Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Senin, 08 September 2014

Belum Saatnya Terapkan Kurikulum 2013

Oleh : Pakdhe U ®

Jember.id/ Gembar-gembor kurikulum 2013 sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu. Dikatakan bahwa k.13 (kurikulum 2013) adalah bentuk kurikulum yang ideal diterapkan di Indonesia. Dengan asumsi bahwa k.13 akan mencetak generasi bangsa yang kritis, cerdas namun berakhlak tinggi. Benarkah demikian?

Pembuktian dari anggapan tersebut nampaknya sudah bisa kita ketahui saat ini (2014) dimana program k.13 sudah mulai diterapkan secara luas di Indonesia. Saya akui, secara umum k.13 memang sangat bagus dan cukup mencerminkan semangat untuk mencetak generasi berkualitas dari sisi sains maupun moral.

Metode yang digunakan juga bisa dikatakan cukup modern karena tidak lagi berbasis tunggal, melainkan sudah berbasis group. Artinya apa? Guru memiliki posisi sebagai pendamping siswa dalam mengeksplor ilmu pengetahuan, dan menemukan hal-hal baru dalam pelajaran yang disampaikan, bukan lagi sebagai sekedar penyampai pelajaran belaka.

Siswa secara group atau berkelompok, mencoba untuk menemukan solusi atas masalah yang disampaikan oleh Guru dan kemudian membahasnya bersama sebagai satu bentuk materi pelajaran dan kemudian dikaitkan dengan kehidupan sosial mereka secara nyata. Guru hanya bertindak memberikan arahan dan beberapa solusi tambahan pada saat siswa mengalami kesulitan.

Ternyata, di lapangan ditemukan beberapa hal yang cukup mengganjal dan memiliki peluang sebagai faktor yang menyebabkan k.13 dinilai gagal diterapkan. Apakah itu?

  1. Demografi Wilayah
  2. Sumber Daya Manusia
  3. Dukungan Teknis

DEMOGRAFI WILAYAH

Kita semua tahu bahwa wilayah Indonesia sangat luas, terbentang dari Sabang sampai Merauke. Dan dari sebaran wilayah yang seluas itu, hanya sebagian kecil saja wilayah yang tersentuh kemajuan. Mengapa saya katakan hal ini berpengaruh? Karena, pertama; kemajuan suatu wilayah akan menentukan seberapa besar kemampuan wilayah tersebut untuk menyerap teknologi.

Dengan garis besar skema k.13 yang berbasis mengeksplor ilmu pengetahuan secara mandiri, tentu menjadi masalah yang tidak sederhana jika sebuah wilayah tidak terjangkau akses internet, tidak memiliki akses jaringan listrik dan hal-hal lain yang menjadi pokok fundamental bagi keberhasilan k.13.

Bayangkan, ketika siswa diharapkan untuk mencari dan atau menggali informasi di dunia maya, bagaimana solusinya? Pun ketika siswa diharuskan membuat sebuah proyek penelitian yang membutuhkan listrik, bagaimana pula solusinya? Dan tentu masih banyak lagi yang lainnya.

Kedua; luasnya wilayah yang bahkan terdiri dari ribuan pulau yang sangat minim fasilitas tentu akan menjadikan wilayah tersebut terbelakang secara teknologi maupun ekonomi. Maka bukan tidak mungkin jika keterbelakangan ini kemudian menghambat keberhasilan penerapan k.13 secara menyeluruh. Hal ini bisa dilihat dari kendala yang dihadapi pada saat pendistribusian buku pegangan siswa maupun guru untuk k.13.

SUMBER DAYA MANUSIA

Berdasarkan penjelasan poin di atas, hal yang kemudian terpengaruh dan berdampak pada berhasil tidaknya k.13 diterapkan adalah sumber daya manusia. Kita semua tahu bagaimana kualitas SDM kita. Kualitas rata-rata SDM kita. Tentulah tidak sama bukan? Perbedaan yang ditemukan terpaut sangat jauh antara satu wilayah ddengan wilayah lainnya.

Mengapa SDM ini penting? Karena hal ini menentukan seberapa cepat dan baik, kemampuan siswa, guru, dan pihak terkait dalam menerjemahkan bahasa kurikulum 2013 dan menyesuaikan dengan ritme intelektual mereka. Kita secara tidak sadar mengetahui ada beberapa tipe manusia yang memiliki kemampuan berbeda dalam menghadapi perubahan.

Pertama; mereka sangat cepat beradaptasi dan ini ditemui pada SDM yang unggul yang sudah dipastikan hanya tinggal di wilayah modern perkotaan. Karena mereka sudah terbiasa dengan dinamika perkotaan modern yang sangat cepat ritmenya.

Kedua; mereka masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi, dan ini terdapat pada SDM yang cenderung biasa-biasa saja dan kebanyakan tinggal di wilayah urban, pinggiran maupun kota-kota kecil yang memiliki ritme modernitas sedang. Karena kebiasaan hidup mereka tidaklah menuntut gaya hidup gegas, tangkas dan modern.

Terakhir; mereka sama sekali tidak memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan. Mereka adalah yang dominan tinggal di wilayah pedalaman, pulau terpencil, wilayah-wilayah khusus, karena umumnya wilayah mereka masih sangat kuat pengaruh tradisi dan adat istiadatnya. Kita semua pasti membenarkan jika suatu wilayah adat sangatlah sulit untuk menerima perubahan.

DUKUNGAN TEKNIS

Hal ini terkait dengan kemampuan pemerintah dalam menyediakan materi buku pelajaran yang tepat, dalam jumlah layak dan tidak mengalami keterlambatan distribusi. Yang sudah terjadi adalah buku siswa yang terlambat didistribusikan ke sekolah-sekolah karena kendala teknis.

Akibatnya adalah, siswa diharuskan untuk memfotokopi sebagian dari buku tersebut sampai buku yang sebenarnya sudah datang. Kebijakan fotokopi ini jelas-jelas merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Bukankah dalam setiap cetakan buku sudah ada keterangan; dilarang menyalin, mengkopi sebagian dan atau keseluruhan isi buku dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. Saya serahkan penilaian pada anda sebagai pembaca blog ini.

Itu tadi dari sisi hukum. Bagaimana dengan sisi ekonomi? Tentulah memfotokopi puluhan lembar materi pelajaran bukanlah hal yang murah. Mungkin cukup murah bagi mereka yang dompetnya tebal,namun bagaimana dengan masyarakat ekonomi bawah? Keterpaksaan untuk tidak memiliki buku, yang berujung pada ketidak mampuan menerima pelajaran dengan baik, mungkin akan menjadi pilihan yang logis bagi golongan ini.

CONTOH KASUS

Di tempat narasumber saya mengajar, sebuah SMP Negeri yang berada di pesisir selatan Jawa, dan hanya 4 jam perjalanan dari Ibukota Propinsi. Mayoritas siswanya adalah anak petani, nelayan dan pekerja sektor informal. Ketika diterapkan kurikulum CBSA yang menuntut siswa aktif berdiskusi mengupas dan meuntaskan masalah; hasil yang didapatkan adalah negatif. Negatif dalam arti, suasana kelas malah menjadi sangat tidak terkendali yang pada akhirnya pembelajaran menjadi gagal.

Salah gurunya? Tentu kita tidak bisa menentukan demikian, karena ketika kemudian sistem mengajar dikembalikan kepada cara normal; guru menjelaskan materi dan siswa menyimak dan atau menulis, hasil yang didapat justru lebih baik.

Ketika k.13 mulai diterapkan di sekolah ini, keadaan yang cukup memprihatinkan terjadi. Kebanyakan siswa nampak seperti anak-anak bodoh yang hanya bengong melompong ketika diminta untuk menemukan sesuatu yang terkait materi. Jangankan untuk menjelaskan di depan teman-temannya, untuk menentukan apakah sesuatu itu sesuai materi atau tidak, mereka masih kesulitan.

Yang muncul malah pertanyaan sejenis; bagaimana bu kata-katanya? ini bagaimana bu? saya tidak bisa bu? yang kemudian justru menghambat penyampaian materi dengan tepat. Akhirnya, materi tidak bisa terselesaikan dengan tepat waktu.

Perlu diingat, hal ini terjadi di Pulau Jawa yang notabene tergolong lebih maju dibanding wilayah pedalaman Indonesia lainnya. Jadi, kesimpulannya; apakah sudah saatnya kurikulum 2013 diterapkan? Atau kita masih perlu mencari formula tepat untuk memajukan Pendidikan Indonesia?

Jawaban di tangan anda!

Inti.979W. {peduli pada pendidikan Indonesia}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar