Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Sabtu, 04 Juni 2011

Perlukah Membelanjakan Uang Kita Di Mall?

Jember, Indonesia. Di Indonesia, pertumbuhan pasar modern, atau biasa disebut Mall terhitung sangat cepat. Bahkan mungkin kecepatannya melebihi kecepatan cendawan di musim hujan. Tidak perlu melihat dari data statistik atau segala macam survei apapun juga untuk mengetahui pertumbuhan pasar modern ini. Coba ingat dengan baik, lima tahun yang lalu atau sejauh-jauhnya sepuluh tahun ke belakang, adakah pasar modern atau Mall di sekitar tempat anda? Kalau anda tinggal di ibukota kabupaten, bisa dimungkinkan pasar modern tersebut sudah ada. Namun bagi anda yang berada di kota kecamatan? Penulis berani menjamin, pasar modern samasekali belum ada.

Bagaimana dengan sekarang? Di tempat kediaman penulis saja, yang merupakan sebuah kota kecamatan kecil di sisi selatan pulau jawa, kurang lebih sejak tiga tahun yang lalu sudah berdiri sebuah minimarket waralaba. Minimarket waralaba ini bisa dikategorikan sebagai pasar modern, mengingat kemudahan berbelanja yang disajikan, sudah identik dengan pasar modern yang lebih besar. Kemudahan kemudahan yang penulis maksud di sini diantaranya adalah :

  1. Swalayan; melayani sendiri segala keperluan belanja kita sehingga dimungkinkan kita memilih barang dengan kualitas terbaik.
  2. Sejuk; sudah dapat dipastikan, semua pasar modern dilengkapi dengan penyejuk ruangan yang semakin membuat betah pengunjung.
  3. Bersih; dalam sebuah pasar modern, tenaga kebersihan bertugas sepanjang waktu untuk menyapu dan mengepel lantai.
  4. Kemudahan bayar; cukup dengan sebuah kartu kredit atau kartu debet, kita sudah bisa bertransaksi.

Memang tidak bisa kita pungkiri, dengan segala kemudahan yang penulis sebutkan tadi, pasar modern bertumbuh sangat cepat. Lalu bagaimana dengan nasib pedagang atau pasar tradisional? Tetap saja jauh, bahkan jauuuuuuu......h ketinggalan. Sampai-sampai tidak lagi terdengar gaungnya, meskipun tidak sama sekali mati. Tepatnya, penulis menyebut sebagai mati suri.

Kemudian muncul pertanyaan dalam benak penulis; perlukah kita membelanjakan uang kita di Mall? Mengingat, kondisi ekonomi Indonesia masih dalam keadaan "perlu diwaspadai", meskipun secara statistik terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup layak. Di atas kertas, ekonomi kita memang lebih baik, tapi pada kenyataannya di lapangan, banyak sekali warga miskin yang kesulitan ekonomi. Diantara mereka adalah para pedagang pasar tradisional yang harus kehilangan pelanggan karena mereka (para pelanggan) banyak yang hijrah ke pasar modern.

Alasan mereka hijrah ke pasar modern, tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain karena beberapa kelebihan yang sudah penulis sebutkan di atas, kemungkinan terbesar yang menjadi penentu adalah "i-Factor" atau faktor i, yaitu image. Dengan bahasa sederhana, image ini bisa disebut gengsi. Siapa di jaman maju seperti sekarang ini yang gak gengsi, yang gak takut imagenya rusak jika harus berjibaku dengan kekumuhan pasar tradisional?

Padahal, membelanjakan uang kita di pasar modern sangat berpotensi memboroskan anggaran. Tidak percaya? Dengan kebebasan kita memilih barang apapun yang dipajang dan disediakan di rak-rak panjang, peluang untuk mengambil barang diluar yang sudah direncanakan dapat dipastikan sangat besar. Seharusnya kita cuma belanja 3 item barang dengan nilai Rp. 50.000,-.., pada kenyataannya kita mengambil lebih dari 3 item barang. Hanya karena melihat barang tersebut (yang sebenarnya tidak begitu diperlukan), akhirnya kita menambahkan barang tersebut dalam troli. Nah, begitu sampai di kasir, nilai uang yang kita keluarkan bisa sampai Rp. 75.000,- atau bahkan lebih. Disini sudah nampak sebuah pemborosan lebih dari Rp. 20.000,-.

Sekarang beralih ke pasar tradisional. Dengan jenis dan jumlah barang yang sama (3 item), plus kemampuan menawar yang jago, penulis yakin jika setidak-tidaknya Rp. 40.000,- saja yang kita keluarkan. Ditambah dengan keadaan pasar tradisional yang tidak memungkinkan kita untuk melihat barang lain secara langsung (kecuali menanyakan ke penjual), menjadikan barang belanjaan kita tidak bertambah. Disini, penghematan yang didapat bisa melebihi Rp. 25.000,-.

Akhirnya, dengan ulasan yang penulis sampaikan, sudah selayaknya kita kembali ke pasar tradisional demi penghematan di masa krisis. Buang jauh-jauh gengsi, image atau apapun namanya demi menyelamatkan pasar tradisional kita yang mati suri. Oya, perlu diketahui; sebagian besar pasar modern di Indonesia adalah merupakan waralaba asing. Artinya apa? Artinya, seluruh uang yang kita belanjakan di pasar modern tersebut pada akhirnya akan masuk ke kantong pengusaha asing. Bangsa kita hanyalah mendapat cipratan pajak dan tenaga kerja saja yang jumlahnyapun tidak sebanding.

Untuk sementara, penulis cukupkan sampai disini ulasan kali ini. Jika ada hal yang bertentangan dan atau membuat tidak nyaman, dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya. Sampai jumpa di ulasan-ulasan yang lain.

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Sumber : Berbagai Sumber | Copyright@2011 |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar