Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Rabu, 31 Juli 2013

Siaran TV Penuh Panutan

Memilih Siaran Televisi Berkualitas

Oleh : Pakdhe U ®

Jember.id—Bulan Ramadhan adalah bulan nan penuh dengan keberkahan, sebagaimana pernah saya ulas dalam tulisan saya sebelumnya berjudul Mengais Berkah di Bulan Ramadhan, menuntut kita senantiasa berbuat bijak. Bijak dalam arti yang sebenarnya. Bukan sekedar bijak dalam tanda kutip “terpaksa Bijak”, karena tuntutan situasi dan kondisi selama dalam “Bulan Ramadhan” saja.

Lalu, bagaimanakah sikap bijak yang dimaksud? Apakah harus selalu merenungi kehidupan sampai tak henti-hentinya meratap? Atau harus senantiasa berbagi kebaikan dengan sesama? Atau,bahkan yang paling “ekstrim,” mengumpulkan sebanyak mungkin orang, meng-atasnamakan kesucian Bulan nan penuh hidayah, kemudian melakukan tindakan-tindakan anarkis membabi buta, sweeping sana sweeping sini, padahal dalam jiwanya masih penuh dengan kekufuran? Catatan; Rasullullah s.a.w, saja mengajarkan kita santun dalam menghadapi musuh kita, lalu mengapa kita harus anarkis, kalau bukan karena dalam diri kita(yang anarkis itu) masih ada kekufuran? Mungkin juga tidak harus seperti itu, kalau bahasa kerennya sih; “gak segitunya kalee!.”

Banyak hal yang bisa dilakukan demi tuntutan sikap bijak sebagaimana yang saya maksud. Salah satunya adalah dengan memilih siaran televisi yang berkualitas, berbobot dan penuh dengan pesan-pesan kebaikan. Bukan sebaliknya melakukan tindakan-tindakan bodoh dengan menyaksikan acara-acara televisi yang sebenarnya hanyalah “sampah” belaka. Mengenai acara televisi yang kurang pantas ditayangkan, bahkan selain di bulan Ramadhan sekalipun, salah satu contohnya juga pernah saya bahas dalam tulisan berjudul Sinetron Damar Wulan, di Indosiar.

Tapi lucunya, salah satu siaran televisi yang menurut saya sangat layak dan berkualitas, juga ditayangkan oleh stasiun TV yang sama, yaitu Indosiar. Adapun acara yang saya maksud adalah Aksi, Akademi Sahur Indonesia, yang tayang setiap hari selama bulan Ramadhan, pada jam 2 dinihari sampai selesai.

Meskipun di TV lain ada sangat banyak ragam tayangan penuh hikmah, namun saya lebih menyukai tayangan Aksi ini. Mengapa? Karena tayangan ini dikemas dengan cukup baik, mengandung nilai positif yang sangat tinggi dan mempunyai unsur kompetisi edukatif. Selain itu, tayangan ini juga merupakan ajang yang tepat dalam menggali bibit-bibit muda Pendakwah Islam, yang nantinya akan bisa diharapkan dalam upaya menegakkan panji-panji Islam.

Sementara tayangan yang lain, meskipun bertemakan religi, tetap saja dikemas dalam bungkus sinetron yang menjemukan, terkesan menggurui dan sangat nampak sekali jika cerita yang ditampilkan sangat dipaksakan. Secara garis besar, intinya saya sangat tidak suka dengan sinetron, apalagi sinetron “striping” alias kejar tayang. Meskipun toh tema dan cerita yang disajikan bernuansa religi.

Kalaupun terpaksa harus memilih sinetron, saya rekomendasikan untuk menyaksikan sinetron Para Pencari Tuhan, di stasiun TV SCTV, yang tayang setiap sore dan dinihari. Itu ( Para Pencari Tuhan) jauh lebih mendidik, manusiawi dan mendekati realita kehidupan kita jika dibandingkan dengan sinetron yang lainnya.

Mungkin, di luar sana masih sangat banyak tayangan-tayangan yang berkualitas, bahkan melebihi apa yanng sudah saya contohkan di atas. Dan karena keterbatasan saya dalam mendalami semua stasiun TV, karena tv saya cuma satu, belum lagi masalah waktu, maka hendaknya kita kembalikan saja kepada hati nurani individu masing-masing. Bijak dalam memilih tayangan televisi, akan memberikan rahmat tak terkira bagi kita dalam menjalani Ramadhan tahun ini.

Pilih yang terbaik untuk jadi panutan dan jauhi yang terburuk agar tidak ketularan, atau setidaknya bisa menjadi pelajaran bagi kita semua, karena sebaik-baik manusia adalah mereka yang mau berfikir.

(Pakdhe U ®/Windows Live Writer/Blogger/2013)

Sabtu, 27 Juli 2013

Rahasia Pesugihan

Orang Indonesia Sulit Bangkrut!

Oleh : Pakdhe U ®

Jember,IN—Bangkrut? Mungkin itu kata yang tidak akan pernah ada dalam kamus (sebagian) orang Indonesia. Mengapa? Meskipun mereka tidak akan pernah bisa kaya sampai berlebih, mereka yakin tidak akan pernah bangkrut. Beberapa hal yang mendasari pernyataan ini adalah sebagai berikut :

Terbiasa Hidup Prihatin

Benar! Orang Indonesia, berbekal pengalamannya dijajah Bangsa Asing selama ratusan tahun, tentu sudah terbiasa hidup dalam keprihatinan. Makan nasi aking, nasi tiwul atau cuma makan umbi-umbian, adalah hal yang lumrah bagi (sebagian besar) masyarakat Indonesia.  Orang Indonesia, khususnya yang tinggal di pedesaan, tidak akan pernah merasa kekurangan pangan. Asal ada air dan umbi-umbian, sudah cukup untuk hidup.

Lain ceritanya bagi masyarakat Indonesia yang tinggal di Perkotaan. Apalagi mereka yang sudah teracuni gaya hidup hedonis ala kapitalis kebllinger, mereka akan mati-matian hutang sana hutang sini asal gaya hidup mereka terpenuhi dan yang terpenting tidak kelaparan. Meskipun demikian, orang-orang yang demikian juga tidak pernah mengenal kata bangkrut. Asal masih bisa hutang, atau meminjam uang perusahaan, atau juga korupsi, mereka masih bisa melenggang.

Coba lihat saja kasus Century, kasus Lapindo dan kasus-kasus sejenis lainnya. Meskipun secara finansial mereka (pengusaha-pengusaha itu) bangkrut dan dinyatakan pailit, toh mereka masih tetap berjaya dengan kemewahan hartanya. Mengapa? Karena yang menanggung kebangkrutan mereka adalah Pemerintah!

Bayangkan saja, yang bikin ulah pengusaha Century, eh yang bayar kerugian (bail out) kok pemerintah. Demikian juga dengan Lapindo; yang bikin ulah Lapindo, eh yang bayar ganti rugi kok Pemerintah. Pemillik Lapindo? Ya masih tetap bermewah ria deh!

Punya Prinsip : Asal Bisa Makan

Khusus bagi masyarakat kelas bawah, kelas yang selama ini hanya menjadi pelengkap kehidupan perpolitikan di Indonesia (karena tidak pernah didengar dan hanya dibutuhkan kuantitasnya demi mendulang suara pemilu), memegang teguh prinsip Asal Bisa Makan adalah kunci berikutnya dalam menghadapi krisis ekonomi, sehingga mereka tidak mungkin bangkrut. Kelaparan? Iya! Tapi bangkrut, sampai habis-habisan, maaf saja, tidak!

Pun demikian dengan masyarakat kelas atas, kelas yang selama ini selalu menjadi anak emas dalam perebutan kekuasaan (karena penghasilannya yang berlebih diharapkan mampu didulang demi membiayai keperluan politik dengan imbalan kemudahan usaha dan sebagainya), juga menomor-satukan prinsip yang sama, Asal Bisa Makan, meskipun tidak jelas halal atau haramnya.

Nekat

Hal terheboh berikutnya dari masyarakat Indonesia yang membuat sulit bangkrut adalah Nekat. Tidak perduli penghasilan pas-pasan, tidak perduli keadaan perusahaan kembang kempis, demi gaya dan penampilan, kebanyakan dari masyarakat Indonesia sengaja mengambil kredit kendaraan, baik motor maupun mobil. Meskipun demikian, mereka hanya membayar angsurannya sebulan dua bulan saja. Selebihnya, biarkan diambil kembali oleh pihak leasing. Atau, bahkan ada pula yang sengaja digelapkan. Yang penting gaya! Uang nipis, makan terbatas, yang penting bawa motor sport mahal. Butuh uang? Dijual saja!

Mobil MewahMobil Mewah 1

Berburu Pesugihan

Indonesia terkenal dengan gudangnya ilmu klenik (ilmu yang terkait dengan hal-hal ghaib atau supranatural), diantaranya adalah terkait dengan ritual pesugihan. Ritual pesugihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan penghasilan pribadi atau meningkatkan kekayaan materi secara instan. Mungkin, hanya berbekal kembang tiga rupa, kemenyan dan beberapa pantangan yang harus dihindari, sudah cukup menjadikan seseorang lebih cepat kaya.

SCR_0004_Converted

Menurut seorang yang saya kenal, dia adalah seorang juru kunci di sebuah makam keramat tempat orang-orang biasa berburu pesugihan, kategori dan jenis pesugihan ada bermacam-macam. Diantaranya adalah:

  1. Ritual penglaris; biasanya lebih diminati oleh para pedagang pasar maupun pemilik toko kelontong. Ritual ini termasuk jenis pesugihan yang ringan, karena tidak memerlukan tumbal atau persyaratan apapun kecuali hanya menyediakan mahar dan waktu tertentu untuk melakukan ritual secara rutin. Biasanya hanya bakar kemenyan di waktu-waktu tertentu (biasanya jum’at legi, dalam penanggalan jawa) serta menyediakan kembang tiga rupa.
  2. Ritual Uang Kembali; biasanya hal ini diminati oleh orang-orang dengan penghasilan tidak tetap atau keluarga kecil yang penghasilannya pas-pasan. Ciri dari pesugihan ini adalah dengan menggunakan uang pecahan besar (Rp. 100.000,- atau setidaknya Rp. 20.000,-) yang tentunya sudah perlakukan ritual khusus, untuk membeli barang-barang dengan harga yang murah. Atau bisa juga dengan modus pura-pura menukar uang dengan pecahan yang lebih kecil. Saya pernah mengalami hal ini; ketika itu saya curiga ketika ada tetangga (yang disinyalir kaya terlalu cepat) tiba-tiba berniat menukar uang Rp. 100.000,- dalam pecahan kecil. Uang tersebut sengaja saya simpan khusus di tempat yang hanya saya yang tahu. Ternyata, pada keesokan harinya, uang tersebut sudah hilang. Pesugihan jenis ini termasuk jenis sedang, karena hanya merugikan secara ekonomi bagi korban atau target yang akan dituju tanpa memerlukan tumbal nyawa.
  3. Ritual Ngipri; Ritual ini sama halnya menukar jiwa kita dengan perwujudan binatang yang kita pilih (biasanya babi, celeng, kera atau anjing), dengan begitu menjadi lebih leluasa dalam menghisap kekayaan target atau korban kita. Pesugihan ini memiliki banyak istilah; diantaranya adalah babi ngepet, asu daden, dan sebagainya. Hal ini termasuk pesugihan jenis agak berat, karena sangat beresiko terhadap nyawa pelakunya. Ini mengingat dalam melakukan ritual ini, lilin atau lampu minyak yang dipersiapkan khusus tidak boleh mati. Sebab, kalau mati maka tamatlah riwayat pelaku tersebut. Atau juga jangan sampai tertangkap atau ketemu orang, sebab bisa-bisa wujud si pelaku tidak akan pernah kembali. Yang menjadi tumbal dalam ritual jenis ini adalah si pelaku itu sendir.
  4. Ritual Barter atau Perjanjian; Ini adalah jenis pesugihan yang paling berat, karena peminat pesugihan jenis ini langsung melakukan perjanjian dengan siluman atau setan yang menempati makam keramat atau punden pesugihan. Isi perjanjiannya macam-macam; bisa memberikan anak pertamanya sebagai tumbal, Istrinya, Mertuanya dan bahkan orang lain yang dikehendakinya. Dalam kurun waktu tertentu,orang-orang yang diajukan sebagai tumbal tersebut akan mati dengan (kelihatannya) wajar, namun setelah itu, kekayaan si pelaku akan berlipat ganda. Cara mendaftarkan seseorang untuk menjadi tumbal juga cukup mudah, yaitu melalui makanan atau barang-barang pemberian yang sudah diperlakukan secara khusus kepada target pada saat-saat tertentu; misalnya setiap selasa wage atau jum’at legi (dalam penanggalan jawa).

Meskipun hal-hal tersebut di atas termasuk tindakan yang tidak dibenarkan oleh Agama, Islam khususnya, karena termasuk Syirik dan Musyrik (maaf, kalau tidak salah), ternyata orang-orang yang berminat melakukan hal tersebut banyak juga yang bertitel Haji, termasuk juga pandai membaca Al-Qur’an dan termasuk golongan orang-orang yang mengerti Agama. Ini berdasarkan penjelasan dari kenalan saya yang juru kunci makam keramat tersebut.

Sebagai catatan, saya mengenal orang ini (yang menjadi juru kunci makam keramat) pada saat perjalanan naik bus malam menuju Jakarta, mengunjungi keponakan yang hendak khitan. Mengingat profesinya yang cukup menarik, sekalian saja saya gali informasi tentang profesi tersebut. Bahkan, saya juga ditawari untuk mengambil paket pesugihan tertentu agar saya bisa memiliki kendaraan sendiri. Tentu saja saya menolak tegas penawaran tersebut.

Namun, ketika saya balik bertanya, mengapa tidak dia saja yang menjalani atau mengambil jalan pintas pesugihan tersebut. Dia hanya menjawab; Takut resikonya. Ya, begitulah!

Saya rasa, inilah jawaban mengapa Indonesia selalu bisa berkelit menghadapi krisis ekonomi bertubi-tubi. Meskipun ekonomi dunia dilanda resesi, namun demikian penjualan barang-barang konsumsi, termasuk kendaraan dan elektronik, di Indonesia tergolong meningkat cukup pesat. Boleh percaya, boleh tidak, tapi itulah kenyataan yang ada. Itulah Indonesia! (Pakdhe U ®/Windows Live Writer/Blogger/2013)

***..

Kamis, 25 Juli 2013

Penyebaran Manusia

Menguak Sejarah Awal Peradaban

Oleh : Pakdhe U ®

Jember,IN—Bumi, sebagaimana kita ketahui saat ini, memiliki populasi manusia setidaknya lebih dari 2 milyar orang. Terdiri dari berbagai jenis warna kulit, profil garis wajah, bentuk dan rambut, serta berbagai jenis perbedaan-perbedaaan fisik lainnya. Ada sebuah pertanyaan dari seorang sahabat, pada saat sama-sama di sawah; bagaimana bisa ada manusia yang berkulit hitam, berkulit putih, berkulit kuning dan rambutnya juga macam-macam. Padahal, kata Ustadz, manusia itu berasal dari pasangan Nabi Adam dan Hawa?

Populasi Manusia

Demi memecahkan pertanyaan tersebut, saya kemudian merenung dan mengulang kembali pelajaran sewaktu masih sekolah dulu. Memang benar, sejak  masih sekolah kita selalu diajarkan bahwa manusia merupakan anak keturunan dari Nabi Adam dan Hawa. Dari beliaulah kemudian manusia berkembang hingga dalam wujud dan jumlahnya saat ini.

Jika pertanyaanya adalah bagaimana bisa menjadi beragam rupa dan bahkan bahasa? Itulah yang kemudian mendorong para ahli untuk memecahkan misteri tersebut. Hingga kemudian muncullah teori-teori kontroversial, seperti yang diungkapkan oleh Charles Darwin; bahwa manusia berasal dari kera dan mengalami evolusi bentuk hingga menjadi bentuknya yang sekarang. Teori ini disebut sebagai teori Evolusi Darwin.

Antara kera dan manusia memang memiliki kemiripan fisik, bahkan secara genetik juga hampir mirip. Namun, meskipun demikian perbedaan yang ada jauh melebihi persamaan yang ditemukan. Kera adalah kera. Sebangsa binatang yang seperti itu adanya. Sedangkan manusia tidaklah termasuk jenis binatang. Manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan Allah untuk menjadi Khalifah di muka bumi. Meskipun pada kenyataannya, banyak sekali manusia yang sesat, kejam (lebih kejam dari binatang) dan justru menjadi perusak di muka bumi.

Manusia adalah makhluk yang sempurna akal dan pikirannya, sehingga memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap lingkungan dimana dia tinggal. Manusia juga sangat mudah dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsinya. Sehingga, bentuk fisik, garis wajah, warna kulit, serta bahkan warna dan model rambut juga akan berbeda.

Tidak usah jauh-jauh menelusuri ke jaman purba, saat inipun bisa kita amati hal-hal yang demikian. Lihatlah perbedaan manusia-manusia yang tinggal di pesisir dengan yang tinggal di pegunungan? Dari bentuk fisik, tekstur kulit dan juga warna kulit, pasti nampak ada perbedaan yang cukup menyolok. Manusia yang tinggal di daerah bergunung-gunung akan nampak lebih bersih (putih) kulitnya jika dibanding dengan manusia yang tinggal di daerah pesisir. Mengapa? Karena perbedaan suhu rata-rata yang mempengaruhi semua hal itu.

Eropa, Amerika, Australia dan negara-negara di daerah dingin lainnya, pasti mempunyai kecenderungan berkulit dan berambut putih jika dibanding dengan negara di daerah tropis atau subtropis. Pun demikian dengan faktor makanan yang dikonsumsi setiap harinya, pasti akan mempengaruhi juga terhadap bentuk fisik manusia secara keseluruhan.

Intinya adalah; kita yakini kebenaran tentang Nabi Adam dan Hawa sebagai Bapak dan Ibuk moyang manusia. Katakanlah, beliau diturunkan di suatu tempat di Asia Kecil, meskipun sampai saat ini masih menjadi perdebatan, berkembang sampai ratusan generasi banyaknya. Sekedar catatan, berdasarkan keterangan dalam Kitab Suci dan Al-Qur’an, manusia pada zaman ini bertubuh tinggi besar dan berumur hingga ribuan tahun.

Katakanlah umur manusia sampai seribu tahun, sedangkan masa baligh atau kedewasaan manusia setidaknya umur 14 tahun, maka dalam seribu tahun akan tercipta sebanyak 71 generasi. Ini diperoleh dari 1000 tahun : 14 tahun = 71, sekian. Jika setiap generasi memiliki 2 anak, maka generasi yang diturunkan berlipat ganda pada kelipatan tersebut. Entahlah, saya tidak ingin ribet dengan hitungan ini, tapi yang pasti hampir seperti itulah gambarannya.

Berhubung dalam satu wilayah sudah cukup banyak populasinya, ditambah mungkin ada perselisihan satu dengan yang lain, sebagaimana dikisahkan dalam riwayat Nabi Adam pada pelajaran sewaktu sekolah dulu, maka beberapa diantara mereka melakukan migrasi besar-besaran menuju satu tempat baru dan mengembangkan keturunannya di tempat itu.

Dengan perkembangan yang cukup pesat dan mungkin perselisihan kembali, maka kisah migrasi kembali terulang dan terulang terus sampai manusia memenuhi hampir semua tempat di muka bumi ini. Perlu dicermati, selain karena meledaknya populasi dan perselisihan, bencana alam, seperti banjir besar, gunung meletus, gempa bumi ( yang semuanya mungkin merupakan azab Allah bagi kaum tertentu, sebagaimana disebut dalam Kitab Suci), juga merupakan penyebab meluasnya populasi manusia.

Kembali ke pertanyaan awal, mengapa kemudian manusia bisa menjadi berbeda-beda secara fisik maupun perilaku, dan bahasanya? Semua kembali kepada waktu. Jika terjadinya perubahan itu dalam waktu sehari atau dua hari saja, tentu perbedaan itu tidak akan pernah ada. Tapi, hal ini terjadi ratusan, bahkan hingga ribuan tahun. Kita yang awalnya tinggal di kota pesisir dan berkulit agak gelap, dalam kurun 10 tahun saja sudah berubah menjadi lebih terang dan halus kulitnya setelah pindah ke dataran tinggi yang subur. Bagaimana jika kurun waktunya ribuan tahun?

Ingat, tulisan ini bukanlah teori yang diutarakan oleh ahli. Namun, ini lebih mendekati kepada penjelasan yang logis secara nalar dan didasarkan atas pengetahuan saya yang terbatas. Selebihnya dari itu, hanyalah kemungkinan belaka. Semoga menjadi bahan pertimbangan bagi yang lebih ahli untuk menguak sejarah awal peradaban manusia. (Pakdhe U ®/Windows Live Writer/Blogger/2013)

Minggu, 21 Juli 2013

Teori Tentang Peradaban Awal

Benarkah Indonesia Menjadi Awal Peradaban?

Oleh : Pakdhe U ®

Jember,IN—Saya cukup tergelitik mengenai beberapa tulisan yang beredar di dunia maya. Semua tulisan tersebut berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Profesor Santos, yang menyebutkan bahwa Atlantis, Benua yang tenggelam dan merupakan awal peradaban maju manusia, ada kemungkinan berada di kawasan Sundaland, atau wilayah barat Indonesia, meliputi Jawa, Kalimantan, Sumatera, Semenanjung Malaysia dan seterusnya.

Tentang bukti-bukti yang diajukan sebagai penguat teori tersebut, bisa dikatakan memang cukup kuat, jika didasarkan pada keterangan Plato tentang Atlantis. Yaitu suatu tempat yang selalu bermandikan matahari. Sedangkan tempat yang dimaksud, sudah barang tentu adalah tempat di sepanjang garis khatulistiwa. Salah satu diantaranya adalah Indonesia.

Cukup bangga? Belum sepenuhnya! Karena, wilayah yang berada di garis khatulistiwa tidak hanya Indonesia saja. Di Benua Afrika saja ada beberapa negara yang berada di garis Khatulistiwa; misalnya Kenya, Uganda, Zaire, Kongo dan Gabon. Sedangkan di Amerika Selatan, ada Brazil, Ecuador, Colombia dan Peru. Sekarang, manakah yang lebih memungkinkan menjadi kandidat sebagai tempat Atlantis yang hilang?

Atlantis, melihat dari namanya tentu bisa dihubungkan dengan Samudra Atlantik. Sedangkan wilayah yang berbatasan dengan Samudra Atlantik dan berada di garis equator adalah; Brazil sebelah timur. Lalu mengapa peninggalan peradaban tinggi justru terdapat di Peru? Yaitu sisa-sisa peradaban suku Maya, Machu Pichu, di sekitar pegunungan Andes.

Satu hal yang bisa dijadikan alasan adalah, ketika banjir besar terjadi di Atlantis, sebagian penduduknya yang selamat mengungsi ke arah barat, mengingat Pegunungan Andes merupakan tempat yang tinggi sehingga dianggap aman sebagai tempat pengungsian. Di tempat tersebut, mereka melanjutkan peradaban mereka dan kemudian menamai laut yang menenggelamkan mereka sebagai Atlantik.

Sebagian lagi dari mereka mengungsi ke arah timur, yaitu ke Afrika dan berlanjut ke Mesir. Itulah kemudian yang menyebabkan peradaban Mesir kuno begitu tinggi dan hampir identik dengan peradaban suku Maya di Peru. Ada kemungkinan banjir besar tersebut datangnya perlahan-lahan seperti datangnya laut pasang, sehingga masih ada kesempatan bagi semua penduduk untuk mengungsi, meninggalkan semua keindahan negeri mereka. Kalau boleh dikatakan, kisah mereka ada kemiripan dengan kisah masyarakat desa Siring, Sidoarjo, yang tenggelam oleh lumpur Lapindo.

Bagaimana dengan Indonesia? Mungkin Indonesia memang bukan tempat Atlantis berada. Tapi, jika mengingat sebagian besar fosil manusia purba ditemukan di Indonesia, termasuk juga fosil-fosil manusia gua yang tersebar di seantero Nusantara, masih ada kemungkinan Indonesia merupakan tempat awal manusia diturunkan. Apakah ini berarti Nabi Adam diturunkan di Indonesia? Saya tidak berani berspekulasi atau mengeluarkan teori tentang hal itu. Yang pasti, fosil manusia purba, fosil manusia raksasa dan kuburan-kuburan panjang banyak ditemukan di Indonesia. Kita semua pernah mendapatkan pelajaran bahwa, manusia pada jaman Nabi Adam sangat besar dan tinggi. Lalu hubungannya apa? Silahkan dipikirkan sendiri.

Terlepas dari hal-hal yang saya tulis di atas, permasalahan dimana letak Atlantis, dimana manusia pertama turun dan siapa yang sebenarnya menjadi awal peradaban manusia, adalah hal yang tidak layak untuk diperdebatkan. Selain hal tersebut memang tidak debatable, juga hanya akan menjadikan kita seolah terkungkung oleh sesuatu yang tidak pasti. Yang jelas, semua itu biarlah tetap menjadi misteri Allah sepanjang masa. Sedangkan apa yang terjadi, sebagaimana dikisahkan dalam beberapa Kitab Suci dan juga Al Qur’an, adalah memang untuk menjadikan kita semakin Iman dan Takwa.

Namun demikian, jika kemudian hari memang benar-benar ditemukan peninggalan Atlantis, entah di Indonesia atau di Amerika Selatan atau di Afrika, janganlah kemudian kita berbangga diri menyebutkan itu sebagai penemuan terbesar sepanjang peradaban. Justru, kita harus semakin hati-hati dalam menjalani hidup sebagai manusia dan semakin mempertebal Iman dan Takwa kita, karena sesungguhnya apa yang diceritakan dalam Kitab Suci dan Al Qur’an adalah benar adanya.

Bagaimana dengan Anda? (Pakdhe U ®/windows live writer/blogger/2013)

Jumat, 19 Juli 2013

Merindukan Generasi Pemimpin

Oleh : Pakdhe U®

Jember, IN – Pemimpin yang baik, untuk saat ini sangatlah sulit kita temukan. Karena, kriteria baik yang diharapkan, atau setidak-tidaknya mendekati, adalah sangat relatif. Baik menurut kita, belumlah tentu baik menurut orang lain. Namun, jika kita menggunakan parameter yang lain dalam menentukan ukuran baik atau tidak baik, masih ada kemungkinan kita bisa mendapatkan ukuran baik yang sesungguhnya.

Parameter tersebut diantaranya adalah meliputi; Kejujuran, Kedisiplinan, Ketaqwaan, dan Integritas yang tinggi. Jadi, menurut saya, seorang pemimpin akan disebut baik, atau sedikit lebih baik, jika dalam menjalankan kepemimpinannya selalu mengutamakan kejujuran, kedisiplinan, ketaqwaan dan integritas yang memadai.

Kecerdasan dan wawasan luas, belumlah cukup menjadi syarat seseorang menjadi pemimpin yang baik. Pun demikian dengan nilai akademis yang baik, tidak selamanya menjamin seorang pemimpin menjadi disebut baik.

Bayangkan jika kita memiliki seorang pemimpin potensial yang cerdas, namun dalam bertindak pada kesehariaannya tidak pernah jujur? Katakanlah mereka memiliki istri simpanan. Atau, katakanlah pula mereka memanipulasi keuangan negara. Apa yang akan terjadi? Tentu hal ini akan sangat berpengaruh pada gaya memimpin mereka. Sudah pasti mereka tidak akan fokus pada kepentingan rakyat. Kalaupun mereka bekerja hanyalah untuk memenuhi tuntutan hidup setelah memiliki istri simpanan, atau bahkan selalu mencari celah agar korupsinya tidak terendus.

Bayangkan pula jika kita memiliki seorang pemimpin yang disebut-sebut berprestasi akademis cukup baik, mungkin kita akan beranggapan bahwa semua permasalahan akan dengan mudah diselesaikan. Tapi, jangan lupakan satu hal; bagaimanakah mereka bisa memperoleh nilai akademis yang sangat memuaskan tersebut? Apakah dengan membeli ijazah, apakah dengan membeli penelitian, atau mereka mendapatkannya secara benar dengan nyata-nyata bersekolah sampai jenjang tersebut. Ingat, akhir-akhir ini sangat banyak pejabat negara yang menjadi pemimpin rakyat hanya berbekal ijazah palsu.

Saya merasakan, saat ini tidak ada lagi bentuk yang konkret dalam upaya mencetak generasi pemimpin. Anak-anak kita hampir setiap hari selalu dicekoki budaya-budaya asing yang bertentangan dengan nilai luhur bangsa, melalui media televisi. Bahkan, tanpa kontrol yang ketat, dengan mudahnya kita menemukan anak-anak kita bermain game elektronik yang bergenre perang atau kekerasan.

Untuk mencetak generasi pemimpin yang baik, sudah semestinya kita bergerak dari sekarang, sebelum terlambat sama sekali. Hal ini bisa kita mulai dari lingkungan keluarga. Kita bisa menanamkan nilai-nilai kejujuran sejak dini pada anak-anak kita. Kita harus bisa membiasakan anak-anak kita, yang merupakan calon pemimpin masa depan, bertindak santun, jujur dan disiplin.

Arik Und Marchel

Untuk mewujudkan hal tersebut, ada baiknya kita menerapkan sistem “ Hadiah & Hukuman, “ dimana setiap anak kita melakukan kesalahan, sekecil apapun itu, akan diberikan hukuman sesuai dengan kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya. Sebaliknya, jika anak kita melakukan satu hal kebaikan, sekecil apapun itu, akan diberikan hadiah yang sepantasnya.

Tidak perlu hukuman yang keras atau menyakitkan, cukup yang sekiranya membuat anak kita jera dan tidak akan lagi melakukan kesalahan yang sama. Pun dengan hadiah, tidak perlu hadiah yang mahal, cukup yang sekiranya mampu membuat mereka senang dan merasa dihargai.

Anak-anak adalah cermin masa depan bangsa ini. Jika anak-anak dibentuk dengan karakter yang baik, disiplin dan jujur, niscaya masa depan bangsa ini juga akan berjaya. Kiranya cukup sampai disini pendapat saya, teriring do’a untuk keberhasilan anak-anak kita menjadi generasi pemimpin yang jujur, disiplin dan bertanggung jawab.(Pakdhe U®/windows live writer/blogger/2013)

Minggu, 14 Juli 2013

BLSM

Bantuan Langsung Yang Kurang Merata

Oleh : Pakdhe U ®

Jember,IN—BLSM, atau dulu bernama BLT, adalah salah satu bentuk kompensasi dari kenaikan harga BBM. BLSM adalah bantuan berupa uang tunai dengan besaran tertentu yang bersifat sementara, yaitu hanya untuk beberapa bulan saja. Kalau dulu BLT memiliki kepanjangan Bantuan Langsung Tunai, untuk saat ini, BLSM memiliki kepanjangan Bantuan Langsung Sementara untuk Masyarakat Miskin.

Menurut beberapa tetangga saya, yang kebetulan mendapatkan jatah BLSM, padahal yang lebih miskin dari dia lebih banyak, jumlah bantuan yang diterima tidak kurang dari Rp. 300.000,- saja. Cukup? Tentu masih jauh dari kata cukup, kata mereka, mengingat saat ini semua harga kebutuhan hidup meroket begitu tingginya, mengikuti kenaikan harga BBM. Seperti pernah saya singgung dalam tulisan saya sebelumnya, Tsunami Ekonomi, beban rakyat miskin semakin berat mengingat momen kenaikan harga BBM sekaligus menjelang Bulan Ramadhan dan Tahun Ajaran Baru.

Menurut Pemerintah, peluncuran BLSM sudah melalui kajian yang sangat mendalam dan melewati tahapan-tahapan yang sistematis. Dalam artian, setiap siapapun yang berhak menerima bantuan tersebut adalah benar-benar miskin dan layak menerima bantuan (menurut kacamata Pemerintah), karena sebelumnya mereka sudah didata sedemikian rupa. Mungkin itu benar menurut Pemerintah. Tapi, bagaimanakah kenyataan di lapangan?

Apa yang saya sampaikan dalam tulisan ini, tentu tidak bisa dijadikan sebagai landasan secara umum, karena data yang saya gunakan hanyalah sebatas lingkungan tempat saya tinggal. Namun demikian, setidak-tidaknya hal ini menjadi sebagian kecil gambaran yang sangat mungkin terjadi di masyarakat secara luas.

Di Desa tempat tinggal saya, pun di kota Kecamatan, sebagaimana yang disyaratkan oleh Pemerintah, bahwa siapapun yang akan menerima BLSM harus memiliki Kartu Keluarga (KK), serta Kartu Tanda Penduduk (KTP) tentunya. Namun, ternyata ada beberapa orang di Desa saya, khususnya janda-janda tua yang sudah tidak memmiliki KTP maupun KK, dengan alasan sudah lemah dan renta jika harus mengurus sendiri ke Kelurahan.

Karena mereka tidak memiliki apa yang menjadi persyaratan menerima BLSM, sementara pihak Kelurahan tidak menjemput bola untuk memberikan layanan pembuatan KTP dan KK bagi mereka, misalnya dengan memberikan layanan kendaraan gratis untuk mengantar dan menjemput mereka ke Kantor Kecamatan, tentulah mereka luput dari pendataan calon penerima BLSM.

Sekarang begini, kriteria miskin menurut Pemerintah adalah dilihat secara visual dan bukan secara real. Maksudnya begini; masyarakat yang memiliki rumah dengan dinding tembok, berlantai plester atau keramik, atau setidaknya memiliki kendaraan sepeda motor, tidak bisa dikategorikan sebagai miskin. Mereka termasuk golongan Pra Sejahtera maupun Sejahtera 1.

Padahal, di tempat saya ada yang memiliki rumah tembok berlantai keramik dan memiliki sepeda motor, tapi dalam kehidupan sehari-hari sangat susah. Apa yang didapat hari itu, akan habis hari itu juga, ibaratnya. Lalu, bagaimana dia bisa mempunyai rumah berlantai keramik? Dia tidak pernah memiliki rumah, sementara rumah yang dia tinggali itu hanyalah bentuk dari kebaikan seseorang yang meminta dia untuk menempatinya sekaligus menjaga dan merawat setiap hari. Bagaimana dengan sepeda motornya? Itu juga pemberian dari pemilik rumah sebenarnya untuk modal kerja mengojek, sebagai ucapan terimakasih karena rumahnya sudah dijaga.

Secara visual, orang ini termasuk Sejahtera. Tapi jangan salah, secara real, dia termasuk keluarga miskin. Karena untuk makan sehari saja adakalanya tidak mencukupi. Meski dibantu dengan kerja serabutan menjadi buruh maupun kuli, sekalipun. Sekarang, berapa besar sih penghasilan tukang ojek di desa? Dia tidak mendapatkan BLSM.

Di lain pihak, ada yang kelihatannya miskin, karena tinggal di rumah berdinding bambu, berlantai plester biasa sebagian dan berlantai tanah secara umum, tidak memiliki kendaraan apapun. Padahal orang ini cukup mampu karena selalu mendapatkan kiriman dari anaknya yang bekerja di Malaysia dalam bentuk tabungan. Bahkan, dari tabungan tersebut, dia juga memiliki sepetak sawah. Dan berkat rumahnya yang jelek secara visual, dia mendapatkan BLSM. Secara real, seharusnya dia tidak berhak.

Saya tidak ingin berdebat tentang masalah ini, karena memang hal ini tidak debatable dan boleh disebut termasuk satu masalah yang memiliki relatifitas cukup besar. Tapi, bukan berarti saya diam dan menutup mata untuk semuanya. Saya hanya sekedar memberikan gambaran tentang situasi pembagian BLSM di tempat saya yang sepertinya kurang merata. Entah di daerah anda?

Saya melihat di berita televisi, ada beberapa daerah yang dalam pembagian BLSMnya terdapat orang-orang yang menenteng handphone mahal (meskipun mungkin hanya bekas), memakai kalung emas (meskipun mungkin hanya sepuhan), membawa sepeda motor (meskipun mungkin pinjaman) dan berbaju cukup boleh dikatakan baik. Lalu, mengingat di desa saya juga demikian, apakah ini artinya pembagian BLSM memang benar-benar kurang merata? Ini sudah menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah sejak dulu untuk menuntaskan permasalahan ini.

Ingat, rumah bagus belum tentu kaya dan sebaliknya, rumah jelek belum tentu juga miskin. Pemerintah harus lebih jeli dan hati-hati dalam mendata orang-orang miskin di negeri ini. Pertanyaan yang sangat krusial bagi saya adalah, seberapa banyak sebenarnya warga negara Indonesia yang betul-betul miskin? ( Pakdhe U ®/windows live writer/blogger/2013)

Sabtu, 13 Juli 2013

Sinetron Damar Wulan

Contoh Terbaik Pencetak Generasi Pemfitnah

Oleh : Pakdhe U ®

Jember, IN—Beberapa waktu belakangan, masyarakat kita mendapatkan suguhan tontonan berupa sinetron kolosal dari salah satu televisi swasta nasional. Sinetron tersebut berlatarkan jaman kerajaan, tepatnya Kerajaan Majapahit. Semua pasti sudah paham, sinetron yang tayang pada jam utama tersebut berjudul “Damar Wulan.”

Jujur, saya tidak begitu suka dengan sinetron tersebut, meskipun saya akui dalam beberapa hal sinetron tersebut menunjukkan kemajuan teknologi multimedia bangsa Indonesia. Mengapa? Banyak hal yang menjadikan saya sangat tidak suka, diantaranya adalah:

Yang paling menonjol dalam cerita sinetron tersebut hanyalah adegan kekerasan dan kekerasan saja, dari awal scene sampai akhir tayangan. Selain itu, cerita yang ditampilkan lebih menonjolkan sisi buruk sifat manusia, yaitu memfitnah demi untuk memuluskan jalan meraih apa yang diharapkan.

Betul, saya akui secara sinematografi, meskipun saya tidak begitu paham, koreografi adegan peperangan nampak sangat bagus dan bisa membuat penonton geregetan. Namun, porsi yang ditampilkan sangat jauh melampaui ukuran sewajarnya.

Bahkan sampai-sampai mertua saya sendiri mengatakan; “perang maneh perang maneh. Mosok perang gak mari-mari. Pethuk iki perang, pethuk ika perang. Mboseni!” (bahasa jawa = perang lagi perang lagi. Masa perang gak selesai-selesai. Ketemu ini perang, ketemu itu perang. Membosankan!) Belum lagi jika diamati lebih cermat, sangat banyak keganjilan visualisasi grafis yang ditampilkan.

Maaf, saya tidak suka terhadap sinetron tersebut, namun bukan berarti saya tidak mengamati visualisasi sinetron itu. Coba, sekali waktu amati adegan demi adegan yang ditampilkan. Lihatlah latar belakang adegan tersebut? Yang saya lihat adalah; adakalanya adegan berada pada kondisi latar terang karena siang hari. Tapi dalam frame yang sama, tiba-tiba latar berubah menjadi gelap seperti malam. Mungkin saya salah, tapi apa yang saya lihat tidak cukup sekali dua kali.

Yang sedikit menggelitik lagi adalah, ketika terjadi adegan peperangan antar karakter, lokasi perang sepertinya tidak pernah berubah meskipun diceritakan sedang berada di hutan atau di luar istana. Yang paling sering menjadi latar adegan perang adalah tembok yang merupakan dinding istana dan goa batu.

Saya juga sempat mengamati adanya satu orang yang memerankan banyak karakter sebagai figuran. Dalam dunia film itu wajar dan sah-sah saja asalkan terdapat perbedaan make up dan penegasan karakter, tapi yang terjadi dalam sinetron ini, ada seorang figuran yang sepertinya tanpa ubahan make up berarti (cuma ganti kostum) memerankan kusir pedati, pedagang, tabib dan sekaligus prajurit. Hal itu semua hanya dalam satu episode saja. Jadinya lucu dan terkesan kurang pemain, lain halnya jika perubahan karakter dilakukan pada lain episode. Misalnya, dalam episode ini berperan sebagai kusir dan episode berikutnya baru sebagai prajurit.

Terlepas dari keganjilan-keganjilan visual yang saya sampaikan di atas, yang mungkin hanya faktor teknis karena sinetron tersebut termasuk sinetron kejar tayang yang harus sudah siap siar setiap hari. Tentu saya maklum jika pembuat sinetron tersebut tidak memiliki banyak waktu luang untuk melakukan editing yang baik. Saya juga penghobi sinematografi, sehingga cukup paham jika dalam mengedit sebuah film menjadi layak tayang sangat membutuhkan banyak waktu luang. Beberapa diantara karya film saya ada di You Tube, namun demikian, karena keterbatasan bandwith dan kualitas jaringan internet di tempat saya, hanya sebagian kecil saja yang saya tampilkan.

Kembali mengenai sinetron Damar Wulan, bahkan, demi mengejar jam tayang, sepertinya beberapa adegan yang sudah diambil terpaksa dipasang kembali. Maka yang terjadi adalah ketidak sinkronan latar, bahkan kostum pemain. Namun, yang justru lebih mengerikan dari tayangan tersebut adalah porsi yang sangat berlebihan untuk dialog yang “seolah-olah” mengedepankan Fitnah dan Hasut menghasut, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Patih Logender beserta juru nujumnya, Nyi Cemplon. Dalam beberapa episode, saya mengamati bagaimana dua karakter ini berusaha menghasut dan memfitnah serta mengajarkan bagaimana cara memutar balikkan fakta yang baik. Apakah ini bukan merupakan tindakan yang mengkhawatirkan? Belum lagi, menurut orang-orang tua yang gemar cerita pewayangan dan sangat hobi membaca sejarah, cerita tersebut sangat terkesan mengada-ada dan jauh dari pakem.

Ini mengingat sinetron tersebut ditayangkan pada jam-jam anak-anak belajar, alias jam kumpul keluarga. Dan ironisnya lagi, banyak sekali anak-anak yang menyukai sinetron tersebut. Bukan tidak mungkin, lambat laun karakter-karakter pemfitnah sebagaimana ditunjukkan oleh tokoh dalam sinetron tersebut akan membekas dan pada akhirnya menjadi karakter generasi penerus kita. Ini sangat mengerikan bukan?

Satu hal lagi yang perlu saya sampaikan adalah; seharusnya tayangan tersebut masuk dalam kategori dewasa dan harus mendapat pengawasan penuh dari lembaga yang berwenang, dalam hal ini adalah KPI ( Komisi Penyiaran Indonesia ) dan Kemenkominfo ( Kementerian Komunikasi dan informasi ). Bagaimana menurut para pembaca sekalian?(Pakdhe U ®/windows live writer/blogger/2013)

Jumat, 12 Juli 2013

Apalah Arti Sebuah Nama

Oleh : Pakdhe U ®

Jember, IN—Bagi sebagian orang, nama yang disandangnya sangat berarti. Meskipun William Shakespere (kalau saya tidak salah tulis), pernah menyatakan “ Apalah Arti Sebuah Nama?”, persis seperti judul posting kali ini. Memang, saya sengaja meminjam kata-kata tersebut untuk judul posting kali ini.

Menurut saya, nama seseorang memang sangat bermakna. Dari sederet nama tersebut, kita bisa dengan mudah mengetahui asal usul seseorang darimana. Misalnya; orang dengan nama Cecep, Ujang, Iteung, Nana Suryana dan Euis, sudah dapat dipastikan mereka dari Sunda.

Pun demikian dengan nama-nama; Wagimin, Bejo, Paidjan, Sri dan Sudarmi, orang akan dengan mudah menyebutkan jika mereka berasal dari Jawa. Ada pula nama Ketut, Made, Nyoman dan Wayan yang berasal dari Bali. Ini hanya sebagian kecil dari ciri khas penamaan orang-orang Indonesia. Yang lainnya masih ada semacam ; Sihombing, Sitompul, dari Batak.

Jika disebutkan ciri khas penamaan orang Indonesia satu persatu, saya yakin media blog saya ini tidaklah mencukupi. Hal ini dimungkinkan karena di Indonesia tersebar ratusan suku bangsa di berbagai daerah yang tentunya memiliki standar atau kekhasan tersendiri dalam menentukan penamaan seseorang.

Namun, sayangnya saat ini kekhasan tersebut sudah mulai luntur tergerus kemajuan jaman. Tidak sedikit orang tua-orang tua jaman sekarang yang memberikan nama pada anak-anaknya dengan menggunakan nama-nama orang yang terkenal, seperti Priscilla, Jason, Wlliam dan masih banyak lagi nama-nama sinetron lainnya.

Menurut saya itu semua sah-sah saja, meskipun secara tidak langsung sudah menodai tradisi Indonesia. Bukannya munafik, saya sendiri juga memberikan nama pada anak saya dengan bahasa yang aneh, yang kelihatannya seperti nama asing. Padahal saya juga menambahkan bahasa lokal (jawa) pada nama anak saya, yaitu Ayu yang berarti cantik dan Pradhipta (kalau tidak salah bahasa Sansekerta) yang berarti prajurit.

TRADISI GANTI NAMA

Ada kepercayaan dalam masyarakat tradisional Jawa, dan Indonesia secara umum, bahwa jika memiliki anak yang sering sakit atau sering celaka, maka mereka harus mengganti nama anak mereka dengan nama lain yang memiliki makna keberkahan atau keselamatan.

Seorang kolega pernah mengalami hal yang demikian, beberapa waktu yang lalu. Ketika itu, anaknya yang bernama Asma’ul Husna, dengan harapan memiliki kebaikan sebagaimana Asma’ul Husna, mengalami sakit yang tak kunjung sembuh. Sembuh satu hari, sakitnya bisa lima hari dan begitu seterusnya sampai si anak berusia satu tahun.

Berdasarkan tradisi yang melekat dalam masyarakat setempat, si anak dari kolega saya tersebut terpaksa berganti nama menjadi Saniah, dalam bahasa lokal berarti selamat. Ajaibnya, sejak saat tasyakuran penggantian nama tersebut, si anak berangsur sehat dan bahkan sampai saat ini kelas 6 tidak pernah mengalami sakit yang berarti.

Kalau sudah begini, tentu sebuah nama sangat memiliki arti bagi siapapun yang menyandang nama tersebut.

MENENTUKAN NAMANYA SENDIRI

Lain cerita tentang tradisi di desa tetangga. Di tempat tersebut si anak yang menentukan sendiri nama panggilannya tanpa harus mengganti nama aslinya. Hal ini dilakukan pada saat anak sudah berusia lima tahun. Si anak tersebut akan ditanyai oleh beberapa tetua adat tentang namanya. Nanti, nama yang sama disebut lebih dari satu kali itulah yang dijadikan nama panggilan si anak.

Misalnya; seorang anak bernama Hariadi Sutrisno, ketika ditanya namanya oleh tetua adat pertama menjawab Yadi sebagai namanya. Sedangkan tetua adat kedua dan ketiga mendapatkan jawaban yang sama, yaitu Inok. Maka, anak tersebut harus dipanggil Inok oleh semua orang selamanya. Jika hal ini dilanggar, konon akan membawa kesialan bagi si anak di kemudian hari.

Namun sayangnya, semua hal yang saya sebutkan di atas, saat ini sangat sulit sekali ditemui. Semuanya sudah tergerus oleh kemajuan jaman yang serba cepat dan kebanyakan kaum muda sekarang tidak ada yang mempercayai hal-hal tersebut.

Jadi, jika ada yang mengatakan sebagaimana kata-kata Shakespere, “Apalah Arti Sebuah Nama?”, tentunya mereka tidak pernah menghargai betapa orang tua mereka sudah berusaha memberikan nama yang terbaik. Memberikan nama yang mengandung makna kebaikan dan terselip harapan yang sangat tinggi atas nama tersebut. Atau mungkin, orang tua mereka sendiri yang mengajarkan bahwa tidak ada satupun nama di muka bumi ini yang bermakna? Entahlah!!.(Pakdhe U ®/windows live writer/blogger/2013)

Kamis, 11 Juli 2013

Mengais Berkah Di Bulan Ramadhan

Oleh : Pakdhe U®

Jember, IN – Bulan Ramadhan, terlepas dari adanya perbedaan penentuan tanggal permulaannya, bagi semua umat Muslim Dunia merupakan bulan yang sangat didambakan kehadirannya. Tak terkecuali bagi Muslim di Indonesia. Menurut saya, perbedaan penentuan permulaan Ramadhan, sebagaimana terjadi di Indonesia, adalah hal yang sangat wajar dan manusiawi. Hal ini mengingat adanya perbedaan teknik, sistem serta wawasan yang diterapkan dalam menentukan datangnya permulaan Ramadhan. Namun begitu, bukan berarti adanya perbedaan tersebut lantas mengurangi makna religi dan konteks kekhusukan dari ibadah Puasa itu sendiri.

Menurut pendapat para Ulama, yang didasarkan pada Hadist serta termaktub dalam Al Qur’an, Ramadhan adalah satu bulan yang penuh dengan keberkahan, penuh dengan hidayah serta bulan yang sangat tepat untuk melakukan kebaikan. Ramadhan adalah bulan dimana syetan, iblis dan jin-jin jahat dirantai atau dibelenggu, dengan tujuan agar tidak mengganggu umat manusia dalam menjalankan kebaikan.

Dengan begitu, manusia hanya berhadapan dengan nafsunya sendiri tanpa campur tangan syetan maupun bangsa sejenisnya. Selama bulan Ramadhan, kita dituntut untuk mampu mengekang segala hawa nafsu yang sangat berpotensi merusak kaidah keimanan serta kekhusukan kita dalam beribadah Puasa. Pertanyaannya adalah, apakah kita mampu menghadapi godaan dari dalam diri kita sendiri, dalam hal ini adalah nafsu kita?

Sejak kita masih kanak-kanak, selalu diajarkan bahwa pada bulan Ramadhan kita harus berpuasa, menahan lapar dan haus. Sebenarnya Ramadhan tidaklah cukup dimaknai begitu saja. Ramadhan tidak hanya menahan lapar dan haus semata. Ramadhan juga menuntut kita untuk mengekang diri dari tabiat-tabiat buruk yang selama ini nampak sah-sah saja kita lakukan. Selain menahan lapar dan haus, Ramadhan juga mengharapkan kita menahan emosi, ego, hasrat negatif dan ambisi yang berlebihan.

Selama bulan Ramadhan, dan seharusnya pada bulan-bulan yang lainnya, hendaknya kita tidak saling bermusuhan satu sama lain, hendaknya kita tidak berperang demi apapun alasannya, hendaknya kita bisa saling menjaga satu sama lain dengan penuh cinta. Namun, pada kenyataanya saya masih mendengar adanya kabar bentrokan antar kampung, peperangan yang mengerikan dan satu sama lainnya tidak saling menjaga dalam cinta.

Padahal, jika kita semua berkenan untuk menahan diri, sebagaimana yang diharapkan selama Ramadhan, berkah yang tiada terhingga akan senantiasa kita dapatkan tanpa terputus. Dan kalaupun kita tidak mendapatkannya (berkah tersebut) selagi kita masih hidup, setidak-tidaknya ada bekal kebaikan yang bisa kita bawa menuju hari akhir nanti.

Saya bukanlah seorang Ustads, maupun Kyai. Namun saya sangat mendambakan kita semua mengais berkah di bulan yang penuh rahmat ini, Bulan Ramadhan. Saatnya kini kita saling berangkulan dalam damai, bersatu dalam cinta dan bernafas dalam hembusan keindahan. Selamat menjalani ibadah Puasa dengan khidmat dan khusuk, semoga kita senantiasa dilimpahi keberkahan yang tak terhingga. Amin!

Salam untuk bumi yang damai.(Pakdhe U® /Windows Live Writer/Blogger/2013

Rabu, 10 Juli 2013

Tsunami Ekonomi

By: Pakdhe U®

Jember, IN. Di Indonesia, bulan Juni adalah bulan yang sangat berat. Setelah sekian lama tertunda, tertunda dan tertunda lagi, akhirnya rencana kenaikan harga BBM jadi juga dilaksanakan. Tidak tanggung-tanggung, kenaikannya mencapai Rp. 2.000, untuk bensin, dan Rp. 1.000, untuk solar, dalam setiap liternya. Sehingga, harga bensin dari sebelumnya Rp. 4.500, sekarang menjadi Rp. 6.500, dan solar, dari harga Rp. 4.500, menjadi Rp. 5.500.

Pemerintah mengutarakan alasan kenaikan harga BBM tersebut adalah untuk mengurangi jebolnya anggaran demi menutup subsidi BBM. Menurut saya yang masih sangat awam ini, sah-sah saja mereka (pemerintah) mengatakan bahwa anggaran jebol. Tapi, bukanlah subsidi BBM yang kemudian harus menjadi kambing hitam satu-satunya atas jebolnya anggaran tersebut.

Ulah para pejabat nakal yang menilep alias menggelapkan, atau bahasa kerennya mengkorupsi kekayaan negara, tentu bisa disebut sebagai salah satu hal yang paling mungkin menjebol anggaran negara. Anggaran untuk Pendidikan, Pertahanan, Ketahanan Pangan, Stabilitas Ekonomi dan lain sebagainya, bukan tidak mungkin menjadi sasaran korupsi para pejabat nakal tersebut. Hanya saja, kita memang membutuhkan audit yang lebih mendalam.

Saya tidak akan membahas tentang siapa yang mengkorupsi apa serta perlu tidaknya audit mendalam atas permasalahan tersebut, karena saya tidak memiliki kapasitas yang memadai tentang hal tersebut. Saya hanyalah “tukang rumput” biasa, yang awam dan tahunya hanya tentang mencari nafkah satu hari untuk dimakan hari yang sama.

Saya hanya akan menyampaikan beberapa keluhan sahabat, rekan, kolega dan orang-orang yang berada di sekitar saya, tentang kehidupannya, pekerjaannya dan segala tekanan yang mereka hadapi semenjak harga BBM melonjak naik. Mereka adalah para buruh tani, nelayan dan beberapa diantaranya pekerja serabutan.

Dari beberapa yang mereka keluhkan kepada saya, saya hanya menyimpulkan satu hal yang merupakan benang merah dan memiliki kesamaan makna tentang pendapat mereka mengenai kenaikan harga BBM. Bagi mereka, kenaikan harga BBM tidak ubahnya sebagai sebuah Tsunami Ekonomi yang memporak-porandakan semuanya. Sebuah ombak besar yang menggulung ekonomi mereka hingga hancur lebur.

Saya ilustrasikan demikian; seorang sahabat yang membuka sebuah warung kecil, mendapatkan penghasilan dari warung perharinya tidak lebih dari Rp. 150.000, kotor. Untuk belanja modal, disaat harga cabe melesat, harga daging ayam melesat, telur dan beberapa kebutuhan warung lainnya juga melesat, hanya tersisa bersih sekitar Rp. 25.000, saja. Itupun masih harus dibagi untuk pengeluaran yang lain; misalnya listrik, transportasi, pendidikan anak-anak dan biaya kesehatan. Pertanyaanya adalah, apa cukup uang Rp. 25.000, perhari?

Sementara ongkos transport anak-anaknya menuju sekolah setiap harinya Rp. 5.000, pulang pergi. Bagaimana dengan jajan mereka? Belum lagi kebutuuhan tak terduga lainnya. Yang ada hanya tinggal mengelus dada. Jika nekat menaikkan harga makanan yang mereka jual di warung terlalu tinggi, tentulah pendapatan mereka akan menyusut lebih cepat, setelah para pembelinya menjadi berkkurang.

Ada lagi yang mengandalkan tenaganya menjadi buruh harian lepas, dengan upah perharinya tidak lebih dari Rp. 40.000. Apakah cukup untuk kebutuhan harian? Sementara tidak setiap hari ada yang membutuhkan jasa tenaga mereka. Yang ada kemudian utang sana utang sini, demi mencukupi kebutuhan harian mereka.

Kata mereka, seharusnya pemerintah lebih bijaksana dalam memutuskan waktu kenaikan harga BBM. BBM boleh naik, tapi alangkah lebih bijak jika bukan bulan Juni. Menjelang Ramadhan dan Lebaran pula. Belum lagi bertepatan dengan Tahun Ajaran Baru anak-anak sekolah. Dampak tsunami ekonominya akan terasa semakin dahsyat.

Ingat, hukum pasar membuktikan bahwa setiap kenaikan harga BBM, akan selalu diikuti oleh kenaikan harga-harga komoditas yang lain. Hukum pasar juga membuktikan bahwa setiap menjelang datangnya hari besar keagamaan, dalam konteks saat ini adalah Ramadhan dan Lebaran, akan selalu juga diikuti oleh merangkak naiknya harga-harga kebutuhan pokok. Hukum pasar juga membuktikan bahwa setiap moment Tahun Ajaran Baru, akan selalu diikuti oleh kenaikan harga-harga kebutuhan sekolah.

Dengan hadirnya tiga hukum pasar secara bersama dalam satu waktu, berakibat dengan semakin terjepitnya rakyat kecil demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Memang ada BLSM, atau Bantuan Langsung Sementara untuk Masyarakat. Tapi, sifatnya yang sementara dan jumlahnya tidak seberapa, tentu tidak mampu menghadapi gempuran Tsunami Ekonomi dari kenaikan harga BBM dalam tiga riak gelombang; Kenaikan harga BBM itu sendiri sebagai gelombang utama, sementara moment Jelang Ramadhan dan Lebaran, serta moment Tahun Ajaran Baru, sebagai gelombang susulan.

Tapi, bagaimanapun rakyat berteriak; rakyat tetaplah rakyat. Awam tetaplah awam. Yang penting bisa makan hari ini, walau cuma sekali, sudah cukup bersyukur.(Pakdhe U® /Windows Live Blog/blogger/2013)