Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Rabu, 15 Mei 2013

Inkonsistensi Pemberantasan Miras Di Indonesia

Oleh : Pakdhe U®

Jember—INA. Miras, atau singkatan dari minuman keras, adalah suatu minuman mengandung kadar alkohol yang sangat berpotensi merusak kesehatan manusia. Miras, merupakan salah satu dari sekian banyak hal buruk yang memberikan efek ketergantungan bagi siapapun yang mengkonsumsinya. Terlepas dari berapapun persentase kadar alkohol yang dikandungnya. Mau kadar alkoholnya 10%, 14% atau lebih sedikit dari itu, dalam pemakaian jangka waktu lama dampaknya akan sama, yaitu memberikan efek ketergantungan. Selain hal yang paling utama adalah merusak sistem metabolisme tubuh secara sistematik.

Miras juga merupakan salah satu hal yang dilarang oleh Agama, karena dapat menghilangkan akal sehat manusia. Memang, Miras bisa menjadikan siapapun yang mengkonsumsinya mabuk berat, atau kehilangan kesadarannya. Sering kita melihat dan mendengar adanya kecelakaan maut yang disebabkan karena pengemudinya terlalu mabuk setelah menenggak minuman keras. Miras kemudian dilarang peredarannya di Indonesia, ini terbukti dengan semain gencarnya razia-razia miras oleh aparat,akhir-akhir ini.

Mulai dari pinggir jalan, tempat nongkrong anak-anak muda, kafe-kafe, warung remang-remang, hotel dan penginapan kecil sampai tempat-tempat wisata, tak luput dari sasaran razia. Hasil yang didapatpun juga lumayan banyak. Ratusan,bahkan ribuan botol miras berhasil diamankan,dan bahkan kemudian dimusnahkan. Hebat? Kedengarannya memang cukup hebat! Lalu, apa karena razia yang gencar tersebut kemudian peredaran miras menjadi terhenti? Atau setidak-tidaknya berkurang?

Saya berpendapat, razia-razia yang dilakukan hanyalah sekedar show off saja. Benar, ratusan bahkan ribuan botol miras sudah dimusnahkan. Tapi, itu hanya sebagian kecil dari semua potensi yang ada. Pada kenyataannya, kaum muda yang senang mabuk-mabukan, di daerah saya, masih dengan bebasnya berpesta miras hampir setiap bulan. Padahal di sekitar daerah saya juga rajin diadakan razia miras. Kenapa begitu?

Usut punya usut, ternyata mereka yang berpesta miras tersebut sebagian besar bekerja, atau pernah bekerja di Pulau Bali. Memang daerah saya sangat dekat dengan Bali, hanya beberapa jam perjalanan saja. Mereka mengaku mendapatkan miras tersebut dari Hotel-hotel berbintang, tempat mereka dan teman mereka bekerja, dengan cara patungan dan kemudian mereka oplos menggunakan air tape, minuman bersoda dan sebagainya, yang saya tidak tahu apa saja itu, untuk bisa menghemat.

Mereka bukan menggunakan T**i M**ng, V**ka dan miras murahan lainnya, namun mereka menggunakan Wine, yang menurut saya juga termasuk miras, yang kemudian dioplos dengan bahan-bahan lainnya. Sungguh diluar dugaan, efek yang dihasilkan bahkan melebihi mengkonsumsi miras yang biasanya.

Dari kenyataan inilah, saya mengatakan jika niatan Pemerintah dalam memberantas peredaran miras tidak serius. Terjadi semacam inkonsistensi dalam penerapan peraturan anti miras. Di satu sisi, aparat Pemerintah merazia peredaran miras di warung-warung biasa, kafe kecil, tempat nongkrong dan sebagainya, namun razia tersebut tidak menyentuh, sama sekali tidak menyentuh hotel-hotel besar, kelab malam, kafe-kafe besar dan restoran-restoran mewah di tempat wisata terkenal, semacam Pulau Bali, padahal di tempat yang saya sebutkan tadi dengan mudahnya ditemukan minuman beralkohol dari kadar paling rendah sampai yang tertinggi.

Seharusnya, jika Pemerintah konsisten dalam komitmennya memberantas peredaran miras, demi menekan dampak buruk yang dihasilkannya, razia harus dilakukan secara menyeluruh. Sekali tidak boleh ada miras, harus tidak ada miras, baik di kampung, tempat wisata maupun Hotel Berbintang sekalipun. Dengan tanpa kecuali, harus ada pelarangan peredaran dan penjualan miras segala bentuk dan merek di Indonesia, tidak perduli mau di kafe biasa maupun kafe mewah, mau di warung remang-remang maupun kelab malam, atau mau di Losmen kecil maupun Hotel Berbintang.

Mungkin karena harga jual yang ditetapkan di tempat-tempat mewah tersebut sangat tinggi, dengan asumsi hanya masyarakat tertentu, atau wisatawan manca saja yang membelinya, kemudian berpotensi menghasilkan pendapatan pajak yang lumayan besar, maka adanya miras di tempat-tempat tersebut terkesan dibiarkan saja. Ini namanya inkonsisten bung!

Sudahlah, saya tidak ingin berharap banyak dari permasalahan ini. Saya hanya ingin Pemerintah lebih membuka mata lebar-lebar, lebih melapangkan hati seluas-luasnya dan lebih bijaksana dalam upaya memberantas peredaran miras. Stop penjualan miras segala bentuk, segala merek dan segala tingkat kadar alkohol di Indonesia, sekarang juga.(Pakdhe U®/Windows Live Writer/Blogger/Copyright©2013-1505)

Disarikan dari berbagai sumber.

ARTIKEL TERBARU >>

Senin, 06 Mei 2013

PhotoScape Bagi Yang Hobi Cetak Foto Digital

By : Pakdhe U ®

Jember—INA. Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa saat ini adalah era digital. Era dimana semua hal, baik yang sederhana maupun yang rumit, tersentuh oleh faktor digital atau lebih singkatnya adalah, semua serba digital dan praktis. Termasuk pula dalam dunia fotografi, tak luput dari sentuhan digital. Baik itu dalam perangkat, media maupun sistemnya, semua sudah serba digital.

Saya masih ingat betul ketika masih kecil, sekitar di tahun 90-an, waktu itu untuk mengabadikan sebuah momen kita masih harus menggunakan kamera analog, meskipun sudah ada kamera pocket yang simpel dan sederhana, namun tetap saja kita membutuhkan sebuah film, negatif film tepatnya, untuk menghasilkan sebuah hasil foto yang kita harapkan.

Itupun tidak serta merta langsung bisa kita nikmati hasilnya, masih harus melalui proses pencucian film, proses pencetakan dan baru bisa mengetahui hasilnya. Seringkali saya mendapatkan hasil yang buruk, tidak fokus dan bahkan tidak jadi. Yang ada hanyalah penyesalan dan kerugian, karena ternyata sebuah momen penting tidak dapat terdokumentasikan dengan baik.

Kini, dengan hadirnya era digital, semua hal terkait fotografi seolah menjadi begitu mudah. Bahkan dengan sebuah handphone berkamera saja kita sudah bisa memuaskan hasrat kita dalam hobi fotografi. Untuk menghasilkan foto yang kita inginkan juga tidak terlalu susah, hanya cukup melihat pada layar playback di setiap peralatan kamera atau handphone, edit sederhana dan simpan. Kalau tidak puas, bisa ambil gambar lagi, sangat mudah!

Permasalahan baru timbul ketika kita ingin mencetak foto-foto yang sudah kita dapatkan tadi. Terlalu banyak foto yang harus dicetak, tentu membutuhkan banyak (mungkin sangat) uang untuk mencetaknya di Lab foto. Belum lagi jika interval kita mengambil gambar termasuk sering. Bisa runyam jika harus bolak-balik ke Lab atau studio foto hanya untuk sekedar mencetak foto kita.

Saya yang sangat hobi fotografi, baik itu hunting obyek foto maupun edit ringan hasil foto, tentu sangat mengharapkan hasil cetakan yang berkualitas untuk mempelajari dan mengembangkan kemampuan fotografi saya. Jika harus bergantung pada studio foto, tentu sangat tidak ekonomis (baca: mahal).

Beruntung pada saat saya surfing internet, saya menemukan solusi atas permasalahan saya tersebut. Saya berhasil menemukan PhotoScape, yang menurut saya cukup simpel dan menawarkan kemudahan dalam mencetak foto sesuai keinginan kita.

Apa itu PhotoScape?

PhotoScape adalah sebuah software free yang didedikasikan untuk mencetak foto digital kita dalam berbagai ukuran yang kita kehendaki di atas kertas cetak apapun yang kita inginkan. bahkan di kertas biasa. Kenapa? Karena PhotoScape terintegrasi dengan printer kita. Jadi, settingan printer kita juga merupakan settingan PhotoScape.

Interface Photoscape

Gambar ini adalah tampilan awal dari program PhotoScape yang nampak bersih dan simpel. Di sebelah kiri adalah gambar yang disediakan oleh PhotoScape dan akan selalu berganti jika kita terhubung ke internet. Meskipun demikian, kita juga bisa memilih untuk tidak menampilkannya. Sedangkan di sisi sebelah kanan adalah deretan menu dalam format rotasi yang meliputi, editor, print, dan sebagainya.

Tampilan

Gambar ini adalah tampilan jendela print foto, dimana sebelah kiri adala deretan file atau folder yang bisa kita cetak. Sedangkan sisi sebelah kanan adalah file foto yang siap untuk dicetak. Untuk mengambil file dari sisi kiri untuk ditempatkan di sisi kanan sangat mudah, hanya menggunakan sistem drag & drop. Atau bisa juga dari editor kita menggunakan copy paste.

Pilihan Ukuran

Mengenai ukuran foto yang bisa kita dapatkan? Jangan khawatir, karena PhotoScape menyediakan ukuran dari 3x4 sampai batasan maksimum kemampuan printer kita. Ini karena dalam PhotoScape kita bisa mengeset ukuran sesuka kita. Mau 4x6, 10x15, 20x25 bahkan 100x200 cm. Semuanya sangat mudah meskipun terbatas pada kemampuan printer kita.

Sedangkan bagi anda yang lebih kreatif atau kreatifitasnya gila-gilaan, dalam menu editor foto, meskipun tidak selengkap dan secanggih Photosop, anda bisa mengubah foto anda menjadi lucu, menarik dan lain dari yang lain. Karena PhotoScape menyediakan beberapa tool untuk menambah dan mempercantik gambar atau foto digital kita.

Mengapa Harus PhotoScape?

Saya menggunakan PhotoScape sejak tahun lalu, dan tidak ada masalah dalam hal mencetak foto. Apa yang terlihat dalam screen komputer, itulah yang tercetak, dalam arti sama sekali tidak terjadi kesalahan warna, gradasi warna berlebih maupun hilangnya bagian foto.

Saya sudah memiliki koleksi puluhan foto yang dicetak menggunakan PhotoScape dan semua koleksi saya tersebut hanya dicetak di atas kertas HVS 70 gsm. Hebatnya lagi, kualitas yang didapat sangat bagus untuk ukuran mencetak di kertas biasa. Hasil yang sedikit lebih baik saya dapatkan ketika mencetak pada kertas foto, meskipun yang cukup murah.

Yang menjadi kepuasan bagi saya adalah, PhotoScape memiliki settingan cetak sesuai dengan settingan printer kita. Kebetulan printer saya Canon memiliki settingan cetak poster, dan dari settingaan cetak poster tersebut saya sudah mencetak 10 lebih foto berukuran mulai 2xA4, 4xA4, 9xF4 dan 2xF4. Semuanya memiliki hasil yang maksimal. Saya pajang foto tersebut di atas dinding dan nampaklah seperti foto keluaran studio.

Dapatkan PhotoScape

Jadi, jika anda adalah penghobi dunia fotografi digital, penghobi cetak foto digital dan memiliki kreatifitas tanpa batas, untuk mendampingi Photosop, CorelDraw atau software multimedia lainnya, silahkan coba PhotoScape  sekarang juga di sini (Softonic) atau kunjungi website PhotoScape langsung.

Rara Cantiknya nya

Ini adalah foto Putri kesayangan saya yang sudah di “permak” dengan menambahkan rambut yang lebat, padahal usianya masih 10 bulan. Foto ini juga salah satu foto yang saya besarkan 2 x kertas A4 dan saya pajang di ruang tamu. Sekian saja ulasan saya, sampai jumpa pada tulisan berikutnya. Salam.

Penulis, Editor : Pakdhe U/Windows Live Writer/©605-2013.

Sumber :

  1. PhotoScape
  2. Google
  3. Pengalaman Pribadi
  4. Sumber-sumber lain.

ARTIKEL TERBARU >>

Jumat, 03 Mei 2013

Belajar Tentang Sesuatu Yang Abstrak

Anatomi Kepuasan

Oleh : Pakdhe U®

Jember—INA. Kata puas, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah identik dengan tercukupi, lega, pas dan cocok. Namun, puas juga bisa diartikan sebagai bentuk rasa yang tidak bisa digambarkan, dideskripsikan dengan jelas dan dipadupadankan dengan kalimat apapun. Percaya atau tidak, tingkat kepuasan seseorang antara satu dengan yang lainnya ternyata adalah tidak sama. Perbedaan tersebut ternyata juga dipengaruhi oleh tingkat emosional, kesejahteraan dan pendidikan masing-masing individu tersebut.

Meskipun tingkat pendidikannya sama, belum tentu juga memiliki tingkat kepuasan yang setara. Contohnya; ada dua orang sarjana ekonomi, dalam memilih kendaraan harian, antara satu dengan yang lainnya pasti akan berbeda. Memang ini sudah masuk ke ranah selera, namun tingkat kepuasan yang dicapai pasti akan berbeda. Sarjana yang satu akan cukup puas menggunakan motor, dengan alasan ekonomis, lincah dan praktis. Sementara Sarjana yang satunya baru bisa merasa puas kalau menggunakan sedan saloon, dengan alasan lebih prestise, nyaman dan mewah.

Ada lagi contoh; kali ini adalah atas dasar kesamaan gender. Ada dua wanita lajang yang sama-sama penghobi masak. Satu wanita sangat puas dengan hasil kue karyanya, meski tanpa hiasan coklat di atasnya. Sementara wanita yang satunya belum pernah merasa puas jika belum ada hiasan coklat di atas kue karyanya. Lalu, apa sebenarnya definisi dari kepuasan itu? Relatif. Semuanya sangat relatif.

Nilai kepuasan atas sesuatu, atas segala hal dan atas apapun juga, termasuk tentang pelayanan umum, sepenuhnya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari karakter individu manusia. Benar, ada yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak pernah merasa puas. Namun jangan lupakan satu hal, bahwa meskipun manusia tidak pernah merasa puas, kepuasan itu pasti akan menyentuh batasnya. Kapan? Ketika manusia sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk meningkatkan tingkat kepuasannya. Mungkin karena keterbatasan ekonomi, keterbatasan ilmu, keterbatasan waktu dan keterbatasan-keterbatasan lainnya, yang memang keterbatasan itu merupakan sebuah kewajaran bagi manusia.

Pernah main game? Meskipun anda sudah berhasil menyentuh level tertinggi, adakalanya anda belum puas bukan? Dan masih ingin terus meningkatkan level meskipun tingkat skill anda terbatas sampai pada level tersebut. Hasil akhirnya adalah anda cukup merasa, atau harus terpaksa puas dengan hasil tersebut. Ini adalah contoh kepuasan yang tertahan karena keterbatasan kemampuan. Benar?

Anda bisa menyopir? Pernah bermimpi punya kendaraan yang mewah sendiri? Tapi karena keterbatasan ekonomi, anda harus terpaksa puas mengendarai atau menyopiri mobil sejuta umat, bekas lagi, meskipun dalam benak anda ada keinginan untuk mengendarai mobil sport mewah.

Atau, jika anda seorang guru; apakah anda sudah puas dengan pekerjaan anda? Hanya seorang guru dan bukan Kepala Sekolah? Saya yakin, meskipun anda cukup puas dengan pekerjaan sebagai guru saja, pernah suatu ketika ada keinginan untuk menjadi Kepala Sekolah. Tapi sayang, karena keterbatasan kemampuan dalam memimpin, maka keinginan tersebut harus terkubur dalam dan sampai di situlah batas kepuasan anda.

Andai saja semua parameter kepuasan tersebut diterapkan dalam bidang religi, yang pada kenyataannya banyak yang tidak menerapkannya, tentu nilai spiritual kita akan sangat baik. Bayangkan; ketika kita tidak merasa cukup puas dengan ibadah kita sehari-hari, maka akan ada upaya untuk meningkatkan nilai ibadah kita sampai batas kepuasan maksimum kita. Misalnya, dengan menambah amal kebaikan, dengan meningkatkan silaturahmi kebaikan sesama, dan melakukan hal-hal lain yang lebih bermanfaat tentunya terkait dengan keyakinan ibadah kita.

Jika sebelumnya kita hanya ibadah wajib saja tanpa ada ibadah yang lain, maka kita akan lebih puas jika kemudian ditambah ibadah sering menyantuni anak yatim. Dan akan lebih merasa puas lagi jika ditambah lagi sering menyantuni para fakir miskin, dan lain sebagainya. Hasil akhirnya adalah kesinambungan ibadah akan terjaga.

Ingat, manusia tidak akan pernah merasa puas atas segala hal. Kepuasan yang didapat mungkin hanyalah keterpaksaan karena keterbatasan. Karena sudah menjadi sifat dasar manusia perasaan tidak pernah puas itu. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa pada tulisan selanjutnya.

Pakdhe U®/Blogger/Windows Live Writer/Copyright©2013-0305.

Sumber : Pendapat Pribadi

ARTIKEL TERBARU >>

Kamis, 02 Mei 2013

MERANCANG SKENARIO PENDIDIKAN NASIONAL

Refleksi Memperingati Hari Pendidikan Indonesia

Ditulis Oleh : Pakdhe U®

Tut Wuri Handayani 2Jember—INA. Bulan lalu adalah bulan yang kelam bagi Pendidikan Indonesia. Kegagalan pelaksanaan UN secara serentak, khususnya di tingkat SMU/Sederajat, yang tidak hanya mencoreng dunia Pendidikan di Indonesia, namun juga memberikan preseden buruk bagi masa depan pendidikan itu sendiri. Entah siapa yang patut dan harus bertanggungjawab atas kejadian tersebut, yang pasti untuk ke depannya jangan lagi ada kejadian yang serupa seperti itu terulang kembali. Cukup saat itu saja momen memalukan bangsa terjadi.

Dunia Pendidikan di Indonesia, seharusnya mendapatkan perhatian khusus yang sangat serius. Ini mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas dan beragam. Dikelilingi lautan, bergunung-gunung dan ketiadaan sarana serta prasarana infrastruktur yang lengkap di pulau-pulau kecil terluar. Kesulitan-kesulitan inilah yang menjadikan skenario standarisasi pendidikan secara Nasional akan gagal.

Pemerintah mengharapkan kesetaraan kualitas, baik output maupun input, pendidikan dari Sabang sampai Merauke. Dari kota besar sampai kota kecil maupun daerah terpencil. Kesetaraan layanan pendidikan dan kesetaraan sarana dan prasarana pendidikan juga tak luput dari harapan Pemerintah.

Tapi, khusus untuk wilayah Indonesia yang demikian luas, demikian beragam dan demikian sulit, skenario standarisasi pendidikan tidaklah bisa diterapkan begitu saja. Mengingat daya dukung masyarakat, wilayah, dan kemampuan siswa di masing-masing daerah tidaklah sama. Katakanlah di Pulau Jawa, jangan kita bicarakan luar Jawa apalagi pulau terpencil, antara kota besar semacam Surabaya dengan kota kecil semacam Jember, sangat jauh perbedaan kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran. Untuk tingkat kecamatan saja, antara di Surabaya dan di Jember juga bagaikan bumi dan langit.

Mengapa demikian? Di daerah pinggiran, layanan pendidikan masih tradisional dan tidak memiliki perlengkapan pendukung yang memadai, sehingga proses penyerapan materi pendidikan sangat terhambat. Sedangkan di kota,semua serba canggih, lengkap dan sangat mendukung proses penyerapan materi pendidikan. Dari sisi pola pikir siswa pinggiran dengan siswa kota pun sangat terdapat kesenjangan yang berarti. Kalaupun siswa pinggiran mendapatkan alat pendukung lengkap, diseragamkan dengan siswa kota, belum tentu juga mereka bisa mempergunakannya dengan baik dan benar. Alih-alih untuk membantu meningkatkan daya serap siswa, yang ada malah menjadikan siswa bingung dan alat tersebut jadi rusak.

Dengan adanya permasalahan perbedaan daya dukung lingkungan terhadap pendidikan, perbedaan pola pikir siswa, latar belakang orang tua siswa dan hal-hal lainnya, seharusnya mulai saat ini Pemerintah sudah merancang skenario pendidikan nasional secara terperinci dan jelas. Memang akan tetap ada standar nasional, namun konteks penerapan dan penyusunan materi pembelajaran maupun sistem pengajaran harus diubah disesuaikan dengan kemampuan lingkungan, kemampuan siswa, kemampuan guru dan kempuan daya dukung sarana prasarana setempat.

Kurikulum utama bisa saja sama dan harus berlaku minimal 5 tahun, dengan isi materi yang disesuaikan dengan daya tangkap wilayah masing-masing. Sebab, jika tidak berlaku minimal 5 tahun, atau setiap tahun ganti kurikulum, dengan alasan mengikuti perkembangan jaman, guru dipastikan akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kurikulum. Siswa senior atau kakak kelas juga tidak akan mampu membimbing adik-adiknya di luar kelas karena adanya perbedaan kurikulum.

Apapun skenarionya, saya mengharapkan hal tersebut harus merangkul kepentingan semua pihak. Harus mampu memenuhi kebutuhan dasar pendidikan bagi semua pihak, baik di daerah maju maupun di daerah terpencil. Yang terpenting adalah, jangan sampai bidang pendidikan dijadikan mainan oleh pejabat yang korup, pejabat yang tidak bertanggungjawab maupun pejabat yang tidak becus kerja. Sampai jumpa pada tulisan selanjutnya. (Pakdhe U®/Blogger/Windows Live Writer/Copyright©2013-0205).

Disarikan dari berbagai sumber.

ARTIKEL TERBARU >>