Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Minggu, 01 Januari 2012

Menyapu Bersih Korupsi

Pakdhe U, Jember-Indonesia. Korupsi, adalah momok, penyakit dan terror yang menakutkan bagi kita semua. Hampir semua negara, di belahan dunia manapun, sangat kewalahan dengan tindakan-tindakan korupsi. Oleh karenanya, untuk kesekian kalinya, penulis kembali menyajikan artikel tentang korupsi, dari sudut pandang yang berbeda.

Korupsi, mau tidak mau memang harus disapu bersih! Memang harus diberantas sampai tuntas! Namun, bagaimana caranya? Jika terlalu banyak kotoran yang berserak di halaman rumah kita, bagaimana mungkin bisa dibersihkan oleh sebuah sapu yang lapuk? Tentu membutuhkan lebih dari sebuah sapu tegar dan operator-operator yang kuat, untuk bisa membersihkan halaman rumah kita.

Sapu, dalam artikel ini, penulis identikkan dengan tatanan hukum dan perundang-undangan. Sedangkan operator, penulis identikkan sebagai aparat pelaksana hukum di lapangan dan siapa saja yang memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab atas terselenggaranya hukum dengan benar.

Sapu dan operator sapu, adalah sebagian kecil dari sebuah mekanisme sistem pemberantasan korupsi. Bagian terpenting yang bisa menjadikan pemberantasan korupsi bisa berjalan adalah sistem pengawasan dan pendampingan. Karena, tanpa adanya pengawasan atau pendampingan, mustahil korupsi bisa diberantas. Kecuali, jika semua sistem tersebut sudah bobrok dan rusak.

Dalam upaya pemberantasan korupsi, yang sangat perlu untuk kita cermati adalah; bagaimana korupsi bisa terjadi dan kapan sebenarnya korupsi itu dimulai?

Menurut penulis, korupsi bisa terjadi disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

  1. Sifat serakah manusia, yang senantiasa ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
  2. Rendahnya nilai kejujuran dalam setiap individu, yang ironisnya, sudah terjadi sejak masa kanak-kanak.
  3. Sikap menyepelekan sesuatu yang bukan menjadi hak miliknya, namun sebenarnya juga menjadi tanggungjawabnya. Atau istilah lainnya adalah, tidak mempunyai sikap “Turut memiliki bagian.”
  4. Adanya celah atau peluang sebuah sistem manajemen keuangan yang bisa dipermainkan oleh setiap pelaksananya.

Dari semenjak Nabi Adam, sifat serakah merupakan sifat dasar setiap manusia. Namun, bukan berarti keserakahan tidak bisa dikendalikan. Dengan bekal pendidikan Agama yang cukup, pengarahan dan pendampingan orang tua, sejak masa kanak-kanak dan pendidikan budi pekerti yang baik, niscaya keserakahan bisa dikendalikan hingga titik paling wajar.

Seringkali kita temui, dalam sebuah kegiatan niaga maupun kegiatan yang lainnya, adanya rekayasa laporan keuangan justru didukung oleh orang-orang di sekitarnya. Misalnya, seorang sopir niaga hanya membelanjakan 75% dari uang bahan bakar, namun meminta nota 100% pada petugas SPBU. Ironisnya, petugas SPBU tersebut justru membiarkan tindakan tidak jujur sopir niaga tadi.

Kebiasaan anak-anak yang meminta uang kembalian, atau mengambilnya langsung tanpa meminta, adalah merupakan salah satu benih penyebab ketidak jujuran dalam bekerja, sebagaimana yang dilakukan oleh sopir niaga pada ilustrasi penulis, di atas.

Pun demikian, ketika ditanyakan alasan mereka melakukan tindakan penyelewengan nota tersebut, mereka selalu berdalih, “Toh, ini bukan uang saya. Kalaupun rugi, yang rugi kan bos?” Sungguh menyedihkan! Sikap kurang peduli dan kurang merasa turut memiliki, seperti inilah yang sebenarnya menjadi pangkal dari permulaan sebuah tindakan korupsi.

Padahal, jika lebih bijaksana dan menggunakan akal sehat, tindakan mereka yang merugikan tersebut dapat berimbas kepada pendapatan ekonomi mereka sendiri. Bagaimana tidak? Jika Bos-bos mereka merugi, pada akhirnya bangkrut karena sudah tidak mampu lagi menjalankan usaha, maka para sopir niaga (pekerjanya) akan mendapatkan PHK. Ujung-ujungnya adalah tidak memiliki penghasilan.

Membicarakan celah atau peluang kelemahan sebuah sistem manajemen ekonomi adalah juga membicarakan tentang keahlian para pakar ekonomi. Penulis hanyalah “Tukang Rumput” biasa, maka dalam artikel kali ini penulis tidak ingin mengupasnya terlalu jauh.

Satu hal yang pasti, sebuah sistem manajemen ekonomi tidak akan memiliki kelemahan apapun, selama dalam penyusunan rancangan program, benar-benar dipikirkan dengan matang. Justru yang memberikan celah tersebut adalah individu-individu yang menjalankan sistem tersebut.

Kesimpulan penulis dalam upaya bersama menyapu bersih korupsi adalah sebagai berikut :

  1. Tanamkan nilai-nilai kejujuran semenjak dini, kepada anak-anak kita.
  2. Tanamkan nilai-nilai moral dan perasaan turut memiliki, dengan harapan tumbuh keinginan untuk menjaga dan mengembangkan dengan benar.
  3. Pikirkan sebuah bentuk hukuman yang pantas dan sekiranya memberi pengaruh kuat bagi orang-orang lain untuk tidak turut serta berbuat korupsi atau curang. Hukuman tersebut bisa berupa Hukuman Mati, Penelanjangan di Depan Umum, Pengucilan atau Pengasingan. Hukuman terberat harus diberikan jika pelaku korupsi merupakan aparat hukum atau pejabat yang terkait hukum.
  4. Ganti semua sapu yang lapuk dengan sapu yang baru dan ganti pula operator sapu tersebut yang tidak memiliki kapabilitas memadai.
  5. Terakhir; Jangan pernah memberikan kesempatan kepada koruptor atau yang diindikasikan korupsi untuk menduduki jabatan politik, hukum dan pemerintahan. Masukkan mereka dalam Black List abadi.

Demikian ulasan penulis dalam artikel pada posting edisi kali ini, semoga bermanfaat bagi anda semua dan sampai jumpa pada artikel selanjutnya..

**Hentikan Perang, saat ini juga! Stop War, right now!**

Sumber :

  • Pengalaman Pribadi
  • Gagasan Pribadi

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Copyright@161211/1957 |

Blog Client : Windows Live Writer 2011

“ Kehilangan terbesar bagi manusia adalah, ketika kita kehilangan jati diri, untuk bertindak benar “ (Pakdhe U)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar