Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Sabtu, 14 Januari 2012

Bentuk Soal Pilihan Ganda Berpotensi Mencetak Generasi Pasif?

Pakdhe U, Jember-IDN. Sejak beberapa tahun yang lalu, Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Pendidikan, merubah bentuk soal ujian dari yang semula seluruhnya berupa uraian, menjadi sebagian besar bentuk pilihan ganda dengan hanya sedikit soal uraian.

Jika ditinjau lebih lanjut, kebijakan ini boleh dikatakan sangat kontra-produktif terhadap realita hasil yang dicapai. Menurut penulis, bentuk soal pilihan ganda dalam setiap ujian, tidak bisa merepresentasikan daya saing siswa secara nyata.

Secara kebetulan, ada kerabat dari istri penulis yang menjadi guru sekolah menengah dan kedua orang tua penulis adalah pensiunan guru. Mereka semua sempat membagikan pengalamannya saat mengajar, terutama terkait dengan bentuk soal pilihan ganda.

Mereka sependapat, jika hasil yang diperoleh dari ujian dengan soal bentuk pilihan ganda memang tidak mencerminkan kecerdasan yang sesungguhnya dari setiap siswa. Karena, kebanyakan dari mereka yang nilainya bagus, hanya karena kebetulan saja.

Mungkin pembaca sekalian yang budiman pernah mendengar istilah Hitung Kancing? Nah, metode hitung kancing inilah yang sering dijadikan senjata pamungkas dalam menyelesaikan soal-soal pilihan ganda, jika kebetulan soal yang dihadapi ternyata cukup sulit.

Karena keberuntungan sedang berpihak, maka bukan sebuah keniscayaan jika kancing yang dihitung akan membawa menuju jawaban yang benar. Ya, hanya faktor kebetulan saja, serta selebihnya hanyalah keberuntungan. Jangan heran, karena penulis sendiri pernah mengalami masa seperti itu. Masa dimana kita dihadapkan pada pilihan sulit yang kita tidak tahu jawabannya. Dan satu-satunya cara hanyalah “menebak” melalui hitung kancing.

Sejatinya, tujuan diterapkannya bentuk soal pilihan ganda adalah selain cakupan materi yang disajikan bisa lebih banyak, karena jumlah soal yang disajikan bisa jauh lebih banyak, juga bertujuan untuk mempermudah siswa dalam mengerjakan soal, karena jawaban sudah disediakan.

Tujuan yang cukup baik. Namun, tidakkah dipikirkan dampak-dampak negatif yang kemungkinan muncul dikemudian hari? Seperti misalnya;hitung kancing, perjokian jawaban (karena cukup mudah, hanya tinggal menuliskan A, B,C, D atau E, sesuai jawaban yang diharapkan), bahkan bisa melalui pesan singkat sms.

Jika ada sebuah sekolah yang kelulusannya 100%, janganlah kita bangga dulu. Kita lihat nilai yang ada, bukan tidak mungkin seorang siswa yang menonjol prestasi hariannya ternyata masih dibawah nilai siswa yang lebih menonjol kemalasannya. Ya mungkin, siswa yang lebih malas tadi lebih beruntung karena metode hitung kancing.

Sekarang, coba kita mundur jauh ke belakang. Ke masa-masa jaman kolonial atau setelah kemerdekaan. Menurut para guru, sesepuh dan orang tua penulis, pada masa itu ujian sekolah, apalagi ujian negara hanya terdiri dari paling banyak 5 soal. Itupun dalam bentuk uraian, logika dan penjabaran yang cukup sulit. Sekalinya tidak bisa, ya tidak lulus.

Tapi coba lihat hasilnya? Kebanyakan dari mereka-mereka pada masa itu menjadi orang-orang yang hebat. Orang-orang yang cerdas dan aktif. Bandingkan dengan anak-anak sekarang, yang (meskipun hanya sebagian) cenderung pasif dalam menerima pelajaran.

Kenapa mereka pasif? Karena yang ada dalam benak mereka hanyalah pendapat bahwa pada saat ujian bentuk soal adalah pilihan ganda. Jawaban sudah ada dan tinggal pilih. Kalau tidak bisa, ya tinggal menebak dengan metode hitung kancing. Bahkan yang lebih parah lagi, mereka berpendapat tidak mungkin tidak lulus, toh akan ada sms atau joki jawaban dari guru mereka.

Benar tidaknya, penulis tidak mengetahuinya untuk di daerah lain. Tapi, untuk daerah di sekitar penulis tinggal, kenyataan itu ada. Kenyataan yang sangat nampak namun kebanyakan ditutup-tutupi atau sengaja dibuat tidak nampak. Ini penulis ketahui bukan hanya dari guru-guru yang penulis kenal, melainkan juga dari siswa-siswa yang sudah lulus dari sekolah. Menyedihkan.

Coba jika bentuk soalnya adalah uraian, penjabaran logika dan bukan pilihan ganda, siswa pasti akan lebih menguasai materi dan terdorong lebih keras belajar karena jawaban tidak disediakan. Mereka harus keras berusaha untuk menguasai materi jika ingin lulus ujian. Tidak perlu terlalu banyak, karena jika terlalu banyak tapi penguasaan materi tidak ada, sama juga dengan bohong.

Ingin mencetak generasi cerdas dan bukan generasi hitung kancing? Terapkan kembali bentuk soal uraian, penjabaran logika dan praktik dalam setiap ujian sekolah. Tingkatkan pendalaman materi dengan latihan-latihan soal bentuk uraian dan tanamkan kedisiplinan dalam diri siswa untuk bertanggung jawab mengemban tugas belajar.

Bayangkan saja; bagaimana jadinya jika pada suatu saat nanti negara kita yang tercinta dipimpin oleh seseorang yang dalam menentukan kebijakannya hanya menggunakan kancing baju? Atau lebih parah, oleh seorang yang hanya menebak saja?

“ Kita terapkan kebijakan ini saja…”

“ Eh, ternyata salah. Kalau begitu, coba yang itu saja…”

“ Masih belum tepat pragramnya. Ah, coba hitung kancing dulu; yang ini, yang itu, yang ini…… Nah, yang itu saja kita putuskan! “

Pembaca yang budiman sudah bisa menebak hasilnya kan? Jika negara ini dibangun dengan konsep coba-coba, trial and error, bongkar pasang dan tebak-tebak konsep melalui hitung kancing, Mau dibawa kemana negara ini ???

Sampai jumpa pada artikel-artikel yang lain…


^^ Ayo kita ciptakan bumi kita lebih damai. Hentikan peperangan sekarang juga ^^

Sumber : Diolah dari berbagai sumber yang terkait dengan materi artikel.

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Blog Client : Windows Live Writer 2011 | Copyright © 140112/2124 www.pakdheu.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar