Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Minggu, 18 Maret 2012

Bukanlah Dalang Yang Berperan

Artikel Oleh : Pakdhe U®

Jember-IDN. Akhir-akhir ini sering muncul dalam pemberitaan di Media Massa, tentang hiruk pikuk panggung politik yang disebutkan sedang dalam pengaruh kejahatan kerah putih. Apalagi kalau bukan kasus korupsi yang membelit Partai-partai politik di negeri kita?

Berbagai pihak saling melemparkan argumen dan bahkan saling tuding tentang siapa yang harus paling bertanggung jawab atas permasalahan; Century, Wisma Atlit, Antasari dan beberapa kasus besar lainnya. Semua argumen tersebut mengarah kepada adanya suatu “grand design”, atau skenario besar yang memang mengkondisikan keadaan sedemikian rupa dengan tujuan yang tidak baik, tentunya.

Mereka sepakat menyebut ada “dalang besar” yang bermain dalam hiruk pikuk permasalahan itu semua. Tentang siapa dan bagaimana rupanya sang “dalang besar”, tidak ada satupun pihak yang benar-benar mengetahuinya dengan pasti. Mereka hanya bisa menduga-duga, dan bahkan sialnya, mereka bisa menuduh lawan politiknya yang memainkan peran sebagai “dalang besar”.

Penulis, yang notabene mengaku hanya sebagai “pencari rumput” biasa, hanya bisa mengelus dada. Mengelus dada untuk semua permasalahan besar yang dihadapi oleh bangsa ini. Hanya mampu prihatin dan tertegun melihat betapa mudahnya pemimpin-pemimpin kita bertengkar, sampai-sampai harus mengabaikan nasib rakyatnya. Kasihan rakyat yang sama sekali tidak tahu apa-apa.

Sebenarnya, dalam sebuah pertunjukan wayang, bukanlah dalang yang berperan. Bukan pula sinden, pangrawit atau bahkan wayang-wayangnya. Dalang hanya kebetulan mampu merangkai cerita dan menjalankan wayang-wayang yang ada, disesuaikan dengan jalan cerita yang diketahui oleh dalang. Sinden maupun pangrawit hanyalah pelengkap dan pemanis sebuah pertunjukan; dengan iringan musik gamelan serta lantunan merdu suara sinden, sebuah pertunjukan wayang akan terasa lebih bagus.

Meskipun begitu, sinden dan pangrawit juga harus sesuai dengan jalan cerita yang dilakonkan oleh dalang. Sebab, jika tidak sesuai dengan jalan cerita yang dirangkai oleh dalang, keseluruhan cerita wayang hanyalah menjadi dagelan tanpa makna. Bayangkan saja jika lakon yang dirangkai oleh dalang bertema peperangan Mahabharata, namun tembang tembang yang disajikan oleh sinden dan pangrawit bertema Cinta Asmaradhana? Semua penonton pasti akan tertawa dan bukan tidak mungkin jika akhirnya sang dalang harus rela di lempari batu.

Lantas, siapa sebenarnya yang paling berperan dalam sebuah pertunjukan wayang? Penulis lebih cenderung menyebutkan “Tuan Rumah” sebagai pihak yang paling berperan. Tuan rumah yang tentunya adalah pemilik hajatan, entah itu sunatan, nikahan atau apapun juga, adalah yang paling berkuasa menentukan lakon apa yang harus ditampilkan oleh dalang.

Jika tuan rumah menghendaki lakon Sinta Obong, tidaklah mungkin seorang dalang yang sudah disewanya berani menampilkan lakon selain Sinta Obong, misalnya lakon Petruk Munggah Ratu atau Dasamuka Ngamuk. Dan sebagainya. Sebab, jika permintaan tuan rumah dilanggar, resiko terbesar adalah pertunjukan tersebut tidak akan pernah dibayar oleh tuan rumah.

Kembali ke kasus di Indonesia. Siapakah yang sebenarnya menjadi tuan rumah dan sedang menggelar hajatan, untuk saat ini? Mungkinkah si tuan rumah adalah para investor-investor asing maupun lokal, yang sangat berkepentingan dengan perekonomian di Indonesia, demi keuntungan mereka sendiri tentunya.

Mungkinkah tuan rumah tersebut adalah kekuatan penguasa asing yang sangat takut dengan kekuatan tersembunyi Indonesia, sehingga sedemikian rupa selalu mengguncang kedaulatan bangsa ini dengan cara terselubung?

Mungkinkah tuan rumah yang dimaksud adalah pemimpin atau penguasa kita sendiri yang sangat berkepentingan dengan kelanggengan rezim yang sudah mereka nikmati selama ini? Siapa yang tahu? Bahkan, penulis hanya bisa menebak-nebak siapa sebenarnya tuan rumah itu. Setan hitam, mungkin?

Kalau ditanya siapa dalangnya, kemungkinan besar mereka adalah orang-orang yang bersedia dibayar lebih untuk melakukan pekerjaan kotor sesuai jalan cerita yang dikehendaki oleh tuan rumah. Dalang, memiliki akses mudah ke jaringan sosial, hukum dan politik praktis. Dia bisa merupakan politisi, teknokrat, birokrat atau praktisi hukum. Intinya, dia adalah pemilik otoritas, bisa perorangan maupun kelembagaan.

Berbicara mengenai sinden dan pangrawit, lebih tepat ditujukan kepada media massa. Bukan bermaksud merendahkan reputasi media tapi lebih menilik kepada kemampuan media untuk menyajikan sebuah pertunjukan wayang menjadi lebih atraktif dan obyektif. Tanpa adanya media yang mengulas secara tajam, sebuah kasus korupsi hanya akan menjadi konsumsi para politisi saja. Thank’s media.

Bagaimana dengan rakyat? Ya, mereka akan selamanya tetap menjadi penonton yang bijak. Walaupun Rahwana sedang murka, atau Sinta sedang membakar (obong) diri, dan Arjuna membakar Alengka, penonton tetaplah penonton. Yang akan dengan mudah bersorak ketika ada hal yang perlu disoraki. Atau tertawa jika ada hal yang perlu ditertawai. Mereka tetap dengan ringannya melenggang, meninggalkan pertunjukan jika merasa bosan atau bahkan menunggu sampai pertunjukan usai karena penasaran dengan akhir ceritanya.

Mereka tak peduli dengan sinden yang kakinya kesemutan. Atau dengan pangrawit yang tangannya kelelahan. Atau dengan dalang yang hampir kehabisan air ludah karena kebanyakan berkoar-koar. Mereka akan tetap membeli sebungkus kacang di saat lapar. Mereka akan tetap membeli secangkir minuman di saat haus. Bahkan mereka akan pulang ditengah pertunjukan di saat mereka sudah mengantuk.

Siapa Tuan Rumah? Siapa Dalang? Siapa Sinden dan Pangrawit? Temukan sendiri jawabnya! Sampai jumpa…

Sumber : Opini Pribadi.

>> Ayo bersama sama menjadikan bumi kita dalam damai <<

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Blog Client : Windows Live Writer 2011 | Copyrights © 18032012/1316 @ www.pakdheu.blogspot.com

> Artikel Terbaru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar