangkan sang cakrawala, hanya bersenandung dan kembali bersenandung, ketika semua tanya sudah dihadirkan, ketika semua tanya tak kunjung temukan jawab.

Bagaimana dengan dirimu?

Mungkin, jauh lebih baik untuk mencuci periuk-periuk perak yang sudah mulai kusam dan kembali menempatkan tubuh-tubuh kelelahan di balik periuk-periuk tersebut, sampai semuanya berakhir menuju pengharapan terpamungkas..

^^ Hentikan perang sekarang juga, demi anak cucu kita !! ^^

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Blog Client : Windows Live Writer 2011 | Copyright © 090112/2053 www.pakdheu.blogspot.com

Sabtu, 07 Januari 2012

Badai Di Ketiak Fatamorgana

Pakdhe U, Jember-IDN. Ketika angin menancapkan kuku-kukunya yang dingin, sekujur tubuh menggigil dan sekepal nyawa terasa tercerabut paksa dari kantong kehidupan nestapa.

Lalu, menghampiri sang kelana, seorang tukang rumput yang terlihat gurat kelelahan di wajahnya, mengajaknya menuju sebuah negeri yang sangat terkutuk.

Negeri yang penuh dengan tipu daya. Negeri yang dalam kitab hukumnya ditulis dengan tinta darah dan setiap jengkal bangunan-bangunan megahnya, dibangun dari serpihan-serpihan hati yang terluka.

Di atas hitam, masih terselip hitam. Diantara busuk yang menyesakkan, masih terpagut bangkai tubuh-tubuh tak berharga. Dari mulut-mulut penguasa yang terjuntaikan ulat-ulat belatung, senantiasa ditembangkan celoteh-celoteh dusta.

Celoteh yang menutupi tangan-tangan berlumur darah penguasa nista, yang dengan bangganya menunjukkan kepada dunia tentang jiwanya yang bersih. Padahal dibalik tabir tersebut terurai kenistaan yang kejam. Satu tangan, seribu dan bahkan sejuta tangan-tangan kotor, mereka kerahkan, demi melanggengkan tempat penguasa-penguasa nista tersebut menyantap bangkai-bangkai saudaranya.

Suatu masa, kata si tukang rumput, akan datang seorang pengusung keranda. Datang pula pelukis jelaga, penabur asa dan ksatria, menembus benteng negeri terkutuk dan membangkitkan badai di ketiak fatamorgana. Suatu saat, yang datangnya hanya menghitung sebelas butir jagung.

Pengusung keranda, akan menemui para penguasa-penguasa nista; menyeret dan memasukkan tubuh busuk yang selama ini mereka balut sutra ke dalam keranda. Dan tamatlah riwayat sang penguasa angkara.

Pelukis jelaga, akan menyobek kitab-kitab hukum yang bertuliskan dengan tinta darah dan menggantinya dengan tinta yang tercampur jelaga. Hitam, tegas dan tidak akan luntur oleh air mata.

Penabur asa, akan berpawai di sepanjang pantai, seluruh negeri. Akan berceloteh tentang datangnya masa dimana kegelapan akan sirna, kutukan akan tenggelam dan asa yang selama ini terbelenggu akan terbebas.

Dan ksatria agung, yang telah membangkitkan badai, dengan bijaksana merangkul rakyat dan membimbingnya menuju negeri baru yang sentosa.

Sebuah Prosa dan sampai jumpa di artikel selanjutnya.

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Copyright@201211/2113 | Blog Client : Windows Live Writer

Kamis, 05 Januari 2012

Air, Kekuatan Yang Tersembunyi

Pakdhe U, Jember-IDN. Setiap makhluk hidup, pasti akan membutuhkan air. Air merupakan satu unsur di alam yang mempunyai peran vital bagi kelangsungan kehidupan, termasuk bagi manusia. Namun, bagi sebagian orang tertentu, air memiliki makna yang lebih dalam. Bahkan lebih dari sekedar sebuah benda cair.

Menurut seorang sahabat penulis, air adalah juga merupakan sebuah simbol kekuatan tanpa batas. Simbol kesabaran, keteguhan hati serta simbol kelembutan, yang semuanya juga tanpa batas. Karena semua kelebihan tersebut, air bisa diibaratkan sebagai sebuah pemicu, trigger, atau konsep misterius yang tidak akan bisa ditebak oleh akal.

Menurut seorang sahabat yang lain, kombinasi antara kesabaran, kelembutan serta ke-tanpa batasan dalam setetes air, bahkan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Kekuatan yang tersembunyi, yang dipercaya bisa melebihi kekuatan besi.

Bahkan, salah satu dari sahabat lama penulis yang pernah tinggal di Malang, mengatakan “ Jika kamu ingin kuat, jadilah dirimu seperti air, karena air bisa merubah bentuk sebagaimana dia ditempatkan. Air juga mampu memberikan rasa yang segar, meskipun dia juga mampu melubangi batu.”

Dari beberapa pendapat para sahabat penulis di atas, sepertinya memang tidak ada salahnya. Secara perlahan namun pasti, setetes demi setetes akan mampu melubangi batu yang terkeras sekalipun. Walaupun hanya merembes, lambat laun air juga bisa melapukkan kayu sekeras apapun. Besi yang keras, juga akan terkikis oleh karat yang ditimbulkan oleh air.

Namun, jika kita menanganinya dengan lembut, air akan membelai kita dengan segar. Dia akan menghilangkan seluruh rasa haus dahaga kita, menghilangkan pula rasa letih penat tubuh kita serta akan memberikan setetes kehidupan bagi kita.

Meskipun hanya sebuah benda cair yang sederhana, lembut dan basah, air juga menyimpan potensi mematikan yang sangat dahsyat. Banjir bandang, tanah longsor, air bah dan segala macam bentuk bencana yang dibawa oleh air adalah contoh nyatanya.

Kembali ke filosofi air; jika kita mampu untuk mempelajari inti dari air, maka kita akan menjadi sosok yang tangguh, kuat, bermanfaat dan tentunya misterius. Untuk menghadapi kehidupan yang lunak, kita bisa bersikap selunak air minum yang menyejukkan.

Namun, begitu menghadapi kehidupan yang sangat keras, kita dapat pula dengan mudah menjadi sosok yang kuat sekuat air yang mampu melubangi batu. Atau menjadi sosok yang perkasa bagaikan air bah yang menyapu bersih semua yang merintangi jalan.

Air, dibalik manfaat dan kelembutannya, sungguh tersimpan kekuatan yang sangat besar. Maka, jadilah air. Jagalah pula air.

Sekian dulu dan terimakasih, sampai jumpa pada artikel selanjutnya.

Sumber :

  • Berbagai Sumber.
  • Y.P. Rachma.
  • Gagasan Pribadi

^^ Hidup bukan hanya untuk minum saja, melainkan untuk membuka hati dan pikiran tentang apa yang diminumnya ^^ (Pakdhe U)

>> Hentikan Perang Sebelum Terlambat !!!! <<

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Blog Client : Windows Live Writer 2011 | Copyrights © 050112/1609 www.pakdheu.blogspot.com

Bendera Merah Pendidikan Indonesia

Pakdhe U, Jember-Indonesia. Dunia pendidikan Indonesia sedang menggeliat, mengejar ketertinggalannya dengan negara-negara lain, di dunia. Prestasi demi prestasi, baik di ajang Internasional maupun Regional, dengan gemilang berhasil diraih. Olympiade sains, Olympiade matematika dan berbagai lomba lainnya juga berhasil ditaklukkan.

Namun sayangnya, gambaran tersebut bukanlah representasi atau pengejawantahan dari dunia pendidikan Indonesia yang sesungguhnya. Dunia pendidikan di Indonesia, boleh dikatakan sedang menghadapi “bendera merah,” atau sedang dalam keadaan kritis!

Coba lihat gedung-gedung sekolah di berbagai pelosok nusantara. Coba hitung, ada berapa banyak gedung-gedung tersebut yang memprihatinkan? Hitung juga berapa banyak siswa yang bersedia sekolah di tempat tersebut? Atau, coba lihat di perempatan jalan di setiap kota besar. Berapa banyak anak-anak yang berkutat dengan kerasnya kehidupan, dan mungkin sebagian dari mereka sudah melupakan pendidikan?

Sekarang kita lupakan tentang itu semua. Penulis akan mencoba menyajikan fakta pendidikan dari sudut pandang yang lain, dan tentunya pasti mengejutkan.

Di tempat dimana penulis tinggal, terdapat sebuah sekolah Menengah Negeri yang mempunyai siswa cukup banyak. Sekolah tersebut adalah merupakan satu-satunya sekolah Menengah Negeri yang ada. Sedangkan, sekolah Menengah Negeri yang terdekat, jaraknya sekitar 8 km.

Sebagai daerah pesisir, dan mayoritas penduduknya adalah nelayan dan petani, maka tidak heran jika hampir 90% siswa sekolah tersebut adalah anak-anak kurang mampu. Buku dan perlengkapan sekolah lainnya, bisa dikatakan alakadarnya. Meskipun begitu, semangatnya untuk belajar patut kita apresiasi.

Mayoritas dari siswa-siswa sekolah Menengah Negeri tersebut, menuju ke sekolah dengan menggunakan sarana sepeda kayuh, meskipun jarak dari rumah ke sekolah ada yang sampai 7 km. Yang lebih mengenaskan lagi adalah, ketika sekolah sudah usai, mereka tidak serta merta bisa langsung belajar. Melainkan harus bekerja membantu kedua orang tuanya.

Penulis pernah berkesempatan untuk mengamati beberapa diantara mereka, dengan cara ikut ke rumah mereka setelah pulang sekolah. Selain harus mencari rumput untuk ternak orang lain,yang dipercayakan kepada orang tua mereka, mereka juga harus mencari kayu bakar dan beberapa yang lain bahkan harus menjadi buruh di sawah.

Mengenaskan.

Kalaupun pada akhirnya, nilai-nilai raport mereka cukup bagus, itu bukanlah nilai yang sesungguhnya. Karena, menurut beberapa tenaga pengajar yang penulis temui, yang kebetulan diantaranya ada saudara ipar penulis, mereka mengatakan bahwa nilai tersebut sudah di “olah” terlebih dulu.

Sehubungan dengan status sekolah tersebut yang sudah SSN (Sekolah Standar Nasional), maka ada aturan khusus yang entah datangnya darimana, bahwa nilai raport siswa “diharamkan” berada di bawah KKM (kriteria ketuntasan minimum). Maka, demi mengejar target tersebut, nilai-nilai siswa harus di “olah” sedemikian rupa.

Karena penasaran dengan praktik “nilai sulapan” tersebut, penulis mencoba untuk mencari keterangan pada sekolah-sekolah lain di wilayah terdekat. Ternyata hasilnya juga sama. Menyedihkan!

Seharusnya, sekolah-sekolah pinggiran yang mayoritas siswanya juga bekerja, tidak perlu diberi status SSN. Asal mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak saja sudah cukup. Dengan pendidikan yang layak tersebut, kelak diharapkan mereka bisa merubah nasib mereka.

Inilah fakta yang penulis temui di sekitar tempat penulis. Semoga kenyataan ini hanya ada di sini, di tempat penulis. Sebab, jika ternyata hal ini juga terjadi di daerah-daerah lain, ini artinya bendera merah bagi dunia pendidikan kita. Semoga tidak terjadi di tempat lain saja yaah?

Salam untuk semuanya dan sampai jumpa pada artikel selanjutnya…

Sumber :

  • Pengamatan Penulis
  • Pengalaman Pribadi

==Berpikirlah dengan lebih terbuka dan cobalah untuk memulai menghentikan semua permusuhan yang ada, sehingga kedamaian akan hadir. Hentikan Perang Saat Ini Juga! Stop War, Right Now!==

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Copyright@201211/2059 | Blog Client : Windows Live Writer 2011

+ Belajarlah untuk menjadi apa adanya, karena apapun yang sebagaimana apa adanya adalah tak ternilai + (Pakdhe U)

Rabu, 04 Januari 2012

Hom Pim Pah!

Pakdhe U, Jember-Indonesia. “Hom pim pah, alaihum gambreng!” suara tersebut sering terdengar dimasa penulis masih kanak-kanak. Meskipun suara tersebut masih terdengar hingga saat ini, namun gaungnya sudah mulai lemah terdengar.

Hom pim pah, adalah sebuah permainan tradisional, yang entah berasal dari mana, yang biasa dimainkan oleh anak-anak sebelum memulai suatu permainan utama. Boleh dikatakan, permainan ini merupakan bentuk sederhana dari praktik demokrasi di mata anak-anak.

Hom pim pah, ada juga yang menyebutnya permainan gunting batu kertas, adalah bentuk sederhana dari voting atau pengambilan suara. Bagaimanapun, sebenarnya permainan tradisional bangsa kita, yang mungkin dulunya terbawa oleh kolonialisme, mengajarkan kepada anak-anak kita tentang demokrasi, tentang sportifitas serta kreatifitas.

Hom pim pah, juga mengandung unsur pendidikan, karena dalam permainan tersebut mengutamakan kebersamaan serta kekompakan tim. Bagi siapapun yang menang, tanpa perduli besar atau kecil, juga tidak memandang kaya atau miskin, mereka akan menjadi satu tim. Begitupun bagi mereka yang kalah.

Sebetulnya, banyak sekali permainan tradisional anak-anak Indonesia yang mendidik dan bermanfaat yang mengikuti permainan hom pim pah ini. Diantaranya adalah :

  • Gobak Sodor
  • Petak Umpet
  • Egrang

Sebelum memulai permainan Gobak Sodor, Petak Umpet atau permainan yang membutuhkan kerjasama tim lainnya, mereka selalu mengawalinya dengan hom pim pah, untuk menentukan tim mana yang boleh memulai terlebih dulu. Sungguh suatu permainan yang mendidik bukan?

Sekarang bandingkan dengan permainan anak-anak modern? Semuanya berbahan plastik keras. Meskipun ada juga yang berbahan kayu, itupun jarang. Hampir semua permainan modern mengajarkan hal-hal yang negatif, seperti kekerasan, egoisme, hedonisme dan lain-lainnya. Ini ditunjukkan dengan permainan Pistol-pistolan, Robot-robotan dan Mobil-mobilan.

Meskipun ada juga permainan modern yang memberikan unsur pendidikan, seperti Lego, Cubic Cube, Puzzle dan sebagainya, namun semuanya bisa dihitung dengan jari. Selain juga harga dari permainanmodern tersebut yang cukup mahal bagi kalangan tertentu.

Ayo, sebelum semuanya terlambat,kita hidupkan kembali permainan tradisional anak-anak Indonesia, karena permainan tersebut berpeluang untuk membentuk karakter anak Indonesia yang perkasa.

Sekian dulu artikel edisi kali ini, semoga bermanfaat dan sampai jumpa di artikel selanjutnya..

**Hentikan Perang saat ini juga! Stop War, right now!**

Sumber :

  • Gagasan
  • Opini Pribadi

^^ Bermain adalah merupakan sekolah yang baik jika didampingi oleh orang yang tepat dan permainan yang bermanfaat ^^ (Pakdhe U)

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Copyright@171211/1158 |

Blog Client : Windows Live Writer 2011

Senin, 02 Januari 2012

Menabung Di Bank, Benarkah Menjadikan Kita Lebih Kaya?

 

Pakdhe U, Jember-IDN. Menabung adalah merupakan salah satu kegiatan menyisihkan sebagian kecil dari pendapatan kita ke dalam suatu tempat khusus. Tempat tersebut bisa berupa; bilah bambu, celengan ayam atau tempat yang lebih modern adalah rekening Bank. Menabung, pada awalnya bertujuan untuk menjadikan kita “sedikit” lebih kaya. Namun pada kenyataannya tidak sepenuhnya seperti harapan.

Percaya atau tidak, kegiatan menabung ternyata hanya berlaku bagi kebanyakan orang-orang kaya saja. Sedangkan orang-orang pinggiran, yang notabene berada dalam keadaan ekonomi pas-pasan, menabung adalah sebuah tindakan yang justru membuang-buang uang.

Apalagi melihat kondisi ekonomi mereka, tidak ada se-rupiah pun yang bisa mereka sisihkan dari penghasilan mereka sehari-hari. Kebutuhan hidup, dari hari ke hari, semakin tidak terjangkau. Sedangkan penghasilan, tetap tidak ada peningkatan.

Uang 100000Jangankan bagi mereka orang-orang pinggiran, yang sangat jelas serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup, bagi para karyawan menengah, pegawai rendahan dan menengah serta bagi sebagian orang-orang yang kaya pas-pasan, menabung juga tidak akan pernah menjadikan mereka lebih kaya. Yang ada, justru hanya akan menghabiskan uang mereka saja. Khususnya jika menabung di rekening bank.

Suatu hari pernah datang ke penulis, seorang sahabat yang kesehariannya menggantungkan hidupnya dari hasil tani. Sahabat penulis ini, kepada penulis setengahnya adalah mengeluh dan menanyakan tentang uangnya di rekening bank yang semakin berkurang.

Memang, karena beliau menggantungkan penghasilan hanya dari pertanian yang interval panennya hanya 3 atau 4 bulan sekali, maka kesempatan untuk mengisi rekening tabungannya ya cuma selama interval waktu tersebut. Itupun juga tidak cukup banyak.

Penulis mencoba untuk melihat buku rekeningnya. Ternyata memang benar! Walaupun hanya rata-rata Rp. 13,000.- an perbulan uang beliau berkurang, jumlah tersebut cukup besar bagi orang semacam sahabat penulis ini.

Bukannya menabung di bank kita akan mendapatkan bunga? Lalu, mengapa tabungan sahabat ini bisa berkurang? Jawabannya adalah terletak pada potongan pajak yang lumayan besar. Belum lagi adanya potongan biaya administrasi. Dan yang terakhir, hanya tertulis “charge”, yang tujuannya juga untuk apa, penulis tidak tahu.

Saldo tabungan dari sahabat penulis ini, berada pada kisaran 500 ribuan dan lebihnya juga tidak terlalu banyak. Di catatan, tertulis bunga senilai 4,700.-an. Potongan biaya administrasi bank sebesar 5,000.-an. Pajak sebesar 2,700.-an. Dan yang terakhir adalah “charge”, (yang diduga adalah pungutan untuk ATM), sebesar 10,000.-

Sekarang coba saja hitung; 500,000.- (+) 4,700.- ( – ) 5,000.- ( – ) 2,700.- ( – ) 10,000.- ( = ) 487,000.-

Terlihat, dari saldo awal 500,000.-, pada akhirnya berubah menjadi 487,000.-, bukannya sudah berkurang 13,000.-an? Itu terjadi setiap bulannya, bagaimana jika menunggu hingga tiga bulan?

Untuk sekedar perbandingan, penulis mencoba menemui seorang sahabat lain yang lumayan berada dan kebetulan saldo tabungannya berada di kisaran 25 juta-an. Ternyata memang ada pertambahan saldo perbulannya, meskipun sangat kecil. Pendapatan bunga memang tinggi, namun nilai pajaknya juga cukup tinggi, mengikuti besarnya bunga. Sedangkan potongan administrasi dan charge, nilainya tetap.

Ini cukup membuktikan bahwa untuk memperoleh hasil jika ingin menabung di bank, setidak-tidaknya harus mempunyai dana yang sekiranya pendapatan bunga setelah dipotong pajak, lebih besar melebihi besaran potongan tetap (administrasi dan charge), yang artinya; hanya orang kaya saja yang bisa semakin kaya jika menabung di bank.

Seharusnya, demi menggiatkan gerakan menabung untuk masa depan, pemerintah melalui instansi terkait, mengeluarkan kebijakan “bebas pajak tabungan” bagi rekening di bawah 2 juta rupiah. Karena berdasarkan hitungan dan pengamatan penulis, komponen penyumbang penyusutan rekening adalah pajak.

Bagaimana pula dengan promosi Bank-bank besar untuk menarik nasabah? Promosi yang menawarkan hadiah tinggal pilih, hadiah mingguan dan hadiah langsung berupa mobil, motor dan gadget, juga hanya berlaku bagi orang-orang kaya saja. Bagi mereka yang rekeningnya pas-pasan, bisa memimpikan untuk meraih hadiah saja sudah untung!!

Kenapa penulis katakan jika hadiah tersebut hanya berlaku untuk orang kaya? Ya karena dalam satu syarat untuk mendapatkan satu, hanya satu saja, poin undian, setidaknya harus memiliki saldo harian 50 juta. 50 Juta! Bayangkan!! Meskipun ada yang hanya memerlukan saldo harian rata-rata 2,5 juta untuk satu poin, tetap saja peluang untuk menang sangat jauuuuuuh.

Akhirnya, mereka-mereka yang pas-pasan harus tetap rela gigit jari dan hanya bermimpi dapat hadiah mobil. Sedangkan mereka-mereka yang tabungannya beratus-ratus juta, bahkan bermilyar-milyar, hanya tinggal duduk ongkang-ongkang sudah dapat penghasilan bersih setiap bulan, sebanyak jutaan. Itupun adakalanya mereka merayu oknum pajak untuk memanipulasi pajak tabungan mereka, agar pundi-pundi kekayaan mereka tidak berkurang.

Point terpenting adalah; Jika uang anda terbatas, jangan coba-coba menaruh harapan pada rekening bank, apalagi berharap banyak mendapatkan hadiah undian. Lebih baik, tabungkan dalam bentuk ternak, sawah atau perhiasan. Meskipun begitu, tetap hati-hati dan bijaksana dalam mengelola penghasilan anda.

Sekian dan sampai jumpa pada artikel selanjutnya…

Sumber :

  • Berbagai sumber

    ^^Menabung yang terbaik adalah, ketika kita membutuhkannya, tabungan tersebut bisa dan cukup untuk kita pergunakan^^(Pakdhe U)

    ** Hentikan peperangan, sekarang juga!! **

    Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Copyright@221211/2217 | Blog Client : Windows Live Writer 2011.

    Minggu, 01 Januari 2012

    Musim Hujan, Musim Banjir, Musim Penyakit.

    Pakdhe U, Jember-IDN. Di Indonesia, untuk periode tahun 2011/2012, musim hujan mulai menyapa secara keseluruhan wilayah nusantara adalah pada bulan-bulan Desember sampai sekitar bulan Maret yang akan datang. Namun, pada kenyataannya hal tersebut tidak bisa dipastikan secara tepat. Hal ini disebabkan karena adanya anomali cuaca (menurut ahli BMG-Badan Metrologi dan Geofisika), sehingga datangnya musim penghujan tidak bisa dipastikan. Bisa lebih cepat, atau bahkan mundur terlalu jauh.

    Membahas datangnya musim hujan, adalah sama halnya dengan membahas berbagai masalah baru. Musim penghujan selalu diidentikkan dengan adanya musim banjir dan musim penyakit. Banjir di kota-kota besar maupun timbulnya penyakit yang menyertainya, merupakan sebuah permasalahan tersendiri bagi sebuah komunitas hidup.

    Banjir, bagi sebagian masyarakat kota yang tinggal di bantaran sungai, merupakan hal yang jamak dan lumrah. Karena, banjir sudah merupakan peristiwa tahunan yang sudah pasti akan selalu terjadi setiap tahun. Padahal, jika kita bersedia meluangkan waktu untuk berpikir dengan jernih, pangkal permasalahan dari rutinitas banjir bisa ditemukan untuk kemudian diatasi.

    Salah satu penyebab terbesar dari musibah banjir ini, menurut penulis adalah; penataan ruang wilayah yang tidak terkoordinasi dengan baik. Sehingga menyebabkan peluang terjadinya alih fungsi lahan resapan air menjadi kawasan perumahan dan industri.

    Banyak sekali wilayah hutan, yang sejatinya adalah merupakan daerah penyangga atau resapan air, beralih menjadi kawasan Villa, Perumahan mewah, Daerah kawasan industri dan yang lebih tragis adalah menjadi korban pembalakan liar.

    Pun demikian, di wilayah perkotaan sendiri juga banyak sekali penyimpangan yang terjadi. Gorong-gorong, saluran pematusan air dan daerah bantaran sungai, banyak pula yang berubah bentuk maupun fungsinya. Banyak diantara saluran-saluran yang sebenarnya sangat vital mengatur banjir tersebut tertutup oleh lapak kaki lima, timbunan sampah dan bahkan menjadi daerah perumahan kumuh.

    Maka tidak heran jika kemudian banjir datang, diikuti pula oleh datangnya penyakit semacam, diare, disentri, kolera, gatal-gatal, pes, typhus dan banyak jenis-jenis penyakit lainnya. Lingkungan yang tidak bersih, berpadu dengan air banjir yang bercampur limbah, sangat sempurna menjadi kombinasi pembawa penyakit.

    Sebenarnya, dari sekian banyak solusi yang bisa kita temukan untuk mengatasi permasalahan banjir dan penyakit ini, solusi yang terbaik adalah menata dan mempersiapkan SDM (sumber daya manusia) yang bertanggungjawab. Karena sesungguhnya, semua permasalahan tersebut muncul karena kurang bertanggungjawabnya kita dalam menjaga lingkungan serta dalam menata wilayah pemukiman.

    Membuang sampah seenaknya di sungai, membangun gubug-gubug liar sepanjang bantaran sungai, menebang hutan membabibuta, merubah fungsi hutan menjadi villa dan sebagainya dan sebagainya, adalah bentuk nyata dari keserakahan manusia serta ketidakpedulian kita terhadap lingkungan.

    Dengan mempersiapkan SDM yang peduli dan bertanggungjawab sejak dini, maka secara lambat laun kita juga mempersiapkan wilayah perkotaan kita, maupun pedesaan, menjadi bebas banjir. Dengan bebas banji, maka otomatis akan bebas penyakit. Hidup kita menjadi lebih sehat dan berkualitas, tentunya.

    Semoga artikel ini bermanfaat dan sampai jumpa pada artikel selanjutnya..

    Sumber :

    • Gagasan Pribadi.
    • Berbagai Sumber.

    HENTIKAN PERANG SEKARANG JUGA !

    ^^ Dari hati yang bertanggungjawab akan menghasilkan tindakan yang bermanfaat dan bermartabat ^^(Pakdhe U)

    Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Copyright@231211/1920 | Blog Client : Windows Live Writer 2011.

    Menyapu Bersih Korupsi

    Pakdhe U, Jember-Indonesia. Korupsi, adalah momok, penyakit dan terror yang menakutkan bagi kita semua. Hampir semua negara, di belahan dunia manapun, sangat kewalahan dengan tindakan-tindakan korupsi. Oleh karenanya, untuk kesekian kalinya, penulis kembali menyajikan artikel tentang korupsi, dari sudut pandang yang berbeda.

    Korupsi, mau tidak mau memang harus disapu bersih! Memang harus diberantas sampai tuntas! Namun, bagaimana caranya? Jika terlalu banyak kotoran yang berserak di halaman rumah kita, bagaimana mungkin bisa dibersihkan oleh sebuah sapu yang lapuk? Tentu membutuhkan lebih dari sebuah sapu tegar dan operator-operator yang kuat, untuk bisa membersihkan halaman rumah kita.

    Sapu, dalam artikel ini, penulis identikkan dengan tatanan hukum dan perundang-undangan. Sedangkan operator, penulis identikkan sebagai aparat pelaksana hukum di lapangan dan siapa saja yang memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab atas terselenggaranya hukum dengan benar.

    Sapu dan operator sapu, adalah sebagian kecil dari sebuah mekanisme sistem pemberantasan korupsi. Bagian terpenting yang bisa menjadikan pemberantasan korupsi bisa berjalan adalah sistem pengawasan dan pendampingan. Karena, tanpa adanya pengawasan atau pendampingan, mustahil korupsi bisa diberantas. Kecuali, jika semua sistem tersebut sudah bobrok dan rusak.

    Dalam upaya pemberantasan korupsi, yang sangat perlu untuk kita cermati adalah; bagaimana korupsi bisa terjadi dan kapan sebenarnya korupsi itu dimulai?

    Menurut penulis, korupsi bisa terjadi disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

    1. Sifat serakah manusia, yang senantiasa ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
    2. Rendahnya nilai kejujuran dalam setiap individu, yang ironisnya, sudah terjadi sejak masa kanak-kanak.
    3. Sikap menyepelekan sesuatu yang bukan menjadi hak miliknya, namun sebenarnya juga menjadi tanggungjawabnya. Atau istilah lainnya adalah, tidak mempunyai sikap “Turut memiliki bagian.”
    4. Adanya celah atau peluang sebuah sistem manajemen keuangan yang bisa dipermainkan oleh setiap pelaksananya.

    Dari semenjak Nabi Adam, sifat serakah merupakan sifat dasar setiap manusia. Namun, bukan berarti keserakahan tidak bisa dikendalikan. Dengan bekal pendidikan Agama yang cukup, pengarahan dan pendampingan orang tua, sejak masa kanak-kanak dan pendidikan budi pekerti yang baik, niscaya keserakahan bisa dikendalikan hingga titik paling wajar.

    Seringkali kita temui, dalam sebuah kegiatan niaga maupun kegiatan yang lainnya, adanya rekayasa laporan keuangan justru didukung oleh orang-orang di sekitarnya. Misalnya, seorang sopir niaga hanya membelanjakan 75% dari uang bahan bakar, namun meminta nota 100% pada petugas SPBU. Ironisnya, petugas SPBU tersebut justru membiarkan tindakan tidak jujur sopir niaga tadi.

    Kebiasaan anak-anak yang meminta uang kembalian, atau mengambilnya langsung tanpa meminta, adalah merupakan salah satu benih penyebab ketidak jujuran dalam bekerja, sebagaimana yang dilakukan oleh sopir niaga pada ilustrasi penulis, di atas.

    Pun demikian, ketika ditanyakan alasan mereka melakukan tindakan penyelewengan nota tersebut, mereka selalu berdalih, “Toh, ini bukan uang saya. Kalaupun rugi, yang rugi kan bos?” Sungguh menyedihkan! Sikap kurang peduli dan kurang merasa turut memiliki, seperti inilah yang sebenarnya menjadi pangkal dari permulaan sebuah tindakan korupsi.

    Padahal, jika lebih bijaksana dan menggunakan akal sehat, tindakan mereka yang merugikan tersebut dapat berimbas kepada pendapatan ekonomi mereka sendiri. Bagaimana tidak? Jika Bos-bos mereka merugi, pada akhirnya bangkrut karena sudah tidak mampu lagi menjalankan usaha, maka para sopir niaga (pekerjanya) akan mendapatkan PHK. Ujung-ujungnya adalah tidak memiliki penghasilan.

    Membicarakan celah atau peluang kelemahan sebuah sistem manajemen ekonomi adalah juga membicarakan tentang keahlian para pakar ekonomi. Penulis hanyalah “Tukang Rumput” biasa, maka dalam artikel kali ini penulis tidak ingin mengupasnya terlalu jauh.

    Satu hal yang pasti, sebuah sistem manajemen ekonomi tidak akan memiliki kelemahan apapun, selama dalam penyusunan rancangan program, benar-benar dipikirkan dengan matang. Justru yang memberikan celah tersebut adalah individu-individu yang menjalankan sistem tersebut.

    Kesimpulan penulis dalam upaya bersama menyapu bersih korupsi adalah sebagai berikut :

    1. Tanamkan nilai-nilai kejujuran semenjak dini, kepada anak-anak kita.
    2. Tanamkan nilai-nilai moral dan perasaan turut memiliki, dengan harapan tumbuh keinginan untuk menjaga dan mengembangkan dengan benar.
    3. Pikirkan sebuah bentuk hukuman yang pantas dan sekiranya memberi pengaruh kuat bagi orang-orang lain untuk tidak turut serta berbuat korupsi atau curang. Hukuman tersebut bisa berupa Hukuman Mati, Penelanjangan di Depan Umum, Pengucilan atau Pengasingan. Hukuman terberat harus diberikan jika pelaku korupsi merupakan aparat hukum atau pejabat yang terkait hukum.
    4. Ganti semua sapu yang lapuk dengan sapu yang baru dan ganti pula operator sapu tersebut yang tidak memiliki kapabilitas memadai.
    5. Terakhir; Jangan pernah memberikan kesempatan kepada koruptor atau yang diindikasikan korupsi untuk menduduki jabatan politik, hukum dan pemerintahan. Masukkan mereka dalam Black List abadi.

    Demikian ulasan penulis dalam artikel pada posting edisi kali ini, semoga bermanfaat bagi anda semua dan sampai jumpa pada artikel selanjutnya..

    **Hentikan Perang, saat ini juga! Stop War, right now!**

    Sumber :

    • Pengalaman Pribadi
    • Gagasan Pribadi

    Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Copyright@161211/1957 |

    Blog Client : Windows Live Writer 2011

    “ Kehilangan terbesar bagi manusia adalah, ketika kita kehilangan jati diri, untuk bertindak benar “ (Pakdhe U)