Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Sabtu, 30 November 2013

Dimana-mana Ada “Tikus”

Something Else : Pakdhe U ®

Jember.id.. Membicarakan tikus, biasanya identik dengan sesuatu hal yang menjijikkan, sesuatu tentang penggerogotan dan kadang juga dikaitkan dengan penyakit menular. Umumnya, tikus dikaitkan dengan tindakan yang bersifat penggelapan, pungutan liar maupun ketidakjujuran. Tikus, secara kasar dilekatkan pada sosok seorang yang korupsi.

Membaca judul di atas, timbul pertanyaan; apakah tempat kita memang parah, sampai-sampai ada tikus dimana-mana? Tapi, tikus dalam judul tadi adalah sebuah bahasa kiasan yang merujuk pada oknum koruptor, pemeras dan pemungut liar, yang notabene memang tersebar dimana-mana.

Sekarang, janganlah kita menjadi munafik atau menafikkan diri terhadap kenyataan yang ada. Jangan pula kita mencoba menutup-nutupi apa yang sangat jelas terlihat diantara kita. Jangan pula kita menjadi naif dan pura-pura tidak tahu dengan kenyataan yang sudah menjadi rahasia umum ini.

Tahun depan adalah tahun politik bagi Indonesia. Bukan tidak mungkin, mulai saat ini sudah ada gerakan-gerakan yang bertujuan untuk mendulang suara pada Pemilu nanti. Para team sukses calon atau bakal calon yang maju, dengan atau tanpa sepengetahuan si calon atau bakal calon, sudah mulai melaksanakan pendekatan-pendekatan material ke calon pemilih potensial. Ini artinya, dengan menggunakan bahasa halus, Tikus-tikus sudah mulai bergerilya melakukan politik uang. Catatan: Tidak semua calon dan bakal calon melakukan tindakan ini!

Beralih ke bidang lain; pendidikan. Jual beli kedudukan Kepala Sekolah, Kepala UPT dan beberapa jabatan Struktural lainnya, sepertinya sudah menjadi hal yang umum, meskipun tidak terlihat secara nyata. Ada beberapa kasus yang mengindikasikan hal ini; satu orang yang jujur dan jauh dari lingkaran birokrasi, cerdas secara alami dan sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin; ternyata pada kenyataan di lapangan harus rela tunduk pada rekannya yang lebih dekat ke lingkaran birokrasi, lebih berbobot (baca: tebal dompetnya), meskipun secara intelektual tergolong standar.

Di bagian lain, LPMP (Lembaga Peningkatan Mutu Pendidikan) yang bertugas untuk menuntun para pendidik untuk menjadi lebih tinggi tingkatan profesionalitasnya, ternyata juga gatal ikut bermain-main ala tikus. Dengan halus mereka menawarkan jasa pembuatan PTK (Penelitian Tindakan Kelas; Sejenis karya tulis untuk prasyarat kenaikan pangkat/golongan) dengan menyebutkan sejumlah biaya yang dikatakan untuk penggantian materi dan administrasi. Yang tergiur dengan tawaran ini, harus merelakan 5 juta rupiah untuk mendapatkan nilai kredit poin sempurna.

Sedangkan bagi mereka yang “lurus-lurus” saja, memilih menyusun sendiri PTK, harus menerima kenyataan nilai kredit poin mereka hanya 1 atau nol, meskipun sebenarnya karya mereka termasuk baik. Sedangkan bagi yang mampu memberikan sedikitnya 1 juta, angka kredit untuk PTK yang diperoleh hanyalah 1 saja.

Hiruk pikuk pendataan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) juga mengguratkan sepenggal cerita tentang tikus-tikus kantor. Operator sekolah yang merasakan kesulitan untuk mengisi data yang diperlukan untuk sinkronisasi Dapodik, harus rela menghadapi kenyataan bahwa pihak Operator UPT Kecamatan siap mengerjakan input atau revisi data yang dimaksud, tapi kesiapannya tersebut diikuti dengan bisik-bisik tentang adanya biaya administrasi yang besarnya tergantung kesepakatan namun dihitung per kepala siswa dari sekolah yang diupdate datanya. Andaikan sebuah sekolah memiliki siswa 100 orang dan biaya yang dikutip hanya 10 ribu per kepala, ini artinya tikus tersebut meraup pendapatan satu juta rupiah?!

Ada juga cerita tentang pungutan tidak resmi bagi para penerima tunjangan profesi yang besarannya antara 500 ribu sampai 1 juta, dengan dalih pemerataan bagi mereka yang belum mendapatkan sertifikasi. Bahkan ada daerah yang sengaja menunda pencairan tunjangan ini selama beberapa bulan untuk didepositokan, untuk meraup bunga dari deposito tersebut. (diceritakan oleh oknum pelaku yang pernah bertemu saya dan mengira saya hanya tukang rumput biasa) Pelakunya kebetulan petugas Bank yang bekerjasama dengan pihak UPT. (Catatan: Kebenaran versi ini masih perlu diragukan, karena saya dan atau kolega saya tidak mengalami sendiri).

Ada juga cerita tentang Pak kampung yang dengan lahapnya meminta sejumlah uang (nilainya tidak tentu, tergantung keadaan ekonomi warga) untuk pengurusan KTP, Kartu Keluarga, Surat Kematian, Akte Jual Beli tanah dan segala hal terkait administrasi kependudukan. Meskipun nantinya di Kantor Desa masih ada juga pungutan dengan dalih sebagai biaya administrasi.

Apapun yang saya sampaikan dalam tulisan kali ini adalah merupakan contoh-contoh betapa Tikus itu sudah menyebar dimana-mana. Lingkungan manapun yang “basah”, berlimpah uang, memiliki potensi pemasukan uang yang besar dan memiliki potensi bisa diperalat, maka Tikus itu betah berlama-lama di tempat tersebut.

Coba anda amati sekitar anda? Mungkinkah apa yang saya tulis, juga menjadi pengalaman anda?….

Penulis : Pakdhe U ® | Windows Live Writer | Blogger | You Tube | Copyright © 2013.

Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar