Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Senin, 24 Oktober 2016

Full Day School? Ah, Terlalu Berharap…

By : Pakdhe U ®====

Dj. Gonjang-ganjing fullday school yang digagas oleh Pak Mendiknas, Muhajir, sedikit mengusik ketenangan batin saya. Antara ingin tertawa, atau hanya sekedar tersenyum kecut. Entah apa yang ada dalam pikiran Bapak kita yang satu ini, yang pasti gagasan beliau sedikit terdengar aneh saja.
 
Bukannya saya tidak suka dengan gagasan itu. Tapi sepertinya masih perlu banyak waktu untuk kita bisa menerapkannya. Ini Indonesia Bung. Bukan Amerika yang super maju. Bukan Singapura yang super tertib. Bukan pula Jepang yang super sibuk.
 
Maksud saya; untuk bisa menerapkannya di seluruh wilayah Indonesia kita masih harus berpikir ulang. Kalau ingin menerapkan di beberapa wilayah tertentu Indonesia, mungkin masih bisa diterima akal. Alasan saya berpendapat demikian kenapa? Karena sebenarnya konsep fullday school sudah diterapkan oleh beberapa sekolah khusus di Jember. Seperti SD Al Baitul Amien, MTs Zainul Hasan, yang mana mereka menggabungkan antara pendidikan formal dengan pendidikan religi.
 
Pagi hari, saat sekolah-sekolah formal lain belum bel masuk, mereka sudah memulai kegiatan bersama di sekolah. Melakukan Sholat Dhuha sebagai bentuk pendidikan religi. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran formal sesuai dengan kurikulum nasional, yang berlangsung sampai siang hari. Setelah sholat Dzuhur, dilanjutkan dengan kegiatan belajar bersama yang akhirnya dilanjutkan dengan pendidikan religi (mengaji) setelah sholat Ashar. Ini namannya fullday School.
 
Bisa dilaksanakan tapi tidak untuk semua sekolah. Coba bayangkan jika yang melaksanakannya adalah sebuah sekolah di desa, yang mayoritas siswanya adalah anak petani, yang masih memiliki kewajiban untuk membantu kakek neneknya (karena ayah ibunya merantau) mencari rumput bagi binatang ternak mereka? Apakah bisa terlaksana program Fullday School ini?
 
Jikalaupun mereka tidak mencari rumput, bagaimana dengan kewajiban mereka mengaji di surau-surau saat setelah Ashar tiba? Apakah mereka rela menggadaikan keyakinan mereka, mengumpulkan bekal akhirat, hanya untuk kegiatan pembelajaran Fullday School? Tentu saja mereka tidak mau.
 
Sekali lagi, jika ingin melaksanakan konsep Fullday School, silahkan saja, tapi ingat jangan pernah berpikiran untuk menerapkannya di seluruh wilayah Indonesia, sampai pelosok terdalamnya. Ini Indonesia, yang kebutuhan nutrisi pangannya hanya tercukupi dari tempe tahu dan sayuran lokal, dan pastinya tidak bisa mengimbangi kebutuhan nutrisi untuk perkembangan otak jika harus diterapkan fullday school.
 
Jika Pemerintah menjamin kesejahteraan setiap individu, sehingga untuk kebutuhan dasar mereka tidak harus bersusahpayah bekerja overtime, dan kebutuhan nutrisi didapatkan dari daging dan makanan sehat lainnya sepenuhnya tercukupi, okelah silahkan jalankan fullday scholl di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan kalau perlu Allday & Night School. Heheeheee…
 
Just a little info; Kita bisa berjaya bukan karena sekolah kita seharian penuh. Kita bisa pintar bukan karena kita gak pernah pulang dari sekolah. Kita bisa disegani oleh bangsa lain bukan karena program pendidikan kita bagus. Kita tidak butuh semua itu untuk menaikkan derajat kita di mata dunia.
 
Yang kita butuhkan hanyalah tekat kuat, semangat baja, pantang menyerah, dan jujur pada kenyataan. Kita bisa berjaya jika kita mampu mengatasi keterbatasan kita tanpa uluran dan campur tangan asing. Kita bisa pintar mengalahkan kepintaran bangsa-bangsa lain jika kita selalu belajar dari pengalaman, ingatlah pengalaman adalah guru terbaik. Akhirnya kita akan selalu bisa disegani oleh bangsa lain ketika kita berhasil menjadi diri kita apa adanya, tanpa harus meniru bangsa lain.
 
Anak-anak bangsa banyak sekali yang berhasil mengguncang Dunia. Mereka mengharumkan bangsa dengan kecerdasannya. Dan kecerdasan itu mereka peroleh bukan sekedar dari fullday school, melainkan mereka peroleh dari kesungguhan mereka dalam menggapai prestasi. Mereka peroleh dari tekad baja yang mereka miliki. Mereka peroleh dari pengalaman guru-guru pembimbing mereka yang luar biasa. Percuma kita praktekkan fullday school, tapi output yang diperoleh cuman sebatas generasi memble.
 
Saya peduli pada pendidikan. Dan pendidikan tidaklah harus selalu dari bangku sekolah. Mencari rumput untuk ternak orang tua, adalah salah satu pendidikan dasar mengenai tanggungjawab, kemandirian dan kedisiplinan. Saya rasa cukup demikian saja apa yang bisa saya sampaikan, semoga bisa menjadikan tambahan wawasan.
 
Mohon maaf jika ada yang tersentil, tapi begitulah adanya. Semoga bermanfaat.
====
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar