Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Sabtu, 04 Oktober 2014

Kurikulum 2013 Mengurangi Waktu Mengajar

By : Pakdhe U ®

JBR/id. Beberapa malam terakhir, saya cukup kurang tidur. Hal ini terjadi karena saya mendapatkan order mengetikkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) milik seorang guru, kolega saya. RPP tersebut disusun berdasarkan pada Kurikulum 2013. Oya, selain seorang pencari rumput, sopir, dan penulis blog, saya juga memberikan layanan jasa pengetikan. Dan profesi yang terakhir saya sebutkan inilah yang kemudian menjadi tumpuan kolega saya dalam menyusun segala perangkat mengajar beliau.

Selama saya berkutat dengan penyusunan perangkat mengajar, khususnya RPP, sejak tahun 2007, jujur belum pernah saya temukan kendala yang berarti seperti saat saya menyusun RPP model kurikulum 2013. Dari sisi teknis pengetikan saya rasa tidak ada masalah, dan bisa saya lakukan dengan sewajarnya. Namun dari sisi konten, cukup membuat saya kehilangan banyak waktu.

Dari yang sebelumnya hanya membahas beberapa aspek saja, khususnya tentang yang terkait dengan materi pelajaran. Pun demikian dengan mekanisme penilaiannya, sangat sederhana karena berbasiskan pada penilaian pengetahuan saja. Sementara pada K13, sebutan untuk kurikulum 2013, aspek yang dinilai meliputi banyak hal. Diantaranya penilaian spiritual, mengaitkan pemahaman siswa terhadap materi atas ajaran agama yang dianutnya. Aspek sosial, mengaitkan perilaku siswa terhadap lingkungan sekitar atas penerapan materi yang dipelajarinya, dan aspek sikap yang menilai perilaku siswa sehari-hari.

Menyusun RPP untuk model K13 saya rasa memerlukan trik khusus agar bisa selesai tepat waktu, mudah dipahami dan sesuai dengan konteks K13 itu sendiri. Tingkat kesulitan yang dihadapi oleh guru, menurut kolega saya adalah menentukan bagian mana dari materi pelajaran yang diberikan yang masuk ke wilayah penilaian sikap, spiritual, sosial, atau pengetahuan.

Mengingat ini baru pertama kalinya mempraktekkan K13, tidak ayal para guru hanya meraba-raba dengan ilmu kira-kira, bagian-bagian yang dimaksud tadi. Alhasil, data yang dikumpulkan untuk menyusun RPP menjadi kurang sistematis, terkesan semrawut dan membingungkan. Pun demikian dengan data yang diberikan oleh kolega saya untuk saya ketikkan.

Saya membutuhkan waktu hampir 5 hari untuk membedah, memilah, menelaah, dan akhirnya merumuskan konsep penyusunan RPP yang ringkas, meskipun hasilnya masih sangat jauh dari kesempurnaan. Dan, beberapa rekan dari kolega saya juga mempercayakan saya untuk membantu mereka menyusun RPP.

Dari pengalaman saya tersebut, saya dapat mengambil kesimpulan sendiri bahwa penerapan K13 tidak memberikan cukup ruang bagi guru, pengajar, atau pendidik, untuk menyampaikan materi dengan leluasa. Konsep K13 adalah membiarkan siswa mengamati, merumuskan, menemukan, dan memahami materi dengan kemampuan sendiri berdasarkan trigger yang diberikan oleh guru. Hal ini masih harus dikaitkan dengan seberapa dalam pemahaman agama mereka masing-masing.

Sementara posisi guru adalah menjadi pengamat yang senantiasa mengamati siswa satu-persatu dalam setiap proses pembelajaran berdasarkan konteks sikap, perilaku, sosial, dan pengetahuan. Menilai seseorang itu tidak mudah, tidak cukup semenit dua menit, apalagi yang dinilai adalah anak satu kelas yang isinya 40 orang. Padahal, seorang PNS, setidak-tidaknya harus mengajar 6 kelas dalam seminggu untuk memenuhi ketentuan 24 jam mengajar per minggu.

Pertanyaannya adalah, kapan mereka bisa mengajar? jika setiap kali pertemuan hanya menenteng lembar observasi, lembar penilaian, dan perhatiannya tak henti-hentinya tertuju pada tingkah laku anak didik? Benar, siswa memang diharapkan, dikonsepkan, dan diminta untuk mencari pengetahuan, mengembangkan pengetahuan secara mandiri; tapi apakah bisa berjalan?

Kalau di perkotaan yang tingkat peradabannya, intelektualitasnya, ekonominya, dan latar belakang pendidikan orang tuanya sudah sangat maju, masih mungkin hal yang demikian bisa berjalan. Bagaimana dengan wilayah pedesaan? Yang mayoritas peserta didiknya berasal dari kalangan menengah ke bawah, pendidikan terbatas, dan kurang modern.

Jangankan siswanya, gurunya saja masih gelagepan saat tiba-tiba harus berhadapan dengan konsep K13 yang menurut mereka cukup menyita waktu. Gelagepan saat menerangkan materi agar sesuai dengan konsep K13. Gelagepan saat mempraktekkan konsep penilaian siswa berdasarkan pada K13. Dan gelagepan saat kelas tiba-tiba tidak berjalan dengan semestinya karena siswa juga tidak paham dengan materi yang harus mereka gali sendiri. Weleh weleh…

Saya pribadi sangat suka dengan konsep K13, tapi dengan catatan masih belum layak untuk diterapkan secara meluas di seluruh wilayah Indonesia ( baca : Belum Saatnya Terapkan Kurikulum 2013) karena memang tingkat pengetahuan masyarakat kita masih sangat berbeda. Mungkin masih bisa dipahami jika hanya diterapkan di wilayah perkotaan yang notabene sudah maju.

Apapun itu, saya salut dengan perjuangan para pendidik kita untuk mencerdaskan generasi muda bangsa. Semoga kelak jasa mereka memberikan perubahan yang indah untuk Bangsa Indonesia. Amin…

Wassalam……………

follow twitter | find facebook | see you tube | 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar