Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Rabu, 01 Oktober 2014

Rokok Versus Kentut

By : Pakdhe U ®

JBR/id. Jika ada pertanyaan, enak mana antara rokok dengan kentut? Pasti semua orang akan mengatakan lebih enak rokok. Padahal, menurut saya pribadi, meskipun kedua-duanya sama-sama tidak enak, tapi masih lebih enak kentut daripada rokok. Kok bisa?

Bisa saja! Namanya juga pendapat, apa saja boleh dikatakan. Tapi begini, sekarang coba bayangkan jika suatu ketika anda sangat merasa kesulitan untuk buang gas, alias kentut. Apa yang anda rasakan? Tentu rasa sakit, rasa tidak nyaman, dan berbagai rasa aneh yang campur aduk menjadi satu dalam perut anda bukan?

Ini terjadi karena kentut merupakan proses alami manusia dan makhluk hidup lainnya untuk membuang gas-gas sisa dari proses pencernaan yang ada di dalam lambung. Jika gas-gas tersebut tidak bisa dikeluarkan (baca dikentutkan), maka yang ada hanyalah rasa perut yang sesak. Jangan salah, pada suatu kasus di sebuah Rumah Sakit, ada seseorang yang harus dioperasi sampai menghabiskan biaya Rp. 2 juta, hanya agar bisa kentut. Bayangkan, hanya untuk bisa kentut.

Disinilah saya kemudian berpendapat bahwa kentut masih lebih enak daripada rokok. Meskipun baunya (sebenarnya kasuistis) luar biasa mengganggu pernapasan, tapi setidaknya kita tidak akan beresiko mengalami sakit yang berujung pada operasi mahal. Istilahnya adalah tidak enak di depan, tapi sangat menguntungkan di belakang. Meskipun ada saja yang mengatakan jika kentut itu enak bagi yang di depan, namun sangat menyesakkan di belakang.

Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dengan rokok. Memang betul bagi sebagian (besar) orang, merokok itu nikmat, enak, dan nyaman. Khususnya bagi mereka para perokok berat. Tanpa pikir panjang, mereka pasti akan menghabiskan berpuluh batang rokok dalam seharinya.

Padahal jika dicermati dengan sangat bijaksana, dalam asap rokok yang dihisap perokok, dikeluarkan, kemudian tanpa sengaja dihirup oleh orang lain yang bukan perokok, oleh anak-anak, dan wanita hamil, banyak mengandung zat-zat beracun yang teramat sangat berbahaya bagi kesehatan.

Zat beracun tersebut dapat memicu terbentuknya sel kanker, penyakit paru-paru, jantung, liver, dan banyak sekali penyakit dalam lainnya yang tidak akan cukup uang Rp. 2 juta untuk mengobatinya. Lebih hebatnya lagi, resiko ini tidak hanya dihadapi oleh para perokok itu sendiri, melainkan juga oleh para perokok pasif. Siapakah perokok pasif itu? Mereka adalah orang-orang yang tidak sengaja menghirup asap rokok, sementara mereka bukanlah perokok. Misalnya, anak-anak, wanita hamil, remaja, dan orang-orang yang bukan perokok.

Ada cerita lucu tentang rokok versus kentut, yang pernah saya alami. Saat itu saya dalam perjalanan menuju Yogyakarta, dengan menggunakan bus ekonomi non ac. Saya duduk bersebelahan dengan seorang pria usia 40-an, dan seorang wanita tua usia sekitar 60-an. Pria tersebut rupanya seorang perokok berat yang sangat menikmati rokoknya, tanpa memperdulikan wanita tua tadi yang sesekali batuk dan menutup hidungnya dengan saputangan.

Selain tidak memiliki etika, pria tadi rupanya tidak pernah memiliki i’tikad untuk meminta maaf atau mungkin sejenak mengurangi intensitas merokoknya, demi melihat wanita tua di sebelahnya. Saya sebenarnya juga tidak tahan dengan asap rokok pria itu, tapi mau pindah kemana jika semua tempat duduk sudah penuh terisi.

Suatu ketika pada saat sudah sampai di sekitar kota Nganjuk, perut saya begitu hebatnya memberikan dorongan untuk kentut. Saya yakin kentut saya kali ini sangat bau, mengingat sudah dua hari belum (maaf) buang hajat. Tapi, daripada harus sakit dan demi pertimbangan lain, akhirnya perlahan-lahan gas itu saya keluarkan.

Sekali, tidak ada reaksi dari penumpang yang lain. Mungkin masih terbelenggu dalam lipatan celana (hahaha). Begitu sesi kedua saya keluarkan gas, orang-orang sudah mulai kellimpungan. Termasuk pria perokok tadi, dan menatap saya yang pura-pura tidur. Sementara wanita tua tadi tetap tidak bereaksi, mungkin karena tertutup saputangan.

Akhirnya pada sesi yang kelima, atau sesi gas yang paling panjang, pria perokok tadi menegur saya dengan nada emosi. Mas, kalau kentut jangan di sini! Saya diam saja, toh kentut saya juga tidak berbunyi. Eh, dianya mengulangi lagi menegur saya, mas, jangan kurang ajar ya! kentut sembarangan. Emangnya saya suka dengan kentut mas?

Dengan ringan saya menjawab, ya maaf saja mas, daripada sakit saya tahan? Toh saya tidak suka dengan asap rokok kamu juga diam saja? Eh, tidak menyangka, pria tadi terdiam tanpa komentar sambil menutup hidung. Sementara si wanita tua tadi ikut nimbrung, lebih enak kentut daripada asap rokokmu. Gak bisa kentut ujung-ujungnya operasi, nah kalau kebanyakan asap rokokmu, bisa-bisa masuk Rumah Sakit. Aku kentut ini juga karena gak tahan asap rokokmu! Pria perokok tadi semakin terdiam dan kemudian mematikan rokoknya yang masih tersisa setengah, tanpa meminta maaf.

Eh ternyata, tidak hanya saya yang kentut dalam bus. Wanita tua tadi juga kentut (meskipun mungkin tidak bau) karena tidak tahan bau asap rokok. Hehehehe.

Sekedar catatan; apakah sebenarnya para perokok itu orang yang tidak berpendidikan ya? Kenyataannya, dalam setiap bungkus rokok sebenarnya sudah ditunjukkan hal-hal mengerikan sebagai dampak jangka panjang merokok, ditambah tulisan merokok dapat membunuhmu!, eh tetap saja mereka merokok. Ayah mertua saya (almarhum) juga demikian, setiap kali diingatkan tentang resiko terburuk dari merokok, selalu menjawab kalau mati ya tinggal dikubur! Lagipula, kalau memang berbahaya kenapa pemerintah gak menutup saja pabriknya? Weleh-weleh, mau bagaimana lagi??

Wassalam…..

follow twitter | find facebook | watch you tube | 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar