Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Senin, 11 November 2013

1001 Kisah Berhadapan Dengan Polisi

Artikel Oleh : Pakdhe U®

Jember.id.. Pernahkan anda sekalian berurusan dengan Polisi? Bagaimanakah rasanya berurusan dengan Polisi? Ribet? Menghabiskan banyak waktu, biaya dan tenaga? Mungkin benar, tapi mungkin juga salah. Berikut ini penulis sampaikan beberapa rangkaian cerita faktual tentang “berurusan dengan Polisi,” yang semuanya saya dapatkan dari cerita berdasarkan pengalaman pribadi beberapa rekan dan kolega yang dirangkum sedemikian rupa. Mungkin beberapa diantara cerita tersebut pernah anda alami juga.

PENGALAMAN (hampir) DITILANG DI LUAR KOTA

Melanggar rambu-rambu lalu-lintas? Bisa ditebak, pada akhirnya pasti kena tilang! Tapi, kalau kita beruntung karena sedikit ngeyel, mungkin kita hanya kena teguran saja. Paling apes, ya jadi tontonan warga karena bersitegang dengan Polisi.

Ini adalah cerita kakak kandung saya, yang tinggal di Karawang, Jawa Barat. Datang berkunjung ke rumah orang tua dan rumah saya pada saat lebaran lalu. Mereka kemudian mengajak kami mengunjungi kerabat yang ada di Kota Wlingi, Blitar.

Brian Cakep 1

Nah, di kota Wlingi itulah kami “terpaksa” harus berurusan dengan Polisi. Kenapa, karena menurut mereka kami telah melanggar rambu-rambu larangan masuk yang ada di pangkal jalan. Karena kami merasa tidak pernah melihat rambu tersebut, Kakak berdua ngeyel pada Polisi tersebut.

Alasan Kakak ngeyel karena di jalan yang sama, ternyata banyak sekali kendaraan roda 2 yang melintas. Jawaban Polisi tersebut adalah; kendaraan dilarang masuk “kecuali” roda dua. Karena Kami memang tidak pernah merasa melihat rambu yang dimaksud, kami tetap ngeyel tidak mau di tilang, dengan pertimbangan kami berasal dari luar kota yang sudah tentu tidak paham perubahan lalu-lintas yang ada. Karena seingat kami, beberapa tahun lalu, saat terakhir ke Wlingi, jalan itu masih belum satu arah.

SAM_1816SAM_1835

Salah satu diantara Polisi itu malah berang sambil mengeluarkan kata-kata tidak pantas dari mulutnya; “Kami ini bukan an**ng penjaga jalan yang harus menjaga 24 jam!” Wuuizz, keluar dah kebun binatangnya, dan disambut dengan tenang oleh kakak; “Kami tidak pernah menganggap anda seperti yang baru saja anda katakan. Dan kata-kata itu bukan saya yang mengucapkan, melainkan anda sendiri.”

Akhirnya, seorang Polisi yang lainnya menengahi dan kemudian mengijinkan kami melanjutkan perjalanan dengan pertimbangan bahwa kami memang dari luar kota. Kami dengan senang hati pergi dan sengaja memutar menuju pangkal jalan untuk melihat rambu yang dimaksud. Ternyata rambu tersebut memang ada, tapi penempatannya tertutup pohon dan terlalu jauh masuk setelah pertigaan. Boleh dikatakan rambu tersebut menyesatkan dan menjebak.

GARA-GARA GATAL, KENA TILANG

Lain lagi cerita tetangga saya yang satu ini, dia kena tilang di Banyuwangi gara-gara dadanya gatal. Bagaimana? Kok bisa? Tetangga saya ini, sebut saja Tar, berprofesi sebagai sopir ELF untuk keperluan rombongan. Kebetulan saat kejadian sedang membawa keluarga besarnya menghadiri resepsi pernikahan di Banyuwangi.

Mobil ELF yang dibawa cukup lengkap, ada AC, Video dan tentu sabuk pengaman baris depan. Nah, di sektor sabuk pengaman inilah yang kemudian membuat Polisi yang sedang melakukan razia akhirnya menjatuhkan tilang. Apa karena Tar tidak memakai sabuk pengaman? Saya saksinya, sejak keluar dari rumah, yang namanya sabuk pengaman itu sudah terpasang dengan sempurna.

Nah, kejadiannya di suatu wilayah di Banyuwangi, dengan kondisi jalan agak menikung dan sangat sulit untuk melihat apakah ada razia Polisi atau tidak, dari arah Jember, Tar merasa dadanya gatal. Yang namanya gatal tentu saja harus menggaruk supaya berkurang gatalnya. Meskipun begitu, tar tidak sejenakpun melepas sabuk pengaman.

Tiba-tiba ELF dihentikan oleh Polisi dengan alasan pengemudi tidak mengenakan sabuk pengaman dan mengenakan saat kepergok razia. Tentu saja Tar mengelak karena memang tidak pernah merasa melepas sabuk pengaman. Tar berkali-kali mengatakan kalau saat itu dadanya gatal dan dia sedang menggaruk, bukan sedang memasang sabuk pengaman.

Kami semua penumpangnya juga membela Tar, dan bersaksi kalau sabuk itu memang terpasang sejak awal. Tapi apa yang terjadi? Setelah mengetahui bahwa kami adalah rombongan satu keluarga, mereka (Polisi) malah mengatakan bahwa kesaksian kami adalah palsu dan hanya untuk membela keluarga belaka.

Setelah bersitegang cukup lama, akhirnya salah satu Polisi tersebut menengahi dengan meminta Rp. 50.000,- sebagai ganti tilang. Meskipun setengahnya kami diperas, akhirnya kami berikan saja sejumlah uang yang diminta, daripada harus kembali ke Banyuwangi untuk sidang.

PER KEPALA 50 RIBU

Suatu ketika saya mengantarkan teman menuju salah satu wilayah lain di Jember. Motor yang digunakan kebetulan hanya memiliki satu spion. Saya yakin jika ada razia pasti kena. Dan keyakinan saya benar-benar terbukti! Di jalan yang kami lalui ternyata memang ada razia, dan kami memang dihentikan oleh Polisi.

Setelah ngomong panjang lebar tentang pelanggaran kami, Polisi tersebut menawarkan “titip sidang” jika kami memang tidak bisa menghadiri sidang. Saya kemudian bertanya; “kalau titip, berapa?” Wajar dong dong saya bertanya begitu?

Polisi yang gagah tersebut menjawab; “Denda pokoknya saja 50 ribu. Sedangkan denda pelanggarannya sesuai undang-undang, ini.” Sambil menunjukkan tulisan disebuah buku tilang. Saya baca;”Pelanggaran terhadap kelengkapan isyarat kendaraan dikenai denda sekurang-kurangnya 250 ribu” (kalau saya tidak salah ingat).

Saya bertanya lagi; “Jadi pasnya berapa?” Polisi itu menjawab; “Itung saja, denda pokok 50 tambah pelanggaran 250, jadi 300.” Wuuizz, banyak amat untuk sebuah spion saja. Di toko, spion paling 25 ribu sudah sepasang.

Saya menjawab sambil menghitung jumlah aparat yang ada;” Satu, dua….enam. Enam orang, jadi per kepala dapat 50 ribu dong?” Eh, Polisi itu marah-marah sambil mengatakan; “Kalau begitu sidang saja. Tapi jangan kaget kalau dendanya maksimum.” Okay, saya sidang!

Di hari yang ditentukan, saya menuju gedung pengadilan, eh masih di pintu gerbang sudah dihadang tukang parkir tanpa seragam dan meminta 2000 bayar muka. Padahal seharusnya gedung pemerintah kan bebas parkir? Belum lagi dihadang oleh orang-orang berseragam seperti di bawah ini;

2013-11-01 07.54.36

Mereka langsung menghampiri dan mengatakan; “ Ambil sekarang saja mas, gak perlu nunggu sidang. Kalau sidang masih nanti siang dan lama. Belum tentu juga lekas diberikan.” Jawab saya; “Berapa?” bukan maksud saya untuk menumbuh suburkan praktik tidak jujur seperti itu, tapi sekedar ingin tahu saja.

“50 saja, pas gak boleh kurang.” Jawab orang-orang itu. Saya menolak dan tidak berniat menawar sedikitpun. Akhirnya saya mengikuti sidang dan ternyata saya hanya diharuskan membayar denda 37 ribu saja. Weleh-weleh, kabeh wong kok yo mbathi yo?

SANDAL JEPIT Rp. 25.000,-

Kalau yang satu ini sudah benar-benar kebangetan! Salah seorang tamu saya, orang sudah berumur dan pekerjaannya hanya bertani saja, menceritakan kepada saya kalau habis kena Tilang 25 ribu gara-gara memakai sandal jepit saat mengendari motor. Padahal dia sudah memakai helm dan surat-suratnya lengkap. Sialnya lagi, dia kena razia saat hendak mencari rumput.

Kata Polisi, kalau mengendari motor harus menggunakan sepatu boot untuk alasan keamanan. Tapi kan ya lihat-lihat dulu dong! Masak ke sawah mencari rumput pakai sepatu? Masih untung tamu saya ini memakai helm, meskipun hanya sedang mencari rumput!

Kalau sudah begini, yang keblinger itu sebenarnya siapa?

Pakdhe U® @2013

Sumber: Diolah dari berbagai sumber!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar