Ucapan Selamat Datang

SELAMAT MENYIMAK SETIAP ULASAN YANG KAMI SAJIKAN

Sabtu, 11 Juni 2011

Mati Adalah Kata Rahasia

Jember-Indonesia. Adakah pernah terlintas dalam pikiran anda, para pembaca Blog sekalian, sebuah pertanyaan tentang kapan sebuah kematian akan datang? Berpikir untuk mengetahui waktu kematian kita adalah suatu hal yang wajar,meski hal tersebut tidaklah pernah dilakukan oleh kita. Berharap, mungkin kata yang lebih tepat untuk menggambarkan bayangan kita tentang mati. Namun berharap dalam konteks ini adalah berharap dalam keadaan sebaliknya, yaitu berharap tentang kedatangan waktu kematian yang lebih lama, panjang dan nyaman.

Lebih sederhana, pikiran manusia akan selalu dipenuhi dengan harapan untuk bisa menikmati hidup lebih lama. Mendapatkan umur yang jauh lebih panjang dan sebisa mungkin, jikalau kematian nyata-nyata datang, semuanya dalam keadaan yang sempurna.

Membicarakan mati, sama halnya kita mengolah sebuah kata rahasia. Penulis yakin 100% bahkan bisa lebih, tidak ada seorang manusia-pun di permukaan bumi ini yang mengetahui kapan kematian menjemputnya. Sebagaimana dengan rezeki, hidup dan sakit, mati adalah hakiki keputusan Allah yang sangat rahasia. Kapan, dimana dan dengan cara bagaimana seseorang itu mati, hanya Allah yang mengetahuinya. Yang diketahui oleh manusia hanyalah sebatas, mati adalah mutlak. Mati, pasti akan datang menemui siapapun di muka bumi ini. Sekaya apapun kita, sekuat apapun kita, secantik dan setampan apapun kita, setinggi apapun jabatan kita, jika sudah tiba saatnya pasti kita akan mati.

Oleh karena itu, sebelum kematian mendatangi kita, entah nanti sore, nanti malam, besok pagi, atau bahkan setelah anda membaca Blog ini, luangkan waktu sejenak untuk mengulang kembali perjalanan hidup anda. Sisipkan pertanyaan dalam perenungan tersebut; sudahkah kita mengisi setiap jengkal hidup kita dengan hal-hal yang penuh manfaat? Sudahkah kita mempergunakan sisa hidup kita di jalan yang benar? Yakinkah kita dengan setiap keputusan yang kita ambil selama kita hidup?

Sekali lagi, mati adalah kata rahasia yang penuh misteri. Mati tidak pandang bulu terhadap siapa kita. Namun, dengan cara yang bijaksana dan baik, kita pasti akan menikmati kematian dengan indah. Mati dalam keadaan hidup yang penuh makna dan sepanjang hidup senantiasa bermanfaat bagi sesama.

Terimakasih untuk perhatiannya dan sampai jumpa di ulasan berikutnya.

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Sumber : Opini Pribadi | Copyright @2011 | Smille 2 Me |

Mimpi Seorang Awam...

Jember-Indonesia. Sebagai manusia, tidak ada salahnya jika dalam hidupnya senantiasa dipenuhi oleh mimpi. Semuanya, tidak ada perkecualian sedikitpun, pasti mengalami hidup dengan berhiaskan mimpi. Bahkan orang yang sudah teramat sangat sukses sekalipun, juga masih memiliki mimpi. Menurut pendapat orang-orang bijak terdahulu, mimpi adalah bagian dari hidup dan kehidupan manusia. Mimpi adalah sebuah motivasi yang dapat merangsang setiap manusia untuk berusaha dengan giat dan keras, mewujudkan apa yang sudah dimimpikannya tersebut.

Ada sebuah cerita sukses yang berangkat dari sebuah mimpi sederhana. Dulu, saat penulis masih beredar di wilayah Malang Raya, penulis memiliki dua orang sahabat karib yang sangat akrab. Bahkan jika dilihat sepintas, hampir mirip seperti bersaudara kandung. Mereka berdua, kebetulan berasal dari Bumi Untung Suropati, Pasuruan. Seorang adalah Mas Ary, teman kuliah penulis. Dia flamboyan dan supel. Berangkat dari keluarga menengah dan cukup terdidik. Sedangkan yang satunya lagi Mas Hartono, teman dari Mas Ary. Dia cukup giat, ulet dan berangkat dari keluarga yang, maaf, pas-pasan.

Pada awal mulanya, penulis kenal dengan Mas Ary terlebih dahulu, yaitu semenjak penulis mengambil jurusan yang sama di salah satu universitas swasta di wilayah Blimbing, Malang. Meskipun tempat kost kami lumayan berjauhan, kami cukup sering berinteraksi mengerjakan tugas kuliah bersama. Ditengah perjalanan persahabatan kami itulah, penulis dikenalkan dengan Mas Hartono. Saat itu, Mas Hartono bukanlah seorang mahasiswa sebagaimana penulis dengan Mas Ary. Dia adalah seorang pekerja biasa di sebuah industri rumah tangga yang berkecimpung di dunia assesoris kendaraan.

Dalam suatu kesempatan penulis berkunjung ke Pasuruan dan menginap di rumah Mas Hartono bersama Mas Ary, kami bertiga secara iseng saling mengutarakan apa yang selama ini menjadi mimpi masing-masing. Sebagai orang awam, sederhana dan udik, kami bertiga ternyata memiliki mimpi yang sama tentang masa depan. Yaitu, sukses menjalani hidup dan memiliki kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Mengenai pendamping hidup, kami juga memimpikan seorang istri yang baik, cantik dan pengertian. Ya, itulah mimpi orang awam. Simpel dan klasik.

Seiring berjalannya waktu, keadaan memaksa penulis untuk berpisah dengan mereka berdua. Selama bertahun-tahun, penulis tidak pernah mendengar kabar berita dari mereka berdua. Pun demikian dengan nasib cerita mimpi mereka, hilang seolah tanpa bekas. Penulis sibuk dengan kehidupan baru yang serba melelahkan. Sementara mereka berdua, sulit sekali dilacak keberadaannya.

Suatu ketika, tepatnya sekitar tahun 2005, ada panggilan masuk di handphone penulis. Sungguh suatu kejadian yang mengejutkan karena ternyata suara diseberang telepon adalah suaranya Mas Ary! Setelah sekian tahun menghilang, suara itu muncul kembali. Yang lebih mengejutkan lagi adalah, sekarang apa yang dia impikan selama ini hampir semuanya sudah berhasil diraih dalam genggaman. Pekerjaan yang representatif di Yamaha Motor dan mendapatkan kesempatan belajar ke Jepang, seorang istri yang cantik dan jabatan di lingkungan tempat tinggalnya; meskipun hanya sebagai Pak RW.

Lalu bagaimana dengan Mas Hartono? Dari Mas Ary pula, penulis mendapatkan informasi tentang Mas Hartono. Sungguh luar biasa, ternyata Mas Hartono saat ini bukanlah Mas Hartono yang dulu penulis kenal. Selain seorang istri yang cantik, tiga anak yang manis, rumah yang cukup representatif juga sebuah pekerjaan yang menjadikan dia layak disebut Boss. Ya, mimpi dia tentang kemapanan semuanya sudah tergenggam di tangan.

Penulis sendiri, saat ini juga sudah meraih apa yang selama ini penulis impikan. Yaitu ketenangan, seorang istri yang cantik (buat penulis) dan materi yang lebih dari cukup. Jadi, apapun mimpi kita, bagaimanapun keadaan kita, jika kita keras berusaha untuk mewujudkan mimpi itu, niscaya mimpi itu pasti akan teraih dalam genggaman. Wassalam dan sampai jumpa di artikel selanjutnya.


 

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Sumber : Kisah Pribadi | Copyright @2011 |

Mahalnya Tarif Seluler

Jember-Indonesia. Siapa yang tidak kenal handphone? Saat ini, hampir semua lapisan masyarakat sudah memiliki alat tersebut. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh semakin murah dan terjangkaunya perangkat komunikasi seluler tersebut. Jika pada awal perkembangannya dulu, sebuah handphone "paling murah" adalah satu juta setengah, bahkan lebih, sekarang saat artikel ini ditulis dan diposting bahkan dengan uang dua ratus ribuan sudah bisa mendapatkan handphone terbaru. Meski tetap saja di level "ekonomis".

Tidak bisa kita pungkiri, perkembangan telepon seluler di Indonesia memang sangat pesat. Hanya dalam waktu setidaknya sekitar satu setengah dekade, telepon seluler yang merupakan barang "mewah" dan menjadi kebutuhan sekunder, mampu berubah menjadi barang "umum" serta sudah menjadi sebuah kebutuhan primer. Khususnya bagi mereka yang memang memerlukan komunikasi intensif. Hal ini diimbangi pula oleh perkembangan operator penyedia jasa telekomunikasi yang semakin memberikan banyak pilihan. Pada awalnya hanya ada 3 operator besar, saat ini sudah berkembang menjadi sedikitnya ada delapan operator seluler, baik GSM maupun CDMA.

Dari segi pelayanan dan fitur-fitur yang ditawarkan oleh masing-masing operator, juga mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Jika pada awal kemunculannya, operator seluler hanya melayani komunikasi suara dan data pesan singkat (sms), seiring perkembangan tekhnologi pula, saat ini pelayanan yang diberikan sudah meliputi, 3G, 3,5G, MMS, Video Streaming dan layanan layanan lain berbasis internet, selain SMS dan Suara tentunya.

Lalu bagaimana dengan tarif? Membicarakan masalah tarif sama halnya membicarakan hal yang sangat relatif. Mengapa demikian? Mahal bagi sebagian orang, belum tentu mahal bagi sebagian orang yang lainnya. Sangat relatif bukan? Memang benar, perkembangan tarif seluler dari awal kemunculannya hingga saat ini memiliki kecenderungan "lebih murah" dalam artian terjangkau. Jikalau pada tahun 2004 – 2005, untuk komunikasi sesama operator saja, dalam setiap menitnya kita menghabiskan biaya Rp. 2000,- dan bahkan bisa lebih. Saat ini, setelah enam tahun kemudian sudah ada operator seluler yang "berani" memberikan tarif sampai Rp. 20,- setiap menitnya. Sangat murah? Sah sah saja jika ada yang mengklaim tarif tersebut sudah paling murah. Tapi menurut penulis, tarif tersebut masih sangat mahal.

Penulis katakan sangat mahal jika ditinjau dari sisi kualitas pelayanan yang diberikan. Dulu, enam tahun yang lalu, saat pelanggan operator seluler yang menjadi pilihan penulis masih belum menyentuh 100 juta, penulis tidak pernah mengalami dropcall atau panggilan gagal. Sekarang, penulis sering sekali mengalami gagal panggilan. Sudah tersambung dan penulis mendengar suara lawan bicara, tapi 4 detik kemudian nut nut nut, putus dah. Padahal indikator sinyal sangat penuh dan handset sama sama baru (tidak drop baterai). Jika ditinjau dari lokasi penulis yang "hanya" 3 km dari BTS dan lokasi lawan bicara penulis "hanya" 1,5 km dari BTS. Sangat beralasan jika penulis menyebutkan tarif seluler saat ini termasuk mahal?

Belum lagi membicarakan mengenai aturan tarif yang sering berubah-ubah semau gue begitu saja. Ini sudah sering penulis alami akhir-akhir ini. Minggu kemarin, bicara 1 menit kena biaya Rp. 10,- (30 detik pertama gratis). Sehari kemudian, di jam yang sama dan waktu bicara yang sama, malah kena biaya Rp. 20,-. Pagi ini, saat artikel ini ditulis, di jam dan waktu bicara yang sama, penulis kehilangan pulsa Rp. 30,-. Sungguh sangat tidak konsisten kan? Inkonsistensi tersebutlah yang penulis sebutkan sebagai biang penyebab Mahalnya Tarif Seluler saat ini.

Bagaimana dengan anda? Adakah pernah mengalami hal yang sama dengan yang penulis alami? Jika pernah mengalami hal yang sama, apakah pendapat anda juga sama, bahwa tarif seluler saat ini masih mahal?

Cukup sekian artikel saat ini dan sampai jumpa di artikel-artikel berikutnya.

Penulis    : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Sumber : Berbagai Sumber | Copyright @2011 |

Sabtu, 04 Juni 2011

Perlukah Membelanjakan Uang Kita Di Mall?

Jember, Indonesia. Di Indonesia, pertumbuhan pasar modern, atau biasa disebut Mall terhitung sangat cepat. Bahkan mungkin kecepatannya melebihi kecepatan cendawan di musim hujan. Tidak perlu melihat dari data statistik atau segala macam survei apapun juga untuk mengetahui pertumbuhan pasar modern ini. Coba ingat dengan baik, lima tahun yang lalu atau sejauh-jauhnya sepuluh tahun ke belakang, adakah pasar modern atau Mall di sekitar tempat anda? Kalau anda tinggal di ibukota kabupaten, bisa dimungkinkan pasar modern tersebut sudah ada. Namun bagi anda yang berada di kota kecamatan? Penulis berani menjamin, pasar modern samasekali belum ada.

Bagaimana dengan sekarang? Di tempat kediaman penulis saja, yang merupakan sebuah kota kecamatan kecil di sisi selatan pulau jawa, kurang lebih sejak tiga tahun yang lalu sudah berdiri sebuah minimarket waralaba. Minimarket waralaba ini bisa dikategorikan sebagai pasar modern, mengingat kemudahan berbelanja yang disajikan, sudah identik dengan pasar modern yang lebih besar. Kemudahan kemudahan yang penulis maksud di sini diantaranya adalah :

  1. Swalayan; melayani sendiri segala keperluan belanja kita sehingga dimungkinkan kita memilih barang dengan kualitas terbaik.
  2. Sejuk; sudah dapat dipastikan, semua pasar modern dilengkapi dengan penyejuk ruangan yang semakin membuat betah pengunjung.
  3. Bersih; dalam sebuah pasar modern, tenaga kebersihan bertugas sepanjang waktu untuk menyapu dan mengepel lantai.
  4. Kemudahan bayar; cukup dengan sebuah kartu kredit atau kartu debet, kita sudah bisa bertransaksi.

Memang tidak bisa kita pungkiri, dengan segala kemudahan yang penulis sebutkan tadi, pasar modern bertumbuh sangat cepat. Lalu bagaimana dengan nasib pedagang atau pasar tradisional? Tetap saja jauh, bahkan jauuuuuuu......h ketinggalan. Sampai-sampai tidak lagi terdengar gaungnya, meskipun tidak sama sekali mati. Tepatnya, penulis menyebut sebagai mati suri.

Kemudian muncul pertanyaan dalam benak penulis; perlukah kita membelanjakan uang kita di Mall? Mengingat, kondisi ekonomi Indonesia masih dalam keadaan "perlu diwaspadai", meskipun secara statistik terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup layak. Di atas kertas, ekonomi kita memang lebih baik, tapi pada kenyataannya di lapangan, banyak sekali warga miskin yang kesulitan ekonomi. Diantara mereka adalah para pedagang pasar tradisional yang harus kehilangan pelanggan karena mereka (para pelanggan) banyak yang hijrah ke pasar modern.

Alasan mereka hijrah ke pasar modern, tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain karena beberapa kelebihan yang sudah penulis sebutkan di atas, kemungkinan terbesar yang menjadi penentu adalah "i-Factor" atau faktor i, yaitu image. Dengan bahasa sederhana, image ini bisa disebut gengsi. Siapa di jaman maju seperti sekarang ini yang gak gengsi, yang gak takut imagenya rusak jika harus berjibaku dengan kekumuhan pasar tradisional?

Padahal, membelanjakan uang kita di pasar modern sangat berpotensi memboroskan anggaran. Tidak percaya? Dengan kebebasan kita memilih barang apapun yang dipajang dan disediakan di rak-rak panjang, peluang untuk mengambil barang diluar yang sudah direncanakan dapat dipastikan sangat besar. Seharusnya kita cuma belanja 3 item barang dengan nilai Rp. 50.000,-.., pada kenyataannya kita mengambil lebih dari 3 item barang. Hanya karena melihat barang tersebut (yang sebenarnya tidak begitu diperlukan), akhirnya kita menambahkan barang tersebut dalam troli. Nah, begitu sampai di kasir, nilai uang yang kita keluarkan bisa sampai Rp. 75.000,- atau bahkan lebih. Disini sudah nampak sebuah pemborosan lebih dari Rp. 20.000,-.

Sekarang beralih ke pasar tradisional. Dengan jenis dan jumlah barang yang sama (3 item), plus kemampuan menawar yang jago, penulis yakin jika setidak-tidaknya Rp. 40.000,- saja yang kita keluarkan. Ditambah dengan keadaan pasar tradisional yang tidak memungkinkan kita untuk melihat barang lain secara langsung (kecuali menanyakan ke penjual), menjadikan barang belanjaan kita tidak bertambah. Disini, penghematan yang didapat bisa melebihi Rp. 25.000,-.

Akhirnya, dengan ulasan yang penulis sampaikan, sudah selayaknya kita kembali ke pasar tradisional demi penghematan di masa krisis. Buang jauh-jauh gengsi, image atau apapun namanya demi menyelamatkan pasar tradisional kita yang mati suri. Oya, perlu diketahui; sebagian besar pasar modern di Indonesia adalah merupakan waralaba asing. Artinya apa? Artinya, seluruh uang yang kita belanjakan di pasar modern tersebut pada akhirnya akan masuk ke kantong pengusaha asing. Bangsa kita hanyalah mendapat cipratan pajak dan tenaga kerja saja yang jumlahnyapun tidak sebanding.

Untuk sementara, penulis cukupkan sampai disini ulasan kali ini. Jika ada hal yang bertentangan dan atau membuat tidak nyaman, dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya. Sampai jumpa di ulasan-ulasan yang lain.

Penulis : Pakdhe U | Editor : Pakdhe U | Sumber : Berbagai Sumber | Copyright@2011 |